RUU Prioritas Masih Berorientasi Jumlah, Bukan Kualitas

RUU Prioritas Masih Berorientasi Jumlah, Bukan Kualitas
Target prolegnas DPR tidak realistis. (Ilustrasi/Obsessionnews)

 

Obsessionnews.com - Penyusunan program legislasi nasional (prolegnas) prioritas masih berorientasi pada kuantitas, bukan kualitas. Pada Senin (18/11), Badan Legislasi (Baleg) DPR telah menetapkan 41 RUU Prolegnas Prioritas 2025 setelah bersepakat dengan pemerintah. Sedangkan regulasi yang masuk ke dalam Prolegnas Jangka Menengah 2025-2029, sebanyak 178 UU.

 

Peneliti Formappi Lucius Karus mengatakan, perencanaan prolegnas tak berbeda dengan DPR periode-periode sebelumnya. DPR dan pemerintah hanya mematok jumlah tanpa menonjolkan kualitas RUU yang jadi prioritas untuk didahulukan.

Baca Juga:
Baleg DPR Sebut Pemerintah Tak Serius Masukkan RUU di Prolegnas

“Dengan jumlah yang tak jauh berbeda dari rencana serupa pada DPR sebelumnya, saya kira kinerja yang akan dihasilkan pada penghujung tahun 2025 dan 2029 tak akan banyak bedanya dengan DPR terdahulu,”kata Lucius kepada Obsessionnews.com di Jakarta, Selasa (19/11).

 

Menurutnya, DPR bakal mengalami kesulitan untuk menembus 10 RUU tuntas dibahas dalam satu tahun. Tren ini sudah terlihat dari DPR periode-periode terdahulu.

 

“Bahkan di tahun 2025, saya menduga jumlah yang akan dihasilkan tak akan lebih dari 5 RUU,”tuturnya.

 

Dirinya menyoroti diskusi yang terjadi di Baleg DPR ketika ingin menyetujui daftar RUU Prolegnas dan Prioritas 2025.  Jumlah yang semula dihasilkan oleh Panja sebanyak 38 RUU Prioritas dan 177 Prolegnas 2025-2029. Tuntutan dari komisi-komisi di DPR memunculkan perubahan jumlah RUU.

 

Dari total 41 RUU Prolegnas sebanyak sembilan datang dari pemerintah. Masing-masing komisi di DPR mengusulkan 16 RUU, Baleg 16 RUU, DPD 1 RUU sedangkan pemerintah 9 RUU.

 

Lucius melanjutkan, rendahnya kinerja legislasi di DPR karena tidak konsisten melaksanakan perencanaan. Dalam situasi tertentu, DPR kerap direpotkan munculnya RUU usulan baru dari pemerintah yang mesti dikebut.

 

“Gejalanya sudah mulai terlihat pada revisi UU DKJ. Belum apa-apa, revisi UU DKJ susah dilakukan padahal Prolegnas belum diputuskan dan tak ada keputusan MK yang membuat DPR harus merevisi UU itu secara mendadak,”kata dia.

 

Dirinya pesimistis target prolegnas bakal tercapai, karena perencanaan yang buruk dan minim partisipasi publik. 

 

“Model kerja rencana mendadak dan pembahasan kilat ini nampaknya akan banyak terjadi karena bagi DPR dan pemerintah, cara itu jitu untuk memastikan keinginan mereka cepat terwujud,”tuturnya. (Erwin)