KIM Plus Mulai Terbelah

KIM Plus Mulai Terbelah
* Batalnya RUU Pilkada membuat partai-partai yang tergabung dalam KIM Plus terbelah. (Ilustrasi/Antara)

Obsessionnews.com – Batalnya RUU Pilkada mengubah konstelasi politik lokal. Partai-partai yang tergabung dalam poros besar Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus kini terbelah. Situasi ini bisa dilihat dari peristiwa di Jabar, Banten dan Tangsel.

Golkar balik kanan membatalkan dukungan terhadap Andra Soni-Dimyati dengan mengusung calon potensial yang juga kader, Airin Rachmi Diany berpasangan dengan Ketua DPD PDIP Banten Ade Sumardi. Kepastian ini disampaikan langsung Ketum Golkar Bahlil Lahadalia.

Baca juga: Sambut Putusan MK, Mungkinkah KIM Plus Goyah?

“Saya pikir Partai Golkar adalah partai besar dan Ibu Airin adalah anak kandung Partai Golkar. Rasanya tidak pas kalau tidak diantarkan ibu kandungnya untuk ikut berkompetisi,” kata Bahlil, di Kantor DPP Golkar, Jakarta, Selasa (27/8).

Sebelumnya Golkar tidak memberi rekomendasi kepada Airin yang harus merapat ke PDIP. Golkar bersama KIM Plus yakni Gerindra, Demokrat, Nasdem, PKB, PAN, PPP dan PSI mengusung Andra Soni-Dimyati.

Sementara PKS menarik dukungan terhadap Ahmad Riza Patria-Marshel Widianto dengan mengusung Ruhamaben dan Shinta Wahyuni Chairuddin pada Pilwalkot Tangsel. Presiden PKS Ahmad Syaikhu menyebutkan, batalnya dukungan kepada Riza Patria-Marshel tak lepas dari dinamika yang berkembang belakangan ini.

Baca juga: KIM Plus Usung RK-Suswono, Anies Resmi Ditinggal

“Sebagaimana kita pahami dinamika politik yang luar biasa terjadi akhir-akhir ini adalah bentuk kepedulian kader partai dan publik dalam ruang demokrasi kita. Ada juga keputusan MK,” kata Syaikhu.

Syaikhu juga maju pada Pilgub Jabar. Dirinya selaku cagub didampingi Ilham Habibie yang maju dari Nasdem. Artinya, PKS-Nasdem memiliki calon sendiri tidak ikut mendukung Dedi Mulyadi yang didukung Gerindra, Golkar dan Demokrat.

Baca juga: Bahlil Umumkan Golkar Ikut PDIP, Dukung Airin-Ade Sumardi

Pengamat politik Lili Romli menilai putusan MK nomor 60 dan 70 yang kini diterapkan sudah pasti memengaruhi sikap partai-partai. Termasuk mereka yang berada dalam koalisi gemuk KIM Plus.

MK melalui putusan nomor 60 mengubah ambang batas 20 persen disesuaikan dengan jumlah pemilik suara di daerah, sehingga partai-partai bisa mengusung calon untuk berlaga. Bahkan partai yang tidak memiliki kursi di parlemen bisa ikut berkontestasi.

Menurut Romli, dinamika yang berkembang sekarang ini mengharuskan demokrasi berjalan kompetitif, dan rakyat memiliki banyak alternatif untuk memilih pemimpin. Situasi ini jauh berbeda sebelum adanya putusan MK yang secara nyata menunjukkan adanya kartel politik menciptakan calon tunggal melawan kotak kosong.

“Kita berharap partai yang tergabung dalam KIM Plus tersebut bisa meninjau ulang,” tutur Romli, beberapa waktu lalu. (Erwin)