Pasca Kunjungan Trumph ke Suriah, Adakah Harapan Baru Bagi Palestina?

Obsessionnews.com - Eskalasi isu geopolitik Timur Tengah pasca kunjungan Presiden AS Donald Trump ke Suriah memunculkan banyak persepsi. Apakah itu memberi harapan baru bagi Palestina atau justru memperburuk kondisi di tengah genosida yang masih berlangsung di Gaza.
Isu ini menjadi pembahasan kajian strategis di Al Fahmu Institute kemarin dengan mengangkat tema “Baitul Maqdis Spring: Akankah Al Aqsha Merdeka Menyusul Masjid Aya Sofia & Umawi?”
Kajian ini menghadirkan dua narasumber kompeten, Pizaro Ghozali Idrus, Ph.D Direktur Eksekutif Baitul Maqdis Institute dan Achmal Junmiadi, SE., MBA, pembina Persahabatan Islam Utsmani serta dipandu oleh Fahmi Salim, Lc., MA, selaku moderator sekaligus pendiri Al Fahmu Institute.
Fahmi Salim menekankan bahwa dinamika geopolitik Timur Tengah memasuki babak baru yang menuntut ketelitian umat dalam membaca arah pergerakan kekuatan. Ia menyoroti momentum pertemuan antara Ahmad Shara’ (pejabat tinggi Suriah) dan Donald Trump, yang menimbulkan berbagai spekulasi. Ia menegaskan bahwa “jabat tangan tersebut bukan dalam rangka normalisasi atau pengakuan Suriah atas entitas zionis, melainkan dalam konteks upaya pencabutan sanksi ekonomi yang telah mendera Suriah lebih dari satu dekade.” Ini merupakan langkah pragmatis yang tidak boleh disalahpahami sebagai bentuk kompromi ideologis.
Baca Juga:
Pidato di Parlemen Turki, Prabowo Suarakan Dukungan untuk Palestina
Sementara Pizaro Ghozali menekankan bahwa dunia saat ini telah berubah dari dominasi tunggal Amerika Serikat menuju era multipolar, dengan Tiongkok sebagai kekuatan tandingan yang signifikan. Ia mengungkapkan bahwa konflik regional, seperti antara India dan Pakistan, kini juga dipengaruhi oleh tarik ulur antara kepentingan Barat dan Timur. Ia menyebut kunjungan Donald Trump ke Timur Tengah bukanlah bagian dari agenda perdamaian, melainkan kepentingan ekonomi dan investasi. Sementara itu, kekuatan Islam seperti Hamas semakin menunjukkan ketangguhan menghadapi Israel.
Pizaro juga mengkritisi pengumuman investasi dan pembelian besar-besaran oleh negara-negara Arab kepada entitas asing yang berafiliasi dengan kepentingan zionis. “Fakta bahwa uang umat Islam digunakan untuk membeli produk-produk pro-zionis tidak boleh membuat kita surut atau kecewa dalam gerakan BDS (Boikot, Divestasi, Sanksi). Justru sebaliknya, ini adalah alasan kuat untuk terus meningkatkan kesadaran dan gerakan kolektif umat Islam dalam memboikot produk terafiliasi zionis,” tegasnya.
Pada bagian lainnya, Achmal Junmiadi menyoroti peran strategis Turkie dalam upaya pembebasan Baitul Maqdis. Ia menjelaskan bagaimana Presiden Recep Tayyip Erdogan, dengan visi Neo-Ottomanism, menjadikan pembebasan Masjid Al Aqsha sebagai kelanjutan dari kesuksesan mengembalikan fungsi Masjid Aya Sofia. Menurutnya, hubungan militer dan diplomatik antara Turkie, Suriah, dan Qatar menjadi tanda positif munculnya kekuatan alternatif di Timur Tengah yang berkomitmen terhadap perjuangan Palestina.
“Turkie hari ini bukan hanya berbicara, tetapi bertindak. Mereka mendukung Hamas, memberikan pendidikan kepada pemuda Palestina, dan menyusun strategi pertahanan regional,” ungkap Achmal.
Kajian ini menegaskan bahwa pembebasan Al Aqsha bukan sekadar seruan spiritual, tetapi menuntut strategi geopolitik yang cermat, konsolidasi kekuatan, serta kesadaran umat Islam untuk bersatu dalam visi dan aksi.(Hru)