Kasus Pertamina Tak Tuntas, Jangan Ragu Praperadilankan Jaksa Agung

Obsessionnews.com - Masyarakat sipil diminta untuk memantau ketat penanganan perkara korupsi tata kelola minyak mentah di Pertamina. Bila perlu, mempraperadilankan Jaksa Agung, kalau dalam penanganan terindikasi melokalisir perkara.
Pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar mengatakan, keraguan publik terhadap kinerja Kejaksaan Agung (Kejagung) menangani perkara Pertamina tak berlebihan. Malah wajar adanya. Sebab, dalam perkara lain, Kejagung menunjukkan gelagat itu.
Baca Juga:
Pertamina Aktifkan Satuan Tugas Ramadan dan Idulfitri 2025
"Karena itu masyarakat sipil harus peka dan melakukan langkah hukum, apakah melalui praperadilan misalnya, kalau ada nama yang sudah disebut (dalam penyidikan) tetapi tidak dituntut," kata Fickar, di Jakarta, Senin (17/3).
Jaksa Agung, kata Fickar, juga bisa digugat perdata melakukan perbuatan melawan hukum (PMH), jika mengamankan pihak tertentu. "Demikian juga bisa meminta kepada presiden agar Jaksa Agung nya dipecat dan diganti Jaksa Agung yang progresif," tuturnya.
Baca Juga:
Jaksa Agung Siap Periksa Erick Thohir, Percaya?
Kinerja Kejagung yang tak tuntas bisa dilihat dalam penanganan perkara makelar kasus di Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar, di mana jaksa tidak menelisik indikasi keterlibatan hakim agung, termasuk mengungkap kepemilikan harta fantastis berupa uang Rp915 miliar dan 51 kg emas. Sekarang ini, Zarof Ricar sudah menyandang status terdakwa.
Gaya lokalisir perkara juga diperlihatkan Kejagung dalam penanganan perkara korupsi importasi gula, karena hanya menyasar Tom Lembong. Padahal, kebijakan impor juga dilakukan oleh banyak menteri perdagangan.
Baca Juga:
Setelah Ahok, Kapan Kejagung Periksa Nicke dan Alfian Nasution?
Fickar meminta Jaksa Agung ST Burhanuddin konsekuen dan berkomitmen penuh dalam menangani perkara-perkara besar, termasuk korupsi Pertamina yang meresahkan publik. Dia juga menyinggung bahwa Jaksa Agung merupakan jabatan politik, dan presiden bisa mengambil sosok internal maupun eksternal menjabat penuntut umum tertinggi.
Fickar mengingatkan, Kejagung merupakan bagian dari eksekutif, sehingga rentan intervensi dan masuk angin dalam menangani perkara-perkara tertentu. "Kejaksaan itu bagian dari pemerintah sehingga terkesan seenaknya saja mengajukan perkara tak tuntas," selorohnya. (Erwin)