Ketum HIPPI Jaksel Siap Tekan Angka Pengangguran

Obsessionnews.com - Ketum HIPPI Jaksel Azka Aufary Ramli bertekad untuk menekan angka pengangguran. Pasalnya, angka pengangguran terbuka berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS) per Agustus 2024 mencapai 4,91% atau setara dengan 7,47 juta jiwa melebihi jumlah poulasi Singapura yang berkisar
5 juta jiwa.
Menurut Azka, situasi tersebut bisa menjadi malapetaka bagi bonus demografi Indonesia. Terlebih, kontribusi tingkat pengangguran terbuka di kalangan lulusan perguruan tinggi dengan lulusan diploma sebesar 4,83% dan lulusan universitas mencapai 5,25%.
Baca Juga:
HIPPI Siap Wujudkan Asta Cita Presiden Prabowo
“Sebagai Ketua Umum Asosiasi Pengusaha, saya berinisiatif untuk menjadi hub yang menghubungkan institusi pemerintahan, perguruan tinggi, dan pelaku industri agar dapat bersinergi dalam menyelesaikan permasalahan ini,” kata Aza, melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu (15/2) malam.
Menurutnya, perlu langkah konkret untuk mengatasi situasi ini. Belum lagi ada bayang-bayang kasus narkoba yang jumlahnya di Indonesia mencapai 3,3 juta pengguna. Kasus judi online 11 juta orang, dan pengguna pinjaman online dengan 129 juta akun.
Baca Juga:
HIPPI Jaksel dan PT Hitachi Channel Solutions Indonesia Dukung Transformasi Digital UMKM
“Ini menjadi pekerjaan rumah besar bagi kita semua, karena permasalahan ini belum menemukan solusi yang efektif hingga saat ini,” tuturnya.
Azka mengatakan, sedikitnya terdapat empat faktor yang berkontribusi terhadap tingginya angka pengangguran di kalangan lulusan sarjana. Pertama, kesenjangan keterampilan dengan kebutuhan pasar kerja karena banyak lulusan tak memiliki keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan industri.
Kedua, kurikulum yang kurang adaptif dipicu lemahnya lembaga pendidikan mengikuti perkembangan dunia untuk mencetak lulusan siap kerja. Ketiga, aspirational mismatch yakni, lulusan universitas cenderung memiliki ekspektasi tinggi terhadap pekerjaan yang diinginkan, tetapi tidak sesuai dengan realitas pasar kerja.
“Hal ini menyebabkan mereka lebih lama menganggur dibandingkan lulusan SMA atau diploma,” kata Azka.
Sedangkan yang keempat yakni reservation wage gap atau banyaknya lulusan yang memilih menunggu pekerjaan dianggap ideal, sehingga menunda masuk ke dunia kerja. Selain itu, akses terhadap peluang kerja yang relevan masih menjadi kendala bagi banyak lulusan.
Dikatakan, menekan angka pengangguran sejalan dengan Asta Cita Presiden Prabowo. Khususnya pada poin ketiga dan keempat yaitu meningkatkan lapangan kerja yang berkualitas dan memperkuat sumber daya manusia Indonesia. (Erwin)