Rugikan Negara Rp193,7 Triliun, Mafia BBM di Pertamina Masih Eksis

Obsessionnews.com - Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan dan menahan 7 tersangka sekaligus dalam perkara korupsi BBM di Pertamina yang merugikan keuangan negara Rp193,7 triliun. Hal ini menandakan mafia BBM masih eksis di perusahaan pelat merah itu.
Kejagung menjerat Dirut Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (RS) bersama enam orang lainnya, karena dituding mengakali Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) agar bisa mengimpor dan mengoplos (blending). Artinya terjadi permufakatan jahat untuk melakukan impor.
Baca Juga:
Kejagung Tersangkakan 5 Korporasi Timah, Kejar Kerugian Negara Rp271 Triliun
Melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa (25/2), Dirdik Kejagung Abdul Qohar menyebutkan, pengondisian dilakukan agar PT Kilang Pertamina Internasional dan Pertamina Patra Niaga mengadakan impor minyak mentah dan impor produk kilang untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
RS bersama tersangka Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin (SDS) dan Vice President Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional Agus Purwanto (AP) dituding melakukan pengondisian itu.
Baca Juga:
Jangan Keliru, Simak 4 Tips Mudah Cara Mengenali Oli Asli dan Palsu Pertamina
"Berdasarkan fakta penyidikan yang didapat, tersangka RS, SDS, dan AP melakukan pengondisian dalam Rapat Optimalisasi Hilir atau OH yang dijadikan dasar untuk menurunkan produksi kilang, sehingga produksi minyak bumi dalam negeri tidak terserap seluruhnya," kata Qohar.
Pengadaan impor ini melibatkan tersangka Direktur Utama PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi (YF) dengan broker Muhammad Kerry Andirianto Riza (MKAR), Dimas Wrhaspati (DW) dan Gading Ramadhan Joedo (GRJ) bermain dalam menentukan harga sebelum tender dilakukan. Tujuannya untuk mendapatkan keuntungan secara melawan hukum dan merugikan keuangan negara.
Baca Juga:
BBM Satu Harga Tembus 573 Titik, Bahlil: Wujud Komitmen Pemerintah Menjamin Ketahanan Energi
Modus yang dilakukan yakni DM dan GRJ berkomunikasi dengan AP agar mendapatkan impor minyak dengan harga tinggi, pada saat syarat belum terpenuhi. Permintaan ini disetujui oleh SDS untuk melakukan impor minyak mentah dan dari RS untuk impor produk kilang.
RS menetapkan harga pembelian kilang oleh PT Pertamina Niaga untuk RON 92 padahal produk yang dibeli RON 90 yang harganya lebih murah. Kemudian RON 90 itu dioplos di depo menjadi RON 92. Dalam pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang terjadi penggelembungan harga yang dilakukan YF, sehingga negara membayar fee sebesar 13-15 persen.
"Tersangka MKAR mendapat keuntungan dari transaksi tersebut," tuturnya.
Seluruh tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat(1) ke-1 KUHP.
Lima tersangka yakni RS, YF, DW, GRJ dan MKAR ditahan di Rutan Kejagung. Sedangkan tersangka SDS dan AP ditahan di Rutan Kejari Jaksel. (Erwin)