Polisi Korsel Tanggung Jawab Atas Tragedi Halloween yang Tewaskan 156 Orang

Kepala polisi Korea Selatan (Korsel), Selasa (1/11/2022), secara tegas menyatakan bertanggung jawab bahkan memikul “tanggung jawab berat” karena gagal mencegah gelombang massa pada perayaan Halloween di Seoul yang menewaskan lebih dari 156 orang. Yoon Hee Keun mengatakan, “Sebagai kepala salah satu kantor pemerintah terkait saya merasakan tanggung jawab berat kepada orang-orang yang pasti terkejut sewaktu melihat insiden ini.” Ia mengatakan para petugas tidak efektif dalam menangani panggilan telepon darurat yang memperingatkan tentang penuh sesaknya distrik Itaewon, kawasan hiburan malam yang populer. Yoon mengatakan penyelidikan awal mendapati bahwa ada banyak telepon darurat dari warga yang memberitahu pihak berwenang mengenai kemungkinan malapetaka pada Sabtu malam lalu. Tetapi para petugas yang menerima telepon itu tidak memberi tanggapan yang memuaskan, lanjut Yoon. Ia pun mengatakan investigasi internal akan menyelidiki lebih jauh cara penanganan para petugas terhadap panggilan telepon darurat dan isu-isu lain, seperti tanggapan langsung mereka terhadap lonjakan massa. “Kami akan melakukan yang terbaik untuk mencegah peristiwa tragis ini terjadi lagi,” kata Yoon. Pemerintah menghadapi pengawasan publik yang kian besar mengenai apakah lonjakan massa dapat dicegah dan siapa yang bertanggung jawab. Presiden Yoon Suk Yeol, yang menyatakan masa berkabung nasional selama sepekan, meletakkan bunga di tempat peringatan darurat di dekat lokasi bencana itu hari Selasa (1/11). Ratusan orang juga telah memberikan penghormatan kepada para korban bencana terburuk di negara itu dalam beberapa tahun ini. Polisi menganalisis video yang diambil oleh sekitar 50 kamera keamanan di kawasan Itaewon dan klip video yang diposting di media sosial. Mereka juga mewawancarai para saksi mata untuk mengetahui pasti kapan dan di mana lonjakan massa mulai terjadi dan bagaimana perkembangannya. Di antara korban tewas terdapat 26 warga negara asing. Pesta Halloween di distrik Itaewon, berujung tragedi mengerikan menyebabkan lebih 156 orang tewas. Hingga kini, penyebab insiden ini masih dalam proses penyelidikan. Kejadian itu bermula saat semakin banyak orang memadati jalan yang menanjak. Kemudian ada orang yang jatuh dan menimpa massa di bawah. Orang-orang kemudian panik dan para pengunjung saling injak. Petugas lalu berusaha keras menarik beberapa orang keluar dari kerumunan. Namun, puluhan orang sudah terkapar dan mengalami henti jantung. Kerumunan di Korea Selatan dalam jumlah besar bukan kali pertama. Pada 2017 lalu, sekitar 200 ribu orang hadir untuk merayakan festival Halloween. Saat itu, acara berjalan lancar dan tak ada korban jiwa. Dua dekade sebelumnya yakni pada 2002, jutaan orang mengenakan kaus merah membanjiri jalan-jalan. Mereka menyemangati tim nasional Korsel yang bertanding di Piala Dunia. Di kerumunan ini, juga tak ada korban tewas. Pakar manajemen keamanan kerumunan yang berbasis di Inggris, Steve Allen, mengatakan nihil rencana manajemen kerumunan menjadi alasan utama tragedi itu. "Saya tak melihat polisi di salah satu rekaman, saya juga tak melihat bentuk manajemen kerumunan," kata Allen kepada Korea Times, Senin (31/10). Ia juga menyebut distrik itu merupakan destinasi populer, Allen juga meyakini Halloween ini merupakan pertama sejak aturan jarak sosial dicabut, sehingga dengan sendirinya meningkatkan risiko kerumunan. "Arus kerumunan dua arah, jalan-jalan sempit, volume kerumunan tanpa kontrol adalah faktor yang menonjol pada tahap ini," ujar dia. Menurut laporan, polisi Korea Selatan mengerahkan 137 personel ke Itaewon pada Sabtu lalu. Mereka tak mengira kerumunan akan sebesar itu. Tak seperti aksi unjuk rasa, demonstrasi atau festival yang biasanya diorganisir lalu dilaporkan kepada pihak berwenang sebelumnya, polisi tak memperkirakan pertemuan massal malam itu. Namun, Allen tetap meyakini bahwa beberapa bencana kerumunan bisa diprediksi dan dicegah. Lebih jauh, ia menerangkan langkah utama mencegah bencana kerumunan adalah pemantauan efektif dari personel kompeten, memiliki staf khusus manajemen kerumunan dan berbagi informasi awal dari berbagai metode termasuk media sosial.(VOAIndonesia/CNN/Red)