Janji Pemimpin yang Terlupakan

Janji Pemimpin yang Terlupakan
Oleh : As'ad Bukhari, S.Sos., MA, Analis Kajian Islam, Pembangunan dan Kebijakan Publik Sistem demokrasi tujuan intinya ialah memilih pemimpin yang akan menempati jabatan strategis memegang amanah dan mengurusi hajat hidup orang banyak di ranah publik karena dipilih serta dipercaya menggunakan uang rakyat yang terhimpin di APBD dan APBN. Terpilihnya seorang pemimpin tentu banyak faktor yang mempengaruhinya dari cara yang bersih sampai cara yang kotor pun ada, bahkan dari jalan perjuangan secara sehat sampai pada jalan perjuangan secara pengkhianatan terhadap kolega atau partner politiknya. Semua punya intriknya masing-masing dalam memainkan peran politik disetiap kontestasi demokrasi. Salah satu faktor paling berpengaruh ialah ketika pemimpin dipilih saat berjanji atau janji-janji ketika kampanye sebelum di hari pemilihannya yang itu erat kaitanya dengan visi, misi, tujuan, program dan kebijakan yang telah disampaikan serta sosialisasikan yang terbungkus sebagai janjinya pemimpin. Baik itu yang berkontestasi di ranah legislatif ataupun eksekutif. Janji itu semestinya ukuran sadar dan konkritnya seorang pemimpin apabila ia terpilih dan dipercaya oleh suara mayoritas rakyatnya yang ketika berkuasa ia mampu menunaikan satu persatu tanpa kesulitan dan hambatan sekalipun jalannya tidak selalu mulus sebab pasti adanya barisan penolaknya sesama kolega politiknya. Yang jelas pemimpin harus memegang janjinya sampai ia memiliki kekuasaan dan dibuktikan kepada rakyatnya. Pemimpin yang mudah mengobral janji namun bila kesulitan untuk merealisasi, kemungkinan itu pemimpin yang tidak memimpin. Artinya meski ia pemimpin tapi jiwa, raga, pikiran, dan sikapnya dipimpin oleh orang yang mengendalikannya karena mendapatkan jalan dari orang kuat yang berada di belakangnya. Obral janji pemimpin itu memang tidak salah dan sangatlah wajar, akan tetapi menjadi salah dan penuh ketidakwajaran dikarenakan justru mengingkarinya atau malah merealisasikan atau membuktikan sesuatu yang bukan justru janjinya di masa lalu. Antara janji ucapan tidak sejalan dengan realisasi pembuktian yang dilakukan selama memimpin. Akibatnya masa kekuasaan dan kepemimpinan hanya sebagai kedok belaka, selebihnya membuktikan janji yang datang dari orang-orang yang telah mempengaruhinya karena berbagai banyak faktor. Hal itu menjadi pemimpin yang tidak beribawa dan tidak punya kualitas, kapasitas dan kapabilitas terhadap janji-janjinya yang diobral pada masa lalu ketika berkampanye. Janji juga bagian dari amanah serta tanggung jawab yang tranaparan, terbuka, dan tertuang jelas di hadapan rakyat serta publik. Itulah kenapa pemimpin yang memegang janjinya adalah manusia yang berdedikasi tinggi, meski semua janji itu tidak secepat kilat mewujudkannya karena perbedaan tempo, waktu serta durasi yang berbeda-beda. Janjinya pemimpin yang terlupakan kali ini ialah pemimpin yang banyak obral janji tanpa memikirkan secara matang terhadap apa yang diucapkan melalui janjinya sedangkan dirinya kesulitan memimpin diri sendiri serta orang-orang yang di belakang dan di sekelilingnya yang justru paling banyak kepentingan janjinya. Janjinya terlupakan akibat terlalu sibuk melayani orang-orang yang telah mengantarkannya pada kursi kekuasaan dengan transaksi yang cukup besar. Sehingga pemimpin memiliki beban moral, beban psikologis, beban pikiran, beban kekuasaan dan beban kebebasan mengambil keputusan. Semua janji-janjinya kepada rakyat terlupakan satu per satu ketika telah berkuasa karena sibuknya melayani tuannya yang berjasa padanya. Justru pemimpin ini akan terus banyak mengumbar janji kembali ketika nanti masa kekuasaan akan habisa serta berakhir. Janjinya pemimpin yang terlupakan adalah bentuk moralitas kepemimpinan yang rendahan kualitas manusia tak bernilai, tak beradab, tak berkapasitas dan tak berkemanusiaan. Maka janjinya yang sesungguhnya terlupakan dan melakukan yang bukan apa yang telah dijanjikannya. Rakyat harus tahu, bahwa betapa pentingnya melihat kualitas pemimpin yang konsisten terhadap ucapan janjinya baik masa pra kuasa sampai proses kuasa dan pasca kuasanya pemimpin yang dipilihnya. Jangan sampai pemimpin yang dipilih menjadi cerminan buruk rakyatnya sendiri sehingga mempermalukan bangsanya di kancah nasional dan internasional. Bangsa yang bermartabat dan terhormat akan diwakilkan serta diwakili oleh pemimpinnya. Bangsa lain menjadi semena-mena, sepele dan merendahkan bangsa kita akibat dari melihat kualitas pemimpinnya yang sangat rendahan kualitas jalanan dan lokal niradab bukan yang beradab. Konsistensi pemimpin tidak hanya dilihat dari ucapan, janji, perbuatan saja melainkan sikap keberpihakan, prestasi ketika kuasa atau tidak kuasa, senantiasa membangun bangsa secara mandiri tanpa harus menunggu tangan pemerintah, kepedulian terhadap rakyatnya yang paling kecil dan jelata dan kemampuannya merangkul rakyatnya yang elit dan konglomerat. Begitu pentingnye mengenal pemimpin yang lurus pikiran, ucapan, perbuatan dan dedikasinya. Jangan sampai rakyat menaruh harapan dan memberikan kepercayaan pada pemimpin yang terus dan selalu melupakan janjinya. Jangan hari ini berjanji, esok berjanji, lusa berjanji dan tahun-tahun berikutnya berjanji tapi tidak direalisasi. Atau lain yang dijanjikan lain pula yang diwujudkan dan realisasikan. Ketidakteguhan pemimpin yang apabila membangun negerinya bukan atas dasar janjinya dan kampanye dulu, maka dipastikan dia pemimpin yang bukan berkerja untuk rakyatnya melainkan untuk orang-orang yang telah mengendalikannya baik anak negeri atau bangsa asing akibat investasi maupun diplomasi yang overaction, overagresive, dan overinterest. Karena tidak semua pemimpin itu bekerja untuk rakyat dan negaranya melainkan ia bekerja untuk yang berkepentingan disekeliling maupun dibelakangnya. Sehingga ia melupakan banyak janjinya dan bahkan sengaja ia lupakan karena bekerja keras memang untuk merealisasikan janji tuan-tuannya. Pemimpin sangat rendah lidah mengucapkan banyai janji tapi tidak ditepati dan buktikan, melainkan menepati janji tuannya apalagi hanya sebagai petugas di kendaraan politiknya. Janjinya pemimpin yang terlupakan sama saja mengkhianati nusa, bangsa, negara dan agama. Tentu mengkhianati Pancasila, UUD 1945,  NKRI
dan kebhinekaan. Tidak hanya itu pula mengkhianati kemanusiaan, keadilan dan kesejahteraan seluruh rakyat dan itulah pemimpin yang menantang ayat-ayat Tuhan, ayat-ayat konstitusi dan ayat-ayat hati hurani rakyatnya. []