APBN 2025 Direvisi: Defisit Membengkak, Pertumbuhan Ekonomi dalam Tekanan

Obsessionnews.com - APBN bukan hanya angka-angka. Ia adalah cerminan dari arah kebijakan, prioritas nasional, dan kemampuan negara dalam menyejahterakan rakyat. Revisi APBN bukan akhir dari segalanya, tetapi penyesuaian untuk tetap menakhodai kapal Indonesia menuju tujuan yang lebih baik.
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan mengumumkan revisi target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 dalam rapat kerja bersama Badan Anggaran DPR RI pada Selasa (1/7/2025). Dalam paparan yang disampaikan langsung oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, publik dikejutkan dengan kabar kurang menggembirakan: defisit APBN diprediksi melebar, sementara pertumbuhan ekonomi menunjukkan perlambatan.
Selama semester pertama 2025, pendapatan negara tercatat mengalami penurunan sebesar 9% secara tahunan (YoY). Realisasi ini baru mencapai 40% dari total target APBN 2025, lebih rendah dibandingkan capaian 47% pada periode yang sama tahun lalu.
Namun, ada sedikit titik cerah. Capaian bulan Juni menunjukkan tren pertumbuhan positif dua digit secara tahunan, memberikan harapan akan pemulihan kinerja penerimaan pada semester kedua. Penerimaan pajak, yang menjadi tulang punggung pendapatan negara, juga masih terkoreksi 7% YoY, meskipun membaik dari posisi bulan sebelumnya yang turun hingga 10%.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa penurunan ini dipicu oleh beberapa faktor utama, di antaranya melemahnya harga komoditas global seperti batu bara dan kelapa sawit, pengalihan dividen BUMN ke BPI Danantara, dan pembatalan implementasi PPN 12%, kecuali untuk barang mewah, yang berdampak signifikan pada potensi pendapatan.
Di sisi lain, belanja negara mulai menunjukkan peningkatan tipis sebesar 0,6% YoY, mencapai 39% dari target tahun berjalan. Ini menandai adanya perbaikan dibandingkan dengan realisasi 5M25 yang sebelumnya tercatat turun tajam hingga 11%.
Peningkatan belanja ini didorong oleh pembukaan blokir anggaran sebagai bagian dari inisiatif efisiensi pemerintah. Belanja diarahkan untuk mendukung program strategis nasional dan menjaga momentum pertumbuhan, meski tekanan fiskal terus menguat.
Kombinasi antara turunnya pendapatan dan mulai meningkatnya belanja telah mendorong defisit APBN hingga mencapai Rp204,2 triliun pada paruh pertama tahun ini, atau setara 0,84% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Sebagai perbandingan, pada 1H24 lalu defisit hanya sebesar 0,34% dari PDB.
Lebih lanjut, Kementerian Keuangan merevisi outlook defisit menjadi Rp662 triliun atau 2,78% dari PDB, lebih tinggi dari proyeksi awal sebesar 2,53%. Untuk menambal pelebaran ini, pemerintah mengajukan penggunaan Sisa Anggaran Lebih (SAL) sebesar Rp85,6 triliun kepada DPR — yang ibaratnya menjadi “tabungan negara” dari tahun-tahun sebelumnya.
Tekanan fiskal ini terjadi di tengah ketidakpastian global yang masih membayangi. Pemerintah Indonesia turut menanti arah kebijakan dagang Amerika Serikat, yang dijadwalkan akan mengumumkan kesepakatan dengan sejumlah negara pada 4 Juli, dengan tenggat waktu hingga 9 Juli 2025. Kebijakan ini dinilai berpotensi mempengaruhi arus perdagangan dan investasi Indonesia.
Bagi masyarakat umum dan pelaku usaha, berita ini mengandung dua sisi. Di satu sisi, pelebaran defisit bisa menjadi sinyal perlambatan aktivitas ekonomi dan potensi tekanan terhadap anggaran sosial dan pembangunan. Namun, di sisi lain, respons pemerintah dalam mempertahankan belanja strategis dan menggunakan cadangan fiskal seperti SAL menandakan komitmen untuk menjaga stabilitas. (Ali)