Pencalonan Gibran Diwarnai Pelanggaran Etika Lagi

Obsessionnews.com - Pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) pada Pilpres 2024 diwarnai pelanggaran etika lagi. Untuk yang kedua kalinya. Pencalonan ini sangat dipaksakan, dengan menentang demokrasi. Sebelumnya, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) juga memutuskan Ketua MK Anwar Usman, yang juga paman Gibran, atau adik ipar Presiden Joko Widodo (Jokowi), melanggar kode etik berat, terkait uji materi batas usia calon presiden dan calon wakil presiden. Baca juga: Ketua KPU Terbukti Langgar Kode Etik Terkait Pencalonan Gibran Rakabuming Sebagai Cawapres “Kali ini, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memutuskan seluruh anggota komisioner KPU melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu terkait pendaftaran Gibran sebagai Calon Wakil Presiden mendampingi Prabowo Subianto,” ungkap Prof Dr Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies), Rabu (7/1/2024). Oleh karena itu, lanjutnya, DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada seluruh anggota komisioner KPU. Khusus kepada Hasyim Asy’ari, Ketua KPU, DKPP memberi sanksi peringatan keras terakhir. “Peringatan keras terakhir? Sungguh aneh. Memang ada berapa banyak peringatan keras?” tanda Anthony mempertanyakan. Sanksi dari DKPP ini, jelas dia, terkesan main-main. Tidak serius. DKPP seharusnya memberhentikan, setidak-tidaknya Ketua KPU Hasyim Asy’ari. “Karena, pelanggaran kode etik komisioner KPU kali ini bukan masalah kode etik semata, yang hanya menyangkut persoalan pribadi, seperti pelanggaran moral dan etika Ketua KPU dengan “wanita emas” Hasnaeni, yang tidak mempunyai dampak langsung terhadap suksesi kepemimpinan nasional,” terangnya. Tetapi, menurut Anthony, pelanggaran kode etik para komisioner KPU kali ini sangat serius, karena menyangkut pelanggaran peraturan dan undang-undang, dengan dampak sangat serius bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Berdasarkan persidangan DKPP, KPU terbukti melanggar Peraturan KPU No 19 Tahun 2023, Pasal 13 ayat (1) huruf q, tentang Persyaratan Calon yang berbunyi, calon Presiden dan calon Wakil Presiden berusia paling rendah 40 tahun. Pada saat pendaftaran bakal calon Wakil Presiden, Gibran tidak memenuhi Persyaratan Calon, sehingga KPU seharusnya tidak menerima pendaftaran Gibran. Dengan kata lain, pendaftaran Gibran menjadi cacat hukum, alias tidak sah. Pelanggaran terhadap Peraturan KPU secara otomatis juga melanggar UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Karena, Peraturan KPU merupakan pelaksanaan Undang-Undang Pemilu, seperti diatur di Pasal 75 ayat (1) dan ayat (2): (1) Untuk menyelenggarakan Pemilu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, KPU membentuk Peraturan KPU dan Keputusan KPU. (2) Peraturan KPU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pelaksanaan peraturan perundang-undangan. Menurut Anthony, semua alasan KPU untuk membenarkan pendaftaran pencalonan Gibran, terbantahkan dalam persidangan DKPP. Alasan, Putusan MK “bersifat final”, juga tidak bisa menjadi alasan untuk melanggar Peraturan KPU dan Undang-Undang Pemilu. “Karena Putusan MK No 90/PUU-XXI/2023 pada 16 Oktober 2023, yang meloloskan Gibran menjadi calon Wakil Presiden, masih bermasalah hukum. Putusan tersebut digugat masyarakat ke Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MK) karena juga (terindikasi) melanggar moral, etika dan hukum,” tutur Anggota Petisi 100 ini. Majelis Kehormatan MK mulai memeriksa para hakim Konstitusi pada 31 Oktober 2023, dan membacakan hasil pemeriksaan atau putusan Majelis Kehormatan MK pada 7 November 2023. Selama periode pemeriksaan (31 Oktober – 7 November 2023), nasib Putusan MK No 90/PUU-XXI/2023 menjadi tidak pasti. Karena, menurut Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie, Putusan MK tersebut bisa (masuk akal) dibatalkan. Hal ini disampaikan oleh Jimly Asshiddiqie pada 2 November 2023, seperti dimuat di berbagai media. “KPU melangga kode etik, pencalonan Gibran cacat moral, etika dan hukum, sehingga mengakibatkan ketidakpastian politik,” tegas Anthony. (Red)