RAN Pemajuan Kebudayaan Ditetapkan Jadi Haluan Bangsa, Kemenko PMK Pimpin Komitmen Lintas Sektor

RAN Pemajuan Kebudayaan Ditetapkan Jadi Haluan Bangsa, Kemenko PMK Pimpin Komitmen Lintas Sektor
Deputi Bidang Koordinasi Penguatan Karakter dan Jati Diri Bangsa Kemenko PMK, Warsito, membuka Rakor Penyusunan Rencana Aksi Nasional Pemajuan Kebudayaan (RAN-PK) 2025–2029 di kantor Kemenko PMK, Jakarta pada Kamis (3/7/2025) (Foto Dok. Humas Kemenko PMK)

Obsesionnews.com — Kebudayaan bukan sekadar warisan masa lalu. Ia adalah energi pembentuk masa depan. Demikian salah satu pesan utama yang ditegaskan oleh Deputi Bidang Koordinasi Penguatan Karakter dan Jati Diri Bangsa Kemenko PMK, Warsito, saat membuka Rapat Koordinasi Penyusunan Rencana Aksi Nasional Pemajuan Kebudayaan (RAN-PK) 2025–2029 di kantor Kemenko PMK, Jakarta pada Kamis (3/7/2025).

Rapat ini menjadi titik awal strategis dalam menjabarkan Peraturan Presiden Nomor 115 Tahun 2024 tentang Rencana Induk Pemajuan Kebudayaan (RIPK) 2025–2045, yang menjadi haluan kebudayaan nasional untuk dua dekade ke depan.

"Kebudayaan adalah ruh pembangunan, bukan pelengkapnya. Ia membentuk manusia Indonesia yang tangguh, berkarakter, dan siap bersaing secara global," ujar Warsito.

Deputi Warsito menegaskan bahwa RAN-PK 2025–2029 bukan hanya dokumen teknokratik, melainkan peta jalan yang hidup. Dokumen ini akan merinci arah kebijakan kebudayaan lintas sektor, target capaian, strategi operasional, hingga mekanisme evaluasi yang konkret.

“Kita tidak bicara tentang proyek satu kementerian. Ini adalah gerak bersama seluruh ekosistem pembangunan nasional—melibatkan 38 kementerian dan lembaga, serta unsur masyarakat sipil,” tegasnya.

Tiga pilar utama yang diangkat dalam forum ini yakni sinergi lintas sektor sejak tahap perencanaan hingga pelaksanaan, Komitmen nyata dalam bentuk program, indikator, dan output yang berdampak, serta dukungan anggaran dan regulasi yang menempatkan kebudayaan setara dengan pendidikan dan SDM.

Dalam sesi diskusi, Prof. Bambang Wibawarta menyoroti pentingnya memasukkan aspek kecerdasan buatan (AI) dalam strategi pemajuan kebudayaan. AI, menurutnya, harus menjadi alat pemerkaya budaya, bukan penghapus identitas.

“Kita harus memastikan bahwa AI bekerja memperluas cakrawala budaya, bukan menghapus nuansa lokal,” ujar Bambang.

Sementara itu, Qurrota A’yun dari Bappenas menggarisbawahi pentingnya pendekatan pendanaan partisipatif. Ia mendorong agar RAN-PK juga membuka ruang untuk pendanaan dari dunia usaha, filantropi, dan lembaga internasional melalui pendekatan pentahelix.

Simbolisasi dimulainya penyusunan RAN-PK 2025–2029 dilakukan secara simbolik oleh Warsito, didampingi Bambang Wibawarta dan Qurrota A’yun. Acara ini menjadi momentum mengikat komitmen seluruh pemangku kepentingan untuk menjadikan budaya sebagai poros kebijakan strategis nasional.

"RAN-PK harus menjadi alat transformasi sosial, bukan sekadar laporan kegiatan. Ini soal bagaimana kita membentuk bangsa lewat warisan nilai yang hidup, bergerak, dan menginspirasi,” tutup Warsito.

Dengan semangat kolektif dan kepemimpinan yang kuat, RAN-PK 2025–2029 diharapkan bukan hanya jadi dokumen negara, tapi instrumen perubahan peradaban bangsa. Ia bukan hanya bicara pelestarian, tapi juga inovasi, keberpihakan, dan pengarusutamaan karakter dalam setiap denyut kebijakan.  (Ali)