Pemanfaatan Tanah di IKN yang Penting Diketahui Notaris

Obsessionnews.com - Undang-Undang No. 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN) telah ditetapkan pada tanggal 15 Februari 2022. Beleid teranyar tentang IKN itu dibuat antara lain untuk memperluas kewenangan Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) selain menjadi IKN dan pelaksanaan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Otorita IKN. Hal inilah yang melatarbelakangi Kelompok Diskusi Notaris, Pembaca, Pendengar dan Pemikir (Kelompencapir) untuk kembali menyelenggarakan diskusinya yang ke-52 secara daring dengan mengangkat tema “Pemanfaatan Hak Atas Tanah di IKN” pada Selasa (21/5/2024). Baca juga: Menteri Suharso Tegaskan Hak Milik atas Tanah Dibolehkan di IKN
Dikutip dari siaran pers yang diterima obsessionnews.com, Rabu (22/5), diskusi tersebut menghadirkan para narasumber yang berkompeten di antaranya Sekretaris OIKN Dr. Achmad Jaka Santos Adiwijaya, Dr. I Made Pria Dharsana dan Dr. Nurnaningsih dengan dipandu oleh Dr. Dewi Tenty Septi Artiany. Perkembangan di IKN ini menjadi sangat penting untuk diketahui oleh para notaris terkait apa saja aturan seputar pemanfaatan tanah di IKN. Diskusi ini selain bertujuan sebagai sarana sosialisasi kebijakan pertanahan di IKN juga untuk mengurangi distorsi informasi tentang pemanfaatan tanah dan tata kelolanya di IKN. Perumusan UU-nya sendiri sebagaimana kita ketahui banyak menimbulkan perdebatan dan kontraversi terutama berkenaan dengan tanah adat dan pemberian hak atas tanah yang jangka waktunya melebihi ketentuan yang ditetapkan oleh UUPA. Dengan visi “Menjadi Bagian dari Indonesia Emas 2045”, perumusan UU ini terus dilaksanakan hingga terbitnya Undang-Undang No 3 th 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN) telah ditetapkan pada 15 Februari 2022. Pada pasal 15A UU No. 3/2022 yang mengatur tanah di IKN terdiri dari Barang Milik Negara (BMN), barang milik OIKN, tanah milik masyarakat, dan tanah negara. Tanah yang ditetapkan sebagai barang milik OIKN merupakan tanah yang tidak terkait dengan penyelenggaraan urusan pemerintah pusat dan diberikan hak pengelolaan kepada OIKN. Di atas tanah hak pengelolaan OIKN itu dapat diberikan hak atas tanah. Selanjutnya Pasal 15A ayat (3) menyebutkan, “Otorita Ibu Kota Nusantara dapat melepaskan hak pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)”. Sedangkan ayat (9) menyebutkan, “Hak pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dapat dilepaskan dalam hal diberikan hak milik, dilepaskan untuk kepentingan umum, atau berdasarkan ketentuan yang diatur Peraturan Presiden”. Dengan luas IKN 322.429 Ha atau 4 kali luas DKI Jakarta 252.660 Ha terdiri dari daratan dan sisanya berupa perairan dan dari luas daratan tersebut hanya 25 % saja yang dapat dibangun. Di awali dengan adanya moratorium (larangan pengalihan hak atas tanah) di IKN yang sempat mengejutkan baik masyarakat maupun PPAT rupanya maksud dari adanya larangan tersebut adalah sebagai upaya pencegahan penguasaan tanah oleh para spekulan yang biasa membeli tanah dari mayarakat dengan harga murah untuk kemudian dijual kembali kepada pengembang. Selain moratorium juga adanya ketentuan tentang pemanfaatan lahan yang diambil alih harus jelas peruntukannya, hal ini untuk mencegah penyalahgunaan sebagai akibat dari pengalihan atas tanah tersebut. Sebagaimana kita ketahui UU No 3 Tahun 2022 telah diperbaharui dengan UU No 21 Tahun 2023 yang mengatur hak atas tanah, yaki pertama hak pakai. Kedua, hak pengelolaan. Ketiga hak milik, HGU, HGB, dan tanah yang di kuasai oleh pihak yang berhak sesuai perundang-undangan dengan jangka waktu yang sudah di tetapka. Tentang jangka waktu yang ditetapkan ada beberapa catatan, yaitu pertama, hHendaknya negara tidak memberikan karpet merah kepada investor asing dengan iming-iming kemudahan secara kebablasan Kedua, jangka waktu sebagai sweeteners jangan akhirnya menjadi bumerang bagi masyarakat setempat sehingga sulit mengelola tanah pada wilayahnya sendiri. Ketiga, perlu adanya pola kerja sama pemanfaatan semacam BOT atau KSO dengan perjanjian yang sama- sama menguntungkan baik bagi masyarakat setempat, dan investor. Keempat, perlu adanya keseimbangan/balancing antara kebijakan pemerintah dengan kepentingan umum. Kelima, ketentuan yang jelas dan tegas terhadap tanah yang diterlantarkan dengan pencabutan dan pembatalan hak yang sudah diberikan. Berkenaan dengan pengambil alihan lahan masyarakat dalam diskusi ini disampaikan perlunya memperhatikan hal-hal sebagai berikut: Pertama, pemaknaan kepentingan umum dan hak menguasai negara. Kedua, hak ulayat berdasarkan komunalistik religius. Ketiga, pelibatan tokoh masyarakat dan adat dalam proses perencanaan. Keempat, pelibatan tokoh masyarakat dan adat dalam proses penetapan lokasi. Kelima, perizinan (RTRW Amdal). Keenam, lembaga appraisal dan nilai ganti rugi. Ketujuh, konsinyasi. Kedelapan, pengawasan dan pendampingan. Di akhir diskusi ini disampaikan perlunya untuk mengingat kembali bahwa tanah mempunyai sifat sosial, yang dapat diartikan ini sebagai upaya untuk mengurangi tindakan represif dan hal lain yang menimbulkan adanya konfik. Masyarakat dapat juga diajak untuk perpartisipasi dalam pembangunan IKN secara suka rela di mana pemerintah dengan sosialisasi yang cukup menyampaikan visi IKN tersebut sehingga masyarakat dapat timbul willingness atau kerelaannya melepaskan tanah sebagai bentuk keikutsertaannya dalam pembangunan menuju Indonesia Emas 2045. (arh)
