China dan RI Tak Masuk Daftar Negara yang Kecam Agresi Rusia?

Sejumlah negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengecam tindakan Rusia yang menyerang/agresi Ukraina. Daftar negara yang menolak agresi Rusia diungkap oleh akun Twitter resmi Misi PBB Norwegia di New York, yakni @NorwayUN. "Hari ini 11 anggota DK (Dewan Keamanan) PBB memilih mendukung draf resolusi untuk mengakhiri agresi Rusia terhadap Ukraina yang telah melanggar Piagam PBB. Kelompok lintas negara dari 67 negara anggota PBB mendukung teks ini," cuit NorwayUN dalam akun Twitternya, Sabtu (26/2/2022). Akun tersebut juga menyebut bahwa sebetulnya ada lebih dari 80 negara yang mendukung draf resolusi untuk mengakhiri agresi Rusia terhadap Ukraina, di antaranya Australia, Belgia, Belanda, Kanada, Amerika Serikat, Turki, dan Singapura. Namun tak terlihat nama Indonesia di daftar tersebut. Namun, hingga saat ini belum ada pernyataan resmi mengapa Indonesia tidak berada dalam daftar negara yang mengecam agresi Rusia tersebut. Juru Bicara RI Teuku Faizasyah mengatakan bahwa akan ada penjelasan lebih lanjut terkait hal ini. "Resolusi DK (Dewan Keamanan PBB) tersebut tidak diadopsi," ujarnya, seperti dikutip Detik.com. Sejauh ini, Indonesia melalui Kemenlu telah mengeluarkan pernyataan khusus terkait serangan Rusia ke Ukraina ini. Dalam rilis yang berisi lima poin sikap Indonesia, Kemenlu mengatakan bahwa serangan ini akan mengganggu perdamaian serta stabilitas kawasan dan dunia. "Indonesia meminta agar situasi ini dapat segera dihentikan dan semua pihak agar menghentikan permusuhan serta mengutamakan penyelesaian secara damai melalui diplomasi." Tak hanya dari Kemenlu, Presiden Jokowi juga telah mengeluarkan pernyataannya mengenai serangan Rusia ke Ukraina. Dalam akun Twitter resminya, Jokowi meminta Presiden Rusia Vladimir Putin untuk segera menghentikan perang. "Setop perang. Perang itu menyengsarakan umat manusia, dan membahayakan dunia," kata Jokowi. "Rivalitas dan ketegangan di Ukraina harus dihentikan sesegera mungkin. Semua pihak yang terlibat harus menahan diri dan kita semua harus berkontribusi pada perdamaian. Perang tidak boleh terjadi." Sikap China Soal Invasi Rusia ke Ukraina China kembali buka suara mengenai sikapnya terkait invasi/serangan Rusia ke wilayah Ukraina. Beijing menyebut bahwa prinsip kedaulatan nasional harus diaplikasikan dalam konflik ini. Dalam sebuah pesan kepada CNN International, diplomat China yang juga utusan khusus negara itu untuk Korea, Liu Xiaoming, menjabarkan bahwa seluruh pihak harus dapat menjalankan prinsip-prinsip kehormatan kedaulatan sebagaimana yang dituangkan dalam piagam PBB. China akan terus mendorong pelaksanaan piagam tersebut. "China sangat percaya bahwa kedaulatan dan integritas teritorial semua negara harus dihormati fan dilindungi dan tujuan dan prinsip (Piagam PBB) dipatuhi dengan sungguh-sungguh. Posisi China ini konsisten dan jelas, dan berlaku sama untuk masalah Ukraina," ujarnya sebagaimana dikutip Sabtu, (26/2/2022). China sendiri sebelumnya juga telah memaparkan sikapnya terkait persoalan ini. Duta Besar China untuk PBB, Zhang Jun, Jumat lalu mengecam segala bentuk tindakan sanksi yang dijatuhkan negara-negara Barat terhadap Rusia. Ia menyebut langkah ini justru menyulitkan rekonsiliasi di wilayah itu. "Setiap tindakan dari Dewan Keamanan (DK) harus benar-benar kondusif untuk meredakan krisis, daripada menambahkan bahan bakar ke api," ujarnya yang berusaha mencegah DK PBB melakukan manuver sanksi seperti negara Barat. Meski begitu, sejauh ini China belum mengeluarkan statement yang mengecam secara langsung tindakan ini. Bahkan, negara yang dipimpin Presiden Xi Jinping itu justru memutuskan untuk mengimpor lebih banyak gandum dari Moskow saat Rusia menyerang Ukraina. Langkah China ini pun sempat mendapatkan kecaman dari negara Barat. Perdana Menteri (PM) Australia Scott Morrisson justru menyebut bahwa Beijing telah memberikan nafas bagi Moskow untuk melanjutkan serangannya. "Anda tidak akan memberikan 'nafas' ke Rusia ketika mereka menyerang negara lain. Itu tidak dapat diterima," ujar Morrison. (CNBCIndonesia/Red)