Sri Lanka Dililit Utang, Ekonomi Hancur dan Nasib RS Memburuk

Sri Lanka Dililit Utang, Ekonomi Hancur dan Nasib RS Memburuk
Negara Sri Lanka sedang dilanda krisis utang, ekonomi hancur hingga nasib rumah sakit (RS) pun memburuk karena kehabisan obat, layanan kesehatan kolaps jika tidak ada bantuan. Para dokter di Sri Lanka mengatakan sudah banyak rumah sakit kehabisan obat-obatan dan persediaan penting karena krisis ekonomi negara itu memburuk. Mereka takut munculnya bencana kesehatan jika bantuan internasional tidak segera datang. "Hari demi hari semuanya habis. Jika kita sampai pada titik nol, maka saya tidak tahu apa yang akan terjadi," kata Dr Gnanasekaram dengan cemas. Sebagai sekretaris jenderal Asosiasi Spesialis Medis Sri Lanka, ahli bedah itu sibuk menyusun daftar obat-obatan yang hampir habis di rumah-rumah sakit di Ibu Kota Kolombo. "Kami kekurangan obat-obatan, obat bius, implan, bahan jahitan. Kami hampir kehabisan stok. Layanan kesehatan akan kolaps kecuali ada bantuan segera," katanya. "Saya bertemu Dr Gnanasekaram di sela-sela jam praktiknya - dia berharap wawancara ini akan mendorong para donatur internasional untuk bergerak." Jika persediaan tidak segera diisi ulang, dokter memperingatkan dampak yang mengerikan. "Jika itu terjadi, mungkin ada situasi di mana kami tidak akan bisa menyelamatkan nyawa pasien." Sri Lanka berada di tengah krisis ekonomi terburuk dalam sejarah. Negara ini mengimpor sekitar 85% dari pasokan medisnya. Tetapi dengan cadangan mata uang asing yang menipis, obat-obatan esensial sekarang sulit didapat. Di kantornya di rumah sakit anak terbesar di Sri Lanka, Lady Ridgeway, direktur medis Dr Wijesuriya menunjukkan kepada saya secarik kertas bertuliskan daftar obat-obatan esensial. Di sebelah nama obat, ada kolom yang menunjukkan ketersediaan. Beberapa seperti atracurium - digunakan untuk anestesi - hanya memiliki stok tersisa dua bulan. Tetapi ketika saya memindai daftar itu lebih jauh, persediaan obat-obatan lain bahkan lebih sedikit. Stok obat penghilang rasa sakit fentanyl hanya tinggal dua minggu lagi, sementara tiga jenis antibiotik sudah "habis". Untuk saat ini Dr Wijesuriya mengatakan dia mengelola kekurangan obat itu dengan sejumlah pengganti. Dia tetap optimistis bahwa pemerintah akan menemukan cara untuk mendapatkan apa yang dibutuhkan pasien-pasiennya. Namun para dokter di garis depan jauh dari perasaan optimistis. Banyak yang mengaku mereka telah diberitahu oleh pemerintah bahwa mereka tidak dapat berbicara secara terbuka kepada media tentang situasi terkini, hanya perwakilan serikat pekerja dan direktur rumah sakit yang berwenang untuk berbicara. Dalam sebuah pernyataan, pemerintah Sri Lanka pada awalnya membantah bahwa obat-obatan sudah habis, bahkan ketika para dokter sudah melaporkan masalah tersebut. Sehari kemudian Departemen Penerangan Pemerintah mengeluarkan koreksi, mengakui ada kekurangan beberapa obat dan peralatan medis. Sejumlah dokumen yang dilihat oleh BBC, wawancara-wawancara dengan serikat medis dan kesaksian dari para dokter garis depan mengungkapkan bahwa rumah sakit di seluruh negeri sangat membutuhkan berbagai obat dan peralatan yang menyelamatkan jiwa pasien. Staf medis mengatakan kepada BBC bahwa krisis pasokan itu telah memaksa mereka untuk menangguhkan operasi yang tidak penting, ada pula yang menggunakan kembali atau menjatah beberapa peralatan. Dr Nishan (bukan nama sebenarnya) bekerja di sebuah rumah sakit kanker di provinsi Timur. "Dalam waktu dua minggu, kami mungkin harus menghentikan sebagian besar operasi dan hanya melakukan bedah darurat," katanya kepada saya sambil menyusun daftar kebutuhan penting seperti cairan IV, parasetamol, dan antibiotik saat timnya sedang berjuang untuk mendapatkannya. "Mungkin ada saatnya kita bahkan terpaksa berhenti merawat pasien kanker," dia memperingatkan. Dr Nishan berasal dari daerah yang dilanda perang saudara di negara itu beberapa tahun lalu. Bekerja sebagai dokter dalam konflik memiliki banyak tantangan, tetapi krisis ekonomi ini datang dengan banyak tantangan lain. "Selama perang kami memiliki keterbatasan, tetapi kami masih bisa mendapatkan sesuatu dari kementerian di Kolombo," katanya. "Tetapi sekarang bahkan kementerian kesehatan tidak memiliki persediaan. Selama masa perang kami tidak begitu frustrasi dan putus asa seperti sekarang ini." Sebagaimana diketahui, Pemerintah Sri Lanka meminta warganya yang berada di luar negeri untuk mengirimkan uang ke dalam negeri demi memenuhi kebutuhan bahan pangan dan bahan bakar, setelah negara itu gagal membayar utang luar negerinya senilai $51 miliar (Rp732 triliun) di tengah krisis ekonomi terburuk selama lebih dari 70 tahun terakhir. Sedangkan total utang Sri Lanka ke China saat ini mencapai US$ 8 miliar, sekitar seperenam dari total utang luar negerinya. Namun sayangnya, sebagian proyek dinilai tak memberi manfaat ekonomi bagi negara itu. China juga meminta jatah ekspor produk mereka ke Sri Lanka senilai US$ 3,5 miliar. (Red) Sumber: BBC News