Harga Beras Melonjak Akibat Jadi Bansos untuk Suap Pemilih Pemilu

Obsessionnews.com - Harga beras tiba-tiba naik, rakyat menjerit, elite masih sibuk urusan kekuasaan. Beras naik, diduga karena ada stok berkurang diborong para politisi untuk bansos dalam rangka menyuap pemilih. Karena tingginya permintaan (demand) beras, maka harga merangsek naik. “Kesempatan ini, tidak di sia-siakan oleh kartel mafia beras. Mereka, segera mengambil aksi ambil untung dengan menahan stok mereka sehingga beras harganya menjadi naik bukan karena tingginya permintaan, tetap terhambatnya suplai karena penimbunan,” kata pemerhati politik Ahmad Khozinudin, Kamis (22/2/2-24). Menurutnya, para politisi penyebab awal beras mahal, para oligarki dan kartel beras mengamplifikasi kenaikan beras hingga membumbung. Terbukti, hingga saat ini suplai beras di sejumlah toko retail, baik Indomaret, Alfamart, alfamidi, dan lain-lain kosong. Ada upaya mafia kartel beras menahan stok, hingga harga tertentu yang mereka kehendaki. Setelah harga melambung, baru mereka buang stok ke pasar dengan meraih untung beliung. “Setelah mafia kartel beras mendapatkan untung dari aksi menahan stok (baca: menimbun), berikutnya penguasa akan aksi ambil untung dari isu kenaikan beras. mereka akan import beras, dengan dalih untuk menjaga stok agar harga beras turun, juga persiapan Ramadan dan Idulfitri,” ungkapnya. Setelah memeras rakyat dari kenaikan harga beras, lanjutnya, penguasa kembali menginjak petani padi. Kenaikan harga beras yang menyengsarakan rakyat, tidak dinikmati petani padi. Tapi menjadi untung beliung kartel beras dan para penguasa pemburu rente yang melakukan import. Padahal, tegas dia, jika Islam diterapkan tak ada masalah dengan harga beras dan harga pangan lainnya. Kalaupun naik, itu alami karena hukum suplay and demand (penawaran dan permintaan), yang menjadi berkah dan menguntungkan petani. “Bukan seperti saat ini, hukum pasar tidak berlaku alamiah. Tapi ada tangan tidak terlihat, berupa intervensi kartel mafia beras yang menimbun stok, juga tangan kekuasaan yang akan memanfaatkan situasi untuk dalih import,” tandas Khozinudin. Lagi pula, menurut dia, biang keroknya adalah Pemilu. Karena Pemilu, ada permintaan tinggi yang tidak alami. Bukan untuk konsumsi sehari-hari, tetapi untuk menyuap suara rakyat. “Dari situlah mafia beras memanfaatkan situasi atas kenaikan harga beras saat Pemilu. Menahan stok, hingga harga membumbung lalu melepas stok dan dapat untung beliung. Aparat yang melihat ini hanya menonton sambil minta jatah preman, bukan memaksa stok dikeluarkan. Mafia beras hanya mengambil sedikit dari alokasi keuntungan, untuk menyuap aparat dan pejabat, agar stok mereka tetap aman digudang dan baru diedarkan setelah harga sesuai dengan keinginan,”ungkapnya pula. “Luar biasa jahat penguasa! Mereka terus menyiksa rakyat dengan kebijakan zalim. Tidak ada gunanya Pemilu, yang selalu menyusahkan rakyat,” tambahnya. Padahal, jelas Khozinudin, Islam melarang menimbun dan diberikan sanksi hisbah. “Islam juga memudahkan proses peralihan kekuasaan, hanya tiga hari untuk membai'at Khalifah, sehingga tidak butuh proses Pemilu berbulan bulan. Islam juga mengharamkan suap, sehingga tidak perlu menjadi penguasa dengan suap,” paparnya. (Red)