Aktivis Rasa Relawan, Partai Politik Rasa KerajaanÂ

Oleh: Chris Komari, Activist for democracy Rumah Demokrasi Moderen (RDM) Kongkalikong, rekayasa dan manipulasi Undang-Undang (UU) lewat DPR RI oleh para penguasa di pemerintah pusat untuk mengusai sektor-sektor penting yang mengusai hajat hidup orang banyak, menguasai hasil bumi dan mineral, untuk menguasai SDA daerah, asset negara, dana APBN, BUMN dan proyek-proyek APBN, menjadikan kualitas kehidupan rakyat daerah semakin buruk. Ketika penguasa punya mau, RUU begitu mudah lolos lewat DPR, meskipun RUU itu merugikan kepentingan rakyat dan kedaulatan tertinggi rakyat. Seperti UU Minerba, UU Omnibuslaw, dan UU Kementerian. Proses pembuatan RUU harusnya di-overhaul, tidak boleh hanya atas persetujuan Pemerintah dan DPR saja, tanpa melibatkan partisipasi dari masyarakat sipil (rakyat umum). Hampir 95% kekayaan bangsa dan negara digunakan untuk memberikan jaminan, tunjangan, biaya operational, gaji, fasilitas, kehormatan dan penghormatan dalam APBN kepada para pejabat pemerintah pusat, mulai dari Presiden, Wakil Presiden, anggota Kabinet Kementrian, Anggota DPR, pejabat BUMN, KPU, Bawaslu, TNI, Polri, KPK, MK, KY dan MA dan tentunya tunjangan keluarga mereka. Sementara itu rakyat daerah yang memiliki SDA yang melimpah pun hanya mendapatkan Dana Bagi Hasil (DBH) berupa royalties dan profit sharing antara 2,5% hingga 5%, dan itu pun tidak dirasakan oleh rakyat kecil, dana itu masuk APBD yang hanya dinikmati oleh mayoritas para pejabat tinggi daerah. That's unfair, unjust dan disproportional...!!! Pejabat pemerintah pusat keenakan menikmati semua fasilitas dari APBN, sementara itu rakyat daerah yang memiliki SDA melimpah masih hidup di bawah garis kemiskinan dan dan hidup menderita dengan $2 dollar per hari. Padahal dalam UUD 1945 itu disebutkan: "kedaulatan tertinggi ada di tangan rakyat", Tetapi kenapa rakyat Indonesia menjadi powerless, tidak memiliki kekuasaan dan kedaulatan apa-apa...??? Dalam UUD 1945 disebutkan dengan sangat jelas disebutkan bahwa kedaulatan tertinggi itu bukan berada di tangan pemerintah pusat, bukan di tangan Presiden, bukan di tangan MPR, DPR, MK, KPU, BAWASLU, POLISI, TNI atau di tangan Ketua Umum Partai Politik. Jawaban singkatnya adalah: "....karena rakyat Indonesia belum (tidak) memiliki satu mekanisme yang bisa dipakai untuk mempertahankan kedaulatan tertingginya kapan saja dibutuhkan oleh rakyat....!!!" Itulah pentingnya rakyat memiliki mekanisme "HAK RECALL" dan "RECALL ELECTION" untuk mempertahankan kedaulatan tertingginya. Ada 3 fakta kebusukan politik, kebusukan pejabat negara dan pemerintah yang tidak disadari oleh banyak masyarakat luas di tanah air. Tetapi anehnya, para aktivia oposisi (rasa relawan capres) selalu protes dan demo yang ditujukan kepada para golongan elite;penguasa, oligarki politik dan oligarki ekonomi, yang jelas tidak akan peduli dan tidak akan berubah, hanya karena demo kumpul-kumpul di jalan sambil membawa baliho yang besar dan teriak-teriak di microphone, 1 atau 2 hari. Mereka sudah terlalu nyaman...!!! Why would they change ketika sudah nyaman dengan ekses kekuasaan, mahar politik, gaji, fasilitas, biaya operasional, kesejahteraan, kemakmuran, kehormatan dan penghormatan dari publik dan dari fasilitas negara yang dijamin oleh APBN, SDA daerah dan hasil pemungutan PAJAK...? Think about it....!!! A). Dari semua institusi negara yang mengelola politik pemerintahan di tanah air, mana yang tidak korup dan masih bisa di percaya oleh rakyat...??? B). Dari semua pejabat negara di pemerintahan pusat dan pemerintah daerah, termasuk para pejabat BUMN dan BUMD. Sebutkan institusi mana dan pejabat negara yang mana dan siapa, yang masih bisa dipercaya oleh rakyat untuk mengelola SDA bangsa, pendapatan PAJAK, dana APBN dan APBD secara fair, proportional dan adil...??? C). Dari 24 partai politik yang ada sekarang ini, partai politik mana yang benar-benar mewakili kepentingan rakyat dan benar-benar menghormati, menjamin dan membela kedaulatan tertinggi rakyat agar tetap di tangan rakyat....??? Tidak ada sama sekali....!!!! Bila rakyat tidak memiliki kekuasaan, mekanisme dan kedaulatan untuk "mengoreksi" kebobrokan pejabat negara dan budaya politik yang sudah terlalu korup. Apalagi rakyat sudah tidak memiliki kepercayaan kepada institusi pemerintahan dan pejabat negara yang mengelola SDA bangsa, pendapatan pajak , dana APBD dan dana APBD secara fair, proportional dan adil, maka itu sama saja tidak ada kedaulatan rakyat dan tidak ada demokrasi. Sistem pemerintahan seperti itu hanya membawa penderitaan rakyat yang semakin berkepanjangan. (*)