Indonesia–Singapura Perkuat Kolaborasi Strategis di Sektor Produk Makanan

Obsessionnews.com — Pemerintah Indonesia terus mengukuhkan peran strategisnya dalam memperluas pasar ekspor dan memperkuat kemitraan ekonomi dengan negara-negara mitra utama, salah satunya Singapura. Dalam langkah nyata memperdalam kerja sama bilateral di sektor pangan, Wakil Menteri Perdagangan Republik Indonesia, Dyah Roro Esti Widya Putri, melakukan pertemuan penting dengan CEO Singapore Food Agency (SFA), Damian Chan Chee Weng, pada Senin (4/8/2025), di Singapura.
Pertemuan ini bukan sekadar pertemuan diplomatik rutin, melainkan menjadi forum konkret yang membuka jalan bagi perluasan akses pasar produk pangan Indonesia ke pasar Singapura yang dikenal sangat selektif dan regulatif, terutama dalam hal keamanan dan kualitas pangan. Ini menjadi langkah lanjutan setelah keberhasilan ekspor produk unggulan Indonesia seperti ayam dan telur sejak 2023 lalu.
Dalam dialog bilateral tersebut, Wamendag Roro menyampaikan apresiasi atas dukungan SFA yang telah membuka pintu bagi produk unggas Indonesia memasuki pasar Singapura. Ia menegaskan pentingnya menjaga kesinambungan dan perluasan ekspor komoditas strategis tersebut.
“Kami sangat menghargai dukungan penuh dari SFA terhadap akses pasar produk ayam dan telur dari Indonesia. Kami harap, nilai ekspor kedua komoditas ini terus tumbuh secara berkelanjutan, mengingat tingginya potensi produksi dan komitmen Indonesia terhadap standarisasi kualitas pangan,” ujar Wamendag Roro.
Lebih lanjut, ia memaparkan tren ekspor sejumlah komoditas pangan ke Singapura. Beberapa di antaranya mengalami fluktuasi, seperti buah-buahan, kopi, dan teh. Namun, sejumlah sektor menunjukkan tren pertumbuhan menggembirakan, antara lain ekspor sayur-mayur, kakao, dan berbagai produk peternakan lainnya. “Ini menunjukkan bahwa pasar Singapura memiliki potensi yang sangat besar dan dinamis. Namun tentu saja, setiap peluang harus dijawab dengan peningkatan kualitas, standarisasi, serta kepatuhan terhadap regulasi yang ketat,” katanya.
Menanggapi hal tersebut, CEO SFA Damian Chan menyampaikan bahwa Singapura tengah melakukan upaya sistematis untuk mendiversifikasi sumber pasokan pangannya. Langkah ini menjadi bagian dari strategi jangka panjang negara tersebut dalam memperkuat ketahanan pangan nasional, terutama pasca pandemi dan ketidakpastian rantai pasok global.
“Indonesia merupakan mitra strategis kami. Kami sangat terbuka terhadap pemasok-pemasok baru yang dapat memenuhi standar tinggi Singapura dalam hal kualitas, keamanan, dan keberlanjutan produk,” ujar Damian. Ia mengungkapkan bahwa saat ini sudah ada tiga peternakan di Bintan yang menyuplai ayam hidup ke Singapura, yang semuanya berada di bawah JAPFA. Namun demikian, SFA membuka peluang bagi pemasok ayam lainnya dari Indonesia untuk ikut serta dalam memenuhi kebutuhan pasar.
“Kami sangat terbuka jika Indonesia memiliki kandidat pemasok baru yang telah memenuhi seluruh ketentuan dan standar teknis kami. Permintaan ayam hidup di Singapura sangat tinggi, dan kami ingin mendiversifikasi sumber pemasok,” tambahnya.
Pertemuan ini juga menyoroti pentingnya forum 6 kelompok kerja atau working group (WG) dalam kerangka kerja sama Indonesia–Singapura. Salah satu yang aktif adalah WG on Agriculture, yang dipandang oleh kedua belah pihak sebagai forum efektif dalam menyelaraskan kebijakan dan memperlancar fasilitasi perdagangan produk pangan.
Forum ini rutin digelar setiap tahun dan telah menjadi sarana koordinasi antara SFA dengan kementerian dan lembaga terkait di Indonesia. “WG on Agriculture adalah jembatan penting dalam menyinergikan strategi dan kebijakan antar kedua negara. Harapannya, forum ini mampu mempercepat harmonisasi standar, mendukung pelatihan eksportir, dan menindaklanjuti hasil-hasil pertemuan tingkat menteri dengan tindakan nyata,” jelas Damian.
Sebagai bentuk dukungan konkret terhadap peningkatan ekspor buah dan sayuran dari Indonesia, SFA menyatakan siap memberikan pelatihan teknis dan lokakarya tentang regulasi dan standar pangan Singapura. Kegiatan ini akan dilakukan melalui kerja sama dengan Kementerian Pertanian RI, sebagai bagian dari upaya mendukung eksportir Indonesia memenuhi ketentuan negara tujuan.
SFA menegaskan bahwa sektor pangan adalah salah satu sektor yang paling ketat regulasinya di Singapura. Hal ini karena menyangkut aspek kesehatan dan keselamatan seluruh penduduknya. Oleh sebab itu, hanya produk-produk yang telah melewati proses verifikasi, sertifikasi, dan pemenuhan standar teknis yang bisa masuk ke pasar Singapura.
“SFA secara ketat mengatur seluruh rantai pasokan pangan, dari hulu ke hilir. Kami tidak hanya melihat aspek kualitas produk, tetapi juga proses produksinya, keamanan, logistik, hingga dampak lingkungannya,” jelas Damian.
Oleh sebab itu, Indonesia diharapkan terus meningkatkan kemampuan produsen lokal untuk memenuhi standar tersebut, melalui peningkatan sistem sertifikasi, jaminan mutu, dan audit berkala. Selain itu, langkah penting yang dapat diambil adalah memperluas pelibatan laboratorium pangan tersertifikasi, memperkuat sistem logistik rantai dingin, dan melatih eksportir dalam hal pelabelan, pengemasan, dan dokumentasi ekspor yang sesuai dengan persyaratan pasar tujuan.
Indonesia sejatinya memiliki potensi besar dalam mengisi kebutuhan pangan Singapura. Dengan keberagaman sumber daya alam dan iklim tropis yang memungkinkan panen sepanjang tahun, Indonesia bisa menjadi mitra utama Singapura dalam pasokan produk segar seperti sayuran daun, buah tropis, ayam, telur, dan kakao.
Namun, untuk dapat merebut peluang ini secara optimal, diperlukan keterlibatan aktif berbagai pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah pusat dan daerah, eksportir, koperasi petani, hingga pelaku industri pengemasan dan logistik. Kesiapan dalam mematuhi persyaratan negara tujuan akan menjadi kunci daya saing jangka panjang.
Wamendag Roro Esti juga menegaskan bahwa kerja sama ini bukan hanya tentang ekspor semata, tetapi juga bagian dari diplomasi dagang dan ketahanan pangan kawasan. “Indonesia ingin menjadi mitra utama Singapura dalam menyediakan pangan berkualitas. Tapi yang tak kalah penting, kita ingin kerja sama ini berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan petani, peternak, dan pelaku UMKM kita,” ucapnya.
Pentingnya kerja sama Indonesia-Singapura dalam sektor pangan menjadi lebih strategis di tengah tantangan global seperti krisis iklim, disrupsi rantai pasok, dan potensi konflik geopolitik yang memengaruhi distribusi pangan. Oleh karena itu, sinergi kedua negara menjadi bagian dari upaya kolektif di kawasan untuk menciptakan sistem pangan yang tangguh, adil, dan berkelanjutan.
Singapura sendiri memiliki visi nasional “30 by 30”, yaitu target untuk memproduksi 30 persen kebutuhan pangannya secara lokal pada tahun 2030. Untuk mencapai target tersebut, Singapura tidak bisa berdiri sendiri, tetapi tetap membutuhkan pasokan regional yang stabil, termasuk dari Indonesia.
“Dengan Indonesia sebagai mitra dekat, kami percaya visi 30 by 30 Singapura bisa dicapai dengan cara yang kolaboratif, berkelanjutan, dan saling menguntungkan. Bukan hanya perdagangan, tapi juga dalam riset pangan, inovasi agrikultur, dan ketahanan sistem pangan kawasan,” ujar Damian.
Pertemuan Wamendag Dyah Roro Esti dengan CEO SFA bukan sekadar ajang diplomasi biasa. Ini adalah simbol dari upaya strategis membangun ketahanan pangan regional yang berbasis kerja sama, inovasi, dan standarisasi.
Langkah-langkah konkret yang telah, sedang, dan akan dilakukan dalam kerangka WG on Agriculture harus terus diperluas dan diperkuat. Ke depan, perlu lebih banyak misi dagang terpadu, pelatihan bersama, pertukaran data dan teknologi, serta kebijakan fasilitatif yang mendukung akses pasar secara adil dan inklusif.
Kerja sama Indonesia–Singapura di sektor pangan adalah peluang emas, bukan hanya untuk ekspor, tetapi juga untuk membangun fondasi ekonomi yang inklusif, berdaya saing tinggi, dan berpihak pada petani dan pelaku UMKM di dalam negeri. (Ali)





























