Pembangkangan Konstitusi, Pemerintah dan DPR Masih Terus Berupaya Abaikan Putusan MK

Oleh: Ahmad Khozinudin, Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Meski rapat paripurna DPR RI batal digelar, tapi bukan berarti rencana mengubah UU Pilkada untuk membangkang 2 putusan MK berakhir. Upaya rezim Jokowi bersama badut-badut DPR melawan putusan MK masih terus dilakukan.
Lagi pula pernyataan DPR melalui Dasco tidak mencoret agenda perubahan UU Pilkada. Tapi hanya membatalkan paripurna pengesahannya. Itu artinya setiap saat agenda paripurna bisa kembali dibuat dan sewaktu-waktu RUU Pilkada yang membangkang putusan MK dapat disahkan menjadi UU.
Ada dua motif penting, mengapa RUU Pilkada ini akan terus digolkan oleh DPR.
Pertama, Koalisi Indonesia Maju Plus (KIM Plus) telah menyusun strategi sapu bersih Pilkada 2024. Koalisi ini bisa berantakan, jika syarat 20 % kursi dan 25% suara Pilkada untuk mendaftarkan paslon dibatalkan.
Lagi pula petinggi KIM Plus harus tetap mempertahankan syarat 20% kursi dan 25% suara Pilkada untuk mendaftarkan paslon, agar bisa menjadi dalih atas keputusan politik mereka meninggalkan konstituen dan pemilih, termasuk meredam kritik kader internal.
Contohnya PKS, akan merasa kehilangan muka jika putusan MK No. 60/2024 dijalankan. Karena partai ini akan kehilangan legitimasi bergabung dengan KIM Plus, sebab jika patuh pada Putusan MK maka PKS tidak perlu gabung KIM Plus dan bisa maju sendiri. Di Pilkada Jakarta PKS bisa kembali mengusung Anies – Sohibul Iman maju Pilkada tanpa perlu berkoalisi dengan partai lainnya. (syarat maju turun hanya tunggal 7,5%).
PKS akan selamat dalam posisi KIM Plus, jika ada norma yang mengabaikan putusan MK. Sehingga PKS memiliki dalih pembenar untuk ‘tetap istiqomah’ berada di barisan rezim penguasa.
Kedua, KIM Plus mendapat mandat dari Jokowi untuk mengusung Kaesang di Pilkada Jawa Tengah. Dengan terbitnya Putusan MK Nomor: 70/2024, maka Kaesang batal maju karena usia belum genap 30 tahun.
Karena itu KIM Plus akan berusaha mengabaikan putusan MK agar bisa melaksanakan titah Jokowi, menaikkan Kaesang ke tahta kekuasaan ekuasan Jawa Tengah.
Rezim Jokowi dan koalisi badut-badut DPR RI akan terus berupaya mengabaikan putusan MK melalui dua strategi:
Pertama, mengesahkan RUU Pilkada agar syarat 20% kursi dan 25% suara Pilkada untuk mendaftarkan paslon kembali berlaku dan syarat usia 30 tahun calon Gubernur/Wakil Gubernur kembali dihitung saat pelantikan.
Modus operandinya DPR dan pemerintah kucing-kucingan dengan rakyat, mengelabui rakyat untuk mengesahkan RUU Pilkada menjadi UU. Teknisnya melakukan rapat paripurna tertutup, dan baru diketahui rakyat setelah RUU tersebut disahkan menjadi UU.
Kedua, Pemerintah dan DPR mengganjal putusan MK dengan tidak menerbitkan PKPU baru yang menyesuaikan putusan MK. Modus ini akan dijadikan dalih bagi KPU untuk menggunakan PKPU lama yang mengadopsi norma lama (ikut putusan MA), yang berkonsekuensi Kaesang bisa tetap mencalonkan.
Upaya untuk melegitimasi ide ini mulai bergulir. Sejumlah tokoh sudah berbicara untuk melegitimasi manuver culas ini.
Misalnya mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie, yang mengatakan jika hingga tanggal 27 Agustus 2024 PKPU yang mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi belum ditetapkan, PKPU yang berlaku pada Pilkada 2024 adalah PKPU lama berdasar putusan Mahkamah Agung.
Artinya, Kaesang Pangarep bisa mencalonkan diri di Pilkada 2024 karena memenuhi syarat sesuai berusia 30 tahun saat dilantik. Begitu pendapat Jimly.
Rakyat tidak boleh lengah. Rakyat tidak boleh teledor. Pembangkangan konstitusi telah, sedang dan akan terus mereka lakukan. Waspadalah ! Waspadalah ! []