Babak Belur Peradilan Kita

Obsessionnews.com - Korupsi peradilan masih menjadi persoalan serius, kalau tidak mau disebut mendarah daging. Betapa tidak, belum tuntas perkara Zarof Ricar dan perkara suap vonis bebas Ronald Tannur, kini muncul kasus korupsi Ketua PN Jaksel Muhammad Arif Nuryanta dan tiga hakim lainnya dalam perkara suap tiga perusahaan ekspor sawit (crude palm oil/CPO).
Arif ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung berkaitan pengurusan perkara korupsi Wilmar Group, Permata Hijau Group dan Musim Mas Group bersama panitera muda perdata Jakarta Utara WG, pengacara Marcella Santoso dan seorang advokat berinisial AR.
Baca Juga:
Kasus Pertamina Tak Tuntas, Jangan Ragu Praperadilankan Jaksa Agung
Sementara hakim Agam Syarif Baharuddin, Ali Muhtarom dan Djuyamto ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung karena menerima suap dari Arif untuk memvonis lepas ketiga korporasi itu. Total suap yang diterima Rp22,5 miliar, angka yang fantastis di tengah kondisi perekonomian yang morat-marit.
Pemberian suap dilakukan secara bertahap. Pertama Rp4,5 miliar untuk mengurus perkara korupsi CPO. Kedua sebesar Rp18 miliar agar putusan dinytatakan onslag. Sementara hakim Arif menerima suap total Rp60 miliar.
Baca Juga:
Wakil Tuhan Tuntut Kesejahteraan, Jokowi: Semua Sedang Dihitung
"ASB menerima uang dolar dan bila disetarakan rupiah sebesar Rp4,5 miliar. Kemudian DJU menerima uang dolar jika dirupiahkan sebesar atau setara Rp6 miliar, dan AM menerima uang berupa dolar jika disetarakan rupiah sebesar Rp5 Miliar," kata Dirdik pada Jampidsus Abdul Qohar membeberkan perkara, di Kejagung, Jakarta, Minggu (13/4) malam.
Seluruh tersangka, baik unsur hakim dan lainnya telah ditahan oleh penyidik.
Korupsi peradilan yang sudah akut dengan pelaku para "Wakil Tuhan" menandakan reformasi hukum berjalan stagnan. Presiden Prabowo ketika bertemu dengan sejumlah pemimpin redaksi (pemred) di Hambalang, mengaku ingin memperbaiki kesejahteraan hakim untuk menekan korupsi.
Prabowo juga menganggap penting untuk memiskinkan para koruptor. Namun semangat tersebut belum terimplementasi secara nyata. Sebab, mereka yang berperan penting dalam menjatuhkan vonis berat kepada koruptor, malah ikutan korupsi. (Erwin)