Golkar Habis Ditebang Jokowi, Kayunya untuk Bahan Mebel Kursi Kekuasaan Anaknya

Golkar Habis Ditebang Jokowi, Kayunya untuk Bahan Mebel Kursi Kekuasaan Anaknya

Oleh: Ahmad Khozinudin, Pemerhati Politik dan Kebangsaan

Mendengar pidato Ketua Umum baru Partai Golkar Bahlil Lahadalia dan sambutan Presiden Jokowi dalam agenda Munas Partai Golkar, penulis menyimpulkan memang sudah tidak ada lagi kehormatan dan wibawa yang tersisa dari partai ini, selain syahwat kekuasaan. Kader-kader senior Golkar seperti Jusuf Kalla, Aburizal Bakrie, Agung Laksono hingga Luhut Binsar Pandjaitan tak memiliki daya meskipun hanya sehelai rambut, untuk menarik Golkar agar mendongak dan tegak berdiri di hadapan anasir eksternal Golkar yang menyerobotnya.

Bahkan Luhut Pandjaitan yang biasanya garang kepada rakyat, akan buldozer siapa pun yang menghalangi kebijakan penguasa, dalam konteks menjaga marwah dan wibawa Golkar juga tak berdaya. Luhut hanya bisa membuat video ‘memelas’ kepada segenap kader Golkar, agar Golkar tidak diatur-atur pihak eksternal.

Imbauan Luhut agar Munas Golkar dilaksanakan bulan Desember juga tak diindahkan. Pohon beringin akhirnya ditebang oleh tukang kayu, dengan modus operandi mengancam Ketumnya untuk mundur.

Jokowi sebagai pemeran tukang kayu, yang sudah diketahui secara luas aktor di balik tumbangnya Airlangga Hartarto, saat hadir di Golkar malah disambut riuh tepuk tangan dan gelak tawa. Bahlil yang merupakan operator penggergajian pohon beringin Golkar, juga secara aklamasi didapuk menjadi Ketua Umum pengganti.

Dalam Munas tersebut, Bahlil tidak punya malu mengancam kader sendiri agar tunduk pada ‘Raja Jawa’ (baca: tukang kayu), yang menurutnya ‘Ngeri’. Sementara Jokowi tanpa merasa bersalah menyatakan nyaman berada di bawah pohon beringin Golkar.

Golkar memang tak memiliki sisa wibawa. Golkar, setelah ayah kandung yang merawatnya hingga menang Pemilu 2024 ditusuk jantungnya, berdarah darah dan mati. Tapi malah dengan tangan terbuka menerima pembunuh yang tangannya masih berlumuran darah ayah kandung Golkar yang merawat Golkar selama 5 tahun terakhir, disambut gegap gempita penuh kehormatan, dan operatornya diterima secara aklamasi sebagai organ tertinggi yang mengendalikan Golkar.

Wajar saja orang yang masih punya moral seperti Wanda Hamidah dan Jusuf Hamka keluar dari Golkar. Sementara selebihnya watak dan karakternya juga tidak jauh beda dengan si tukang kayu yang menggergaji Golkar. Cuma setia pada kekuasan, bukan pada visi misi dan cita organisasi Golkar.

Benar kata Mohammad Shobari, Golkar hanyalah onderdil kekuasaan. Siapa pun bisa belanja onderdil Golkar untuk meraih dan mempertahankan kekuasan.

Kayu pohon beringin Golkar diolah untuk kursi kekuasan Gibran. Diolah lagi untuk menyiapkan kursi kekuasan Kaesang, walau yang kedua ini terganjal oleh putusan MK.

Semestinya Golkar melawan, sebab jika Airlangga yang setia saja dikorbankan, apalagi yang lain? Bahlil pun jika sudah tidak dibutukan nanti juga dibuang. Seperti diabaikannya Luhut, padahal Luhut ibarat bahu kekuasan Jokowi. Tetap saja, saat menghalangi ambisi Jokowi, opung Luhut digergaji.

Ah sudahlah. Golkar bukan partai mandiri, Golkar hanyalah pohon beringin yang digergaji tukang kayu, dan kayunya dijadikan mebel kursi untuk kekuasan anak-anak si tukang kayu. []