Buruk Pilpres Jangan Berlanjut di Pilkada

Buruk Pilpres Jangan Berlanjut di Pilkada
Obsessionnews.com - Buruk Pilpres 2024 jangan sampai berlanjut di pilkada. Cawe-cawe Presiden Jokowi, diharapkan tidak terulang pada Pilkada Serentak 2024. Pengamat politik Ray Rangkuti menengarai pemilu dan pilkada 2024 jadi pintu masuk berkembangnya nepotisme dan upaya membangun dinasti politik. Manuver politik belakangan ini menunjukkan bahwa ada daerah-daerah tertentu melalui pilkada yang dikapling oleh dinasti. Baca juga: Demokrat Butuh Waktu Umumkan Nama untuk Diusung di Pilkada DKI, Jabar, dan Jateng “Sehingga nanti keluarga tertentu saja yang memerintah di daerah-daerah tertentu secara terus-menerus. Jadi, apakah pemilu dan pilkada sekadar untuk melegalisasi nepotisme?” kata Ray dalam sebuah acara diskusi yang digelar Para Syndicate, di Jakarta, Jumat (21/6). Ray menyorot upaya mengusung Ketum PSI Kaesang Pangarep pada pilkada. Sinyalemen Kaesang maju muncul dari putusan MA yang mengoreksi syarat usia calon kepala daerah. Situasi ini mengingatkan putusan MK yang memberi jalan Gibran Rakabuming maju dan memenangi Pilpres 2024. Putusan tersebut, kata Ray, menjadi awal pelaksanaan pemilu terburuk sepanjang sejarah Republik berdiri. Dirinya khawatir, buruknya pelaksanaan Pemilu 2024 baik dari sisi substantif maupun teknis, terjadi pada pilkada. Ray yakin politisasi bansos hingga politik uang, yang dianggap tak terbukti secara hukum oleh MK dan Bawaslu kembali terjadi pada proses Pilkada. Direktur Eksekutif Para Syndicate membeberkan tiga indikasi yang menunjukkan keburukan pemilu terulang pada pilkada. Indikasi pertama, Jokowi bakal melakukan cawe-cawe melalui instrumen Koalisi Indonesia Maju (KIM). Peluang Jokowi cawe-cawe bisa dilihat dari majunya menantu Bobby Nasution pada Pilgub Sumut. “KIM akan tetap kompak. Ini bisa jadi kendaraan politik bagi Jokowi agar tetap memberi pengaruh, terutama setelah dirinya selesai jadi presiden Oktober nanti,” kata Ari. Indikasi kedua, lanjut Ari, masih terjadi instrumentasi hukum yang ditengarai untuk kepentingan melanggengkan dinasti politik penguasa. Indikasi ini bisa dilihat dari putusan MA. “Ini persis polanya seperti yang terjadi menjelang Pilpres, di mana MK saat itu menerbitkan putusan yang menjadi karpet merah bagi Gibran ke pilpres,” terangnya. Selanjutnya, indikator ketiga, menurut Ari, ada potensi penyelewengan demokrasi dan konstitusi melalui politisasi bansos dan politik uang. Politisasi bansos berpotensi kembali terjadi, mengingat kebijakan penyaluran bansos dikabarkan akan dilanjutkan Presiden Jokowi sampai Desember 2024. (Erwin)