Menko PMK Ingatkan Pentingnya Budaya Buku untuk Lawan Disrupsi Digital

Menko PMK Ingatkan Pentingnya Budaya Buku untuk Lawan Disrupsi Digital
Menko PMK Pratikno di acara HUT ke-45 Perpustakaan Nasional RI pada Jumat (16/5/2025) (Foto Dok. Humas Kemenko PMK)

Obsessionnews.com -Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno menegaskan peran strategis perpustakaan dan pustakawan dalam membangun literasi kritis di tengah gempuran teknologi digital dan kecerdasan buatan (AI). Hal ini disampaikannya dalam Puncak HUT ke-45 Perpustakaan Nasional RI bertema "Perpusnas Hadir Demi Martabat Bangsa", pada Jumat (16/5/2025).  

Menko PMK menyampaikan apresiasi tinggi kepada para pustakawan dan relawan perpustakaan keliling yang disebutnya sebagai "pahlawan literasi". "Mereka bekerja tanpa gaji, aktif menggerakkan perpustakaan keliling. Inilah dedikasi yang melampaui kewajiban," ujar Pratikno.

Ia menekankan agar perpustakaan bukan sekadar gudang buku, tetapi juga sebagai pusat penanaman nilai karakter melalui tradisi membaca.

Pratikno juga mengingatkan ancaman "Mindless Scrolling" dan AI yang memangkas nalar. Keduanya ini merupakan tantangan besar literasi di era digital karena dengan screen time yang berlebihan akan melemahkan daya konsentrasi anak serta dengan informasi sepotong dari AI ini juga berisiko mematikan daya kritis.

"Jangan biarkan anak-anak kita terjebak mindless scrolling. Buku mengajarkan refleksi, sementara scroll media sosial hanya memberi kepuasan instan," tegasnya.

Pada kesempatan tersebut,Menko PMK membagikan pengalaman pribadinya yang terinspirasi dari buku "Nrimo Peparinge Pangeran" (syukur) dan "Timba Air Mandi Sendiri" (kemandirian) yang membentuk karakternya sejak SD.

Kini Kemenko PMK telah meluncurkan gerakan "Cerdas dan Bijak Ber-AI" (CABAI). Hal ini dilakukan untuk menjawab tantangan AI. Kemenko PMK pun menginisiatif Komunitas CABAI, yang berfokus pada pendidikan pemanfaatan AI secara arif dan kritis maupun penguatan literasi digital berbasis nilai religiusitas dan kebijaksanaan.

"Yang akan bertahan di masa depan bukan yang sekadar pakai teknologi, tapi yang bisa mengendalikannya. AI bisa mengambil alih nalar, tapi tidak dengan kebijaksanaan kita," jelasnya.

Dengan kolaborasi lintas sektor untuk literasi nasional ini, Pratikno mendorong jejaring kuat antara perpustakaan, civil society, dan lembaga pendidikan untuk memperkuat gerakan membaca buku fisik di kalangan anak-anak. Selain itu untuk mengembangkan modul literasi kritis menghadapi disrupsi teknologi.

"Literasi adalah jalan membangun manusia Indonesia yang unggul, berpikir mendalam, dan siap melangkah maju," pungkas Pratikno. (Ali)