DPR Membangkang untuk Menjegal Putusan MK ?

Obsessionnews.com –Pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengadili uji materil Pasal 40 ayat (1) dan ayat (3) UU Pilkada (UU No. 10/2016), tiba-tiba Baleg DPR RI menggelar rapat pada Rabu (21/8/2024). Agendanya adalah Pembahasan RUU tentang Perubahan Keempat Rancangan Undang-Undang Pilkada (RUU Pilkada).
“Tentu, publik menilai poin krusial dalam UU Pilkada yang baru saja diputus oleh MK akan dianulir oleh DPR. Karena preseden seperti ini sudah pernah dilakukan oleh Presiden dan DPR,”kata pemerhati politik dan kebangsaan Ahmad Khozinudin.
Dulu, ungkap dia, saat UU Cipta Kerja dibatalkan oleh MK, alih-alih DPR memperbaiki proses pembentukan UU tersebut, malah Presiden terbitkan Perppu yang isinya hanya melegalisasi UU Cipta Kerja.
“Ketika Perppu ini sampai ke DPR, DPR langsung mengesahkannya menjadi UU. Artinya, putusan MK diabaikan dan dibatalkan oleh Perppu Presiden dan disahkan olen UU DPR,”bebernya.
Bukan mustahil, lanjutnya, putusan MK hari Rabu ini terkait ambang batas pencalonan Pilkada yang sudah diturunkan secara proporsional sesuai jumlah DPT mengikuti rumusan pendaftaran calon perseorangan, akan kembali dianulir oleh DPR melalui perubahan keempat UU Pilkada.
“Bisa saja perubahan itu dilakukan DPR dalam waktu 1 atau 2 hari ke depan sampai final, karena waktunya mepet menuju proses pendaftaran calon dalam Pilkada yang oleh KPU tanggal 27-29 Agustus 2024,”jelas Khozinudin.
Di sisi lain, ulas dia, tindakan DPR ini jika nantinya berani menganulir putusan MK (Putusan No. 60) dengan membuat norma baru yang substansinya kembali ke ambang batas 20 % perolehan kursi atau 25 % total perolehan suara, atau norma lain yang senafas, maka rakyat akan semakin marah kepada DPR dan Presiden.
Karena, menurutnya, motif dari perubahan UU Pilkada itu tidak lepas dari upaya untuk menyelamatkan kartel politik dalam KIM Plus (Koalisi Indonesia Maju Plus) dan penyelamatan putera mahkota (Kaesang) yang terganjal maju Pilkada karena putusan MK (Putusan No. 70).
Namun ia mengingatkan, di tengah kemarahan rakyat itu, secara bersamaan pula akan tumbuh kesadaran kolektif rakyat tentang utopia demokrasi, khususnya dalam isu kedaulatan rakyat dan kedaulatan hukum, yaitu:
Pertama, tindakan DPR yang nantinya akan melakukan perubahan UU Pilkada dengan menganulir putusan MK dengan membuat norma baru yang substansinya kembali ke ambang batas 20% perolehan kursi atau 25% total perolehan suara, atau norma lain yang senafas, sejatinya bukanlah mandat kedaulatan rakyat melainkan mandat kedaulatan oligarki dan kartel politik di KIM Plus.
“Artinya, ide kedaulatan rakyat dalam demokrasi itu utopia, hanya mimpi, karena kenyataannya yang berdaulat dalam demokrasi adalah oligarki dan partai politik,”jelasnya.
Kedua, tindakan DPR yang membangkang pada putusan MK, yang nantinya akan membuat norma baru yang substansinya kembali ke ambang batas 20 % perolehan kursi atau 25 % total perolehan suara, atau norma lain yang senafas, sejatinya bukanlah mandat hukum dan konstitusi melainkan mandat kedaulatan oligarki dan kartel politik di KIM Plus.
“Artinya, ide kedaulatan hukum dalam demokrasi itu juga utopia, hanya mimpi, karena kenyataannya yang berdaulat dalam Demokrasi adalah oligarki dan partai politik,”tegas dia. (Red)