Jenderal Besar TNI DR AH Nasution “Sang Penyelamat NKRI"

Jenderal Besar TNI DR AH Nasution “Sang Penyelamat NKRI
Negara Kesatuan Republik lndonesia yang diproklamasikan oleh Ir. Sukarno dan Drs. M. Hatta pada hari Jumat 17 Agustus 1945 masih ada dan berdaulat serta utuh hingga saat ini berkat pejuangan dan pengabdian bangsa Indonesia yang telah mengorbankan tenaga, pikiran, harta benda, bahkan nyawa yang tidak terhitung jumlahnya. Salah satu pejuang, saksi, dan pelaku sejarah kelangsungan hidup NKRI adalah Jenderal Besar TNl Dr. A. H. Nasution.   Baca juga: Mengenang 101 Tahun Jenderal Besar A.H. Nasution   Beliau lahir di Desa Hutapungkut, Kotanopan, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara;dari ayah bernama Haji Abdul Halim Nasution dan Ibu Sahara Lubis;merupakan putra kedua dari tujuh bersaudara pada tanggal 3 Desember 1918. Pak Nas kecil pada pagi hari sekolah umum di HIS (Holland Islands School) dan sore hari belajar agama Islam di surau. Setelah lulus HIS melanjutkan ke Sekolah Raja setingkat SMP dan HIK (Holland +lslands Kweek school) Sekolah Guru Menengah Atas di Padang Sumatera Barat selama dua tahun karena ditutup, dilanjutkan ke HIK di Bandung. Pada saat sekolah HIK di Bandung hampir semua pengajarnya orang Belanda, kecuali guru menggambar yang orang Indonesia. Sewaktu di Bandung Pak Nas juga sekolah AMS (Algemene Middlebare School) setingkat SMA secara ekstranei. Setelah lulus dari HIK, beliau melamar untuk menjadi pegawai di kantor pemerintah Belanda, tidak diterima karena ijazahnya HIK. Satu-satunya kesempatan yang menerima beliau bekerja adalah menjadi seorang guru, sehingga beliau menjadi guru ditempatkan di Bengkulu. Kemudian dipindah ke Muara Duo dan Tanjung Raja. Pada saat menjadi guru di Bengkulu tahun 1932 beliau mempunyai kesempatan untuk menimba ilmu politik dari Bung Karno yang saat itu menjalani tahanan politik oleh Belanda di Bengkulu. Dilatarbelakangi oleh jiwa patriot yang diwarisi dari kakek buyutnya Mangampi (seorang pendekar di Tapanuli teman dari Pahlawan Nasional Sisingamangaraja) dan cerita kepahlawanan Nabi Muhammad SAW serta pahlawan Islam lain yang diceritakan oleh ustadz saat ceramah di surau, serta kisah kepahlawanan Napoleon Bonaparte, Jenderal Attartuck, serta pahlawan-pahlawan lain. Di Eropa yang diceritakan oleh guru sejarah yang orang Belanda di HIK, mendorong Pak Nas untuk menjadi seorang militer. Pada tahun 1940 sewaktu pemerintah Belanda membuka kesempatan kepada pribumi Indonesia menjadi seorang militer Belanda, dengan bekal ijasah AMS, beliau mendaftar sebagai CORO (Corps Opleiding Reserve Officiren). Setelah lulus diangkat sebagai pembantu Letnan KNIL dari beberapa lulusan CORO diikutkan untuk mengikuti seleksi pendidikan KMA (KNIL Millitary Academy) bersama Aminin, R Kartakusuma, Mantiri, Lim King Ien, Lim Kay Hoen, AE Kawilarang, Askari, Sam Sudarya dan W. Tan. Belum selesai pendidikan, tiba tiba Jepang menyerbu Indonesia, sehingga Pak Nas ditugaskan untuk menghampat lajunya pasukan Jepang di daerah Surabaya. Halaman selanjutnya Latar belakang asal usul, pendidikan, dan pergaulan dengan tokoh-tokoh pejuang Indoneia membentuk karakter Pak Nas sebagai pejuang sejati. Walau pada saat persiapan kemerdekaan beliau belum bergabung pada pejuang kemerdekaan, namun setelah Indonesia merdeka melalui Barisan Pelopor, BKR , TKR dan TNI. Pak Nas menjadi salah satu pelaku, saksi, dan pembuat sejarah perjalanan NKRI. Berikut rangkaian sejarah peristiwa yang diukir oleh Pak Nas. (1) Dimulai saat Pak Nas diangkat sebagai Wakil Panglima Divisi Priangan TKR yang kemudian diangkat sebagai Panglima Divisi Siliwang tahun 1946 yang saat itu wilayahnya meliputi Jawa Barat termasuk Jakarta dan Banten, yang saat itu harus menghadapi tentara Sekutu yang diboncengi oleh tentara Nica yang ingin mengambil alih wilayah Bandung (yang dulunya menjadi pusat KNIL Belanda);para anak buah Pak Nas pasukan Siliwangi sanggup menghambat gerak laju pasukan Sekutu dari Jakarta ke Bandung dan mempertahankan wilayah Jawa barat dari aneksasi pasukan Sekutu. Namun, pemerintah melalui perundingan diplomasi menyetujui garis demarkasi Van Mook yang menyerahkan wilayah Bandung Utara kepada Sekutu. Rakyat dan TKR tidak menyetujui hasil perundingan pemerintah maka terjadilah peristiwa Bandung Lautan Api. Rakyat dan tentara membakar sediri rumah dan markasnya, Bandung Utara merah oleh api yang menyala, rakyat dan tentara mengungsi ke wilayah Bandung Selatan. Setelah peristiwa Bandung Lautan Api, pak Nas dijadikan target oleh pasukan Sekutu dan Belanda sebagai orang yang dicari nomor satu dan dinyatakan sebagai “penjahat perang”. Sambil menghindar, bersembunyi menghindari pencarian oleh pasukan Sekutu, beliau tetap memimpin pasukan Siliwangi. Belum sempat menarik napas di pengungsian, tiba-tiba Belanda melakukan agresi militer yang pertama tanggal 27 juli 1947. Menghadapi Agresi militer l Belanda yang mengerahkan kekuatan militefnya, Divisi Siliwangi kalah karena kalah persenjataan dan logistik. Namun pasukan Siliwangi tidak menyerah, pasukan Siliwangi melakukan konsolidasi untuk melaksanakan perintah Panglima Besar Jenderal Sudirman, “Pertahankan wilayah dan pekaranganmu sampai titik darah penghabisan.” Dengan taktik gerilya wehrkreise, pasukan Siliwangi membuat kantong-kantong gerilya untuk melakukan pertahanan dan sewaktu waktu periawanan. Sehingga pasukan Siliwangi masih mampu mempertahankan wilayah pedalaman. Sedangkan, pasukan Belanda hanya mampu menguasai wilayah kota besar saja. Menghadapi hambatan pertahanan dari pasukan Siliwangi, pemerintah Belanda melakukan perjanjian‘ Renvile, yang mengharuskan pasukan Siliwangi harus hijrah ke wilayah Republik meninggalkan wilayah Jawa Barat. Perjanjian Renvile menyebabkan Letjen Urip Sumoharjo (salah satu guru Pak Nas) mengundurkan diri karena merasa pemerintah kurang menghargai keberhasilan perjuangan militer pasukan Siliwangi yang telah sanggup untuk mempertahankan wulayah Jawa Barat di wilayah kecamatan dan desa. Halaman selanjutnya (2) Dalam kapasitas dan jabatan Pak Nas sebagai Wakil Panglima Besar TKR (wakil Panglima Besar Jenderal Sudirman) dan Panglima Komando Djawa. Setelah berhasil memimpin Hijrah Pasukan Siliwangi, Pak Nas diangkat sebagai Wakil Panglima Besar TKR , wakil dari Panglima Besar Jenderal Sudirman yang saat itu juga menjabat Panglima Angkatan Perang mobil RI. Saat itu, Letjen Urip Sumoharjo sudah mengundurkan diri. Untuk mengisi tugas yang selama ini dipegang oleh Pak Urip, ditunjuklah Pak Nas. Saat itu Pak Dirman dalam kondisi sakit paru-paru dan dirawat di Rumah Sakit Panti Rapih, sehingga Pak Nas praktis menggantikan tugas Pak Dirman memimpin Angkatan Perang mobil RI. Langkah pertama yang Pak Nas lakukan adalah melakukan konsolidasi dan juga menyusun rencana operasi militer menghadapi serangan Belanda yang diperkirakan akan menyerang Rl. Pengalaman menghadapi pasukan Belanda saat Agresi Militer pertama dituangkan dalam rencana operasi menghadapi serangan Belanda yang kemudian rencana tersebut dimatangkan oleh Dewan Siasat Militer yang dipimpin oleh Kolonel TB Simatupang menjadi konsep operasi gerilya. Jabatan Wakil Panglima Besar TKR hanya sebentar Pak Nas jabat karena ada beberapa Panglima Divisi khususnya yang berasal dari Peta masih meragukan loyalitas Pak Nas, sehingga jabatan Wakil Panglima Besar dicabut diganti dengan Deputy Operasi Markas Besar Pusat. Dalam rangka mempertahankan wilayah RI yang tinggal wilayah Sumatera dan sebagian besar pulau Djawa, dibentuklah Markas Besar Komando Sumatera yang dipimpin Kolonel Hidayat dan Markas Besar Komando Djawa yang dipimpin Kolonel A.H. Nasution. Pada saat TNI sedang konsolidasi menghadapi serangan pasukan Belanda, tiba tiba terjadi pemberontakan PKI di Madiun yang dipimpin oleh Muso. Menghadapi pemberontakan PKI Muso ini Pak Dirman memerintahkan pasukan Siliwangi dibantu oleh Taruna Akademi Militer melakukan operasi militer pengejaran terhadap tokoh PKI yang terlibat dalam waktu dua minggu operasi militer pasukan Siliwangi telah berhasil merebut kembali Madiun dan kota sekitarnya yang telah diduduki PKI dan juga telah mampu menangkap para tokoh PKI yang terlibat. Belum sempat istirahat setelah selesai melaksanakan operasi militer menghadapi PKI Madiun dan saat TNI merencanakan untuk latihan perang menghadapi serangan pasukan Belanda, tiba tiba Belanda melakukan Agresi Militer II tanggal 19 Desember 1948. Tanggal 18 Desember Pak Nas ditugaskan oleh Pak Dirman untuk meninjau kesiapan pasukan TNI digaris depan Sidoarjo dan koordinasi dengan Panglima Divisi Kolonel Sungkono, maka dengan adanya Agresi Militer Belanda II, Pak Nas dengan kereta langsung pulang ke Yogya. Namun, sampai Prambanan kereta dihentikan. Mulanya akan melanjutkan perjalanan ke Yogya untuk menuju markas MBKD yang sudah dipersiapkan di Kasihan Bantul. Namun situasi tak memungkinkan. akhirnya diputuskan untuk mendirikan markas MBKD di desa Kepurun, kaki gunung Merapi. Dalam perjalanan dari Prambanan menuju Kepurun, hampir saja Pak Nas ditahan oleh pasukan Laskar Pesindo, untung ajudan Pak Nas kenal anggota Laskar yang pernah dilatih baris berbaris, sehingga rombongan Pak Nas dibebaskan. Dengan Agresi Militer Belanda ll , pasukan Belanda telah berhasil menawan Presiden, Wakil Presiden, KSAP Kolonel TB Simatupang, Perdana Menteri Sahrir, dan para Menteri RI. Jenderal Sudirman tak mau menyerah, memimpin rakyat untuk bergerilya mempertahankan wilayah RI. Dengan perintah siasat yang merupakan pokok pokok bergerilya yang disusun oleh pak Nas, para Komandan wilayah mempunyai pedoman dalam bertindak dalam keadaan darurat militer untuk memimpin pasukan sekaligus menjadi pemimpin pemerintahan militer wilayah, sehingga pemerintahan darurat RI bisa tetap berjalan sampai di desa. Dengan taktik Wehrkreise dan Wingate, pasukan Siliwangi berhasil kembali ke Jawa Barat. Namun, pasukan Jawa Timur yang naik kereta mengalami kegagalan karena satu kereta dikunci oleh Belanda, sehingga satu gerbong pasukan meninggal karena kekurangan oksigen. Selaku Panglima Komando Djawa, Pak Nas memimpin pasukan dan pemerintahan militer di Pulau Djawa, beliau menjabarkan perintah gerilya dengan instruksi instruksi penjabaran dari taktik wehrkreise. Dengan instruksi tersebut para komandan wilayah melakukan pertahanan dan sesekali penyerangan ke pasukan Belanda. Sub WK III Yogyakana yang dipimpin Letkol Suharto berhasil melakukan penyerangan kepada pasukan Belanda yang terkenal dengan Serangan Umum satu Maret 1949, yang berhasil menguasai Yogyakarta dalam waktu 6 jam, berita tersebut dikirim ke kantor PDRI di Sumatera Barat dan New Delhi serta kantor perwakilan RI di PBB New York, yang kemudian membuka mata dunia bahwa RI dan TNI masih ada membantah klaim Belanda bahwa RI dan TNI sudah tidak ada. Dengan adanya tekanan dunia internasional, Belanda mau berunding dengan RI, melalui perundingan Rum Roijen dan Konferensi Meja Bundar, akhirnya Belanda mengakui kedaulatan RIS pada tanggal 27 Desember 1949. Halaman selanjutnya (3) Dalam kapasitas dan jabatan sebagai KSAD kedua tahun 1950 mampu menghapus RIS untuk dikembalikan menjadi NKRI. Setelah pengakuan kedaulatan RIS, Pak Nas diangkat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat menggantikan Pak Djatikusumo. Tugas pertama yang Pak Nas emban adalah menerima asset KNIL berupa peralatan militer, markas, dan pasukan KNIL untuk menjadi asset TNI AD dan pasukan militer TNI. Untuk serah terima asset peralatan militer dan markas tidak menghadapi masalah, tetapi untuk penerimaan mantan pasukan KNIL menghadapi masalah karena tidak semua mantan KNIL mau bergabung dengan TNI. Ada pasukan KNIL yang memilih bergabung dengan KL Belanda, ada yang memilih keluar dari militer, dan sebagian kecil bergabung dengan TNI. Tugas yang kedua menempatkan TNI di daerah RIS. Namun, ada satu wilayah RIS Indonesia Timur tidak mau dimasuki TNI, yang kemudian daerah itu bergejolak peristiwa pemberontakan Andi Aziz, Kahar Muzakar, dan RMS, pemberontakan tersebut banyak diawaki oleh pasukan mantan KNIL yang tidak mau bergabung dengan TNI. Pak Nas menugaskan Kolonel AE Kawilarang untuk melakukan operasi militer menghadapi pemberontakan tersebut. Pak AE Kawilarang berhasil menghadapi pemberontakan tersebut dan mengembalikan situasi keamanan. Pak Nas juga berhasil menempatkan TNI di negara RIS, melalui diplomasi para TNI khususnya mendekati para tokoh Islam yang ada di negara Serikat, akhirnya mampu mendorong para tokoh agama dan tokoh masyarakat wilayah RIS untuk menggabungkan diri ke negara RI, sehingga pada tanggal 17 Agustus 1950 berdiri kembali NKRI dan bubarlah Republik Indonesia Serikat atau RIS. Halaman selanjutnya (4) Dalam kapasitas dan jabatan pak Nas sebagai KSAD kelima merangkap Menteri Keamanan Nasional mampu mengatasi pergolakan Daerah di Sumatera dan Sulawesi. Pada tahun 1955 Pak Nas diangkat sebagai KSAD ke V menggantikan Jenderal Mayor Bambang Utoyo. Sebagai akibat peristiwa 17 Oktober 1952, yang mengakibatkan Pak Nas dicopot dari jabatan KSAD karena dianggap sebagai orang yang harus bertanggung jawab terjadinya peristiwa 17 Oktober 1952. Dalam tubuh TNI AD terjadi pengelompokan, ada yang pro dan kontra terahadap peristiwa tersebut. KSAD Jenderal Mayor Bambang Sugeng sudah berusaha untuk menyatukan perbedaan tesebut dengan Piagam Keutuhan AD. Namun friksi masih tetap ada, akhirnya Bapak Bambang Sugeng mengundurkan diri. Pemerintah dalam hal ini Presiden Sukarno mengangkat Jenderal Mayor Bambang Utoyo untuk menggantikannya. Namun, ditentang oleh sebagian besar pejabat TNI AD, sehingga Pak Bambang belum bisa berkantor di Markas Besar Angkatan Darat. Melihat kondisi AD tersebut, Perdana Menteri Djuanda mengusulkan kepada Presiden agar KSAD diganti. Tertarik pemikiran Pak Nas saat kampanye partai IPKI yang Pak Nas dirikan, yaitu ingin mewujudkan nilai-nilai proklamasi sebagaimana yang tertuang pada alinea 4 Pembukaan UUD 1945, Presiden Sukarno akhirnya menunjuk Pak Nas menjadi KSAD kelima tahun 1955. Dalam tahun 1956 Presiden Sukarno mendesak pemerintah agar Demokrasi Liberal dikubur diganti dengan Demokrasi Terpimpin. Demokrasi Liberal yang diterapkan sejak tahun 1950 telah melahirkan puluhan partai politik dan menghasilkan Pemilu tahun 1955 yang diikuti oleh 52 kontestan, 27 partai yang mendapatkan kursi di DPR tergabung dalam 18 fraksi memperebutkan 257 kursi Parlemen sekaligus memilih Konstituante. Hasil Pemilu yang menonjol PNI 57 kursi (23.3%), Masyumi 57 kursi (20,9%), NU 45 kursi (18,4 96), dan PKI 39 kursi (16,4 % ). Kabinet diisi oleh orang orang dari Masyumi, NU dan PNI. Sedangkan PKI tidak mendapat jatah Kabinet. Walaupun orang orang PKI tidak duduk di kabinet, tetapi orang orang PKI dipercaya Presiden Sukarno sebagai Pejabat Staf Ahli yang berada di sekitar Presiden, sehingga dapat mempengaruhi kebijakan Presiden Sukarno. Pada pemilu 1955, Pak Nas terpilih sebagai anggota Konstituante dari partai IPKI pemilihan daerah Jawa Tengah. Namun, kesempatan itu harus ditinggalkan karena Pak Nas diangkat sebagai KSAD ke V, sekaligus diangkat sebagai Menteri Keamanan Nasional yang bertanggung jawab atas kemanan terselenggaranya Konferensi Asia Afrika di Bandung. Pada saat itu, Kapten Westerling (mantan angguta KNIL) melakukan pemberontakan APRA (Angkatan Perang Ratu Adil) dan dibantu DI Tll Kartosuwiryo, merencanakan penculikan terhadap para Kepala Negara Asing yang akan mengikuti sidang Konferensi Asia Afrika. Rencana APRA dan DI TII dapat digagalkan pasukan Siliwangi pimpinan Kolonel AE Kawilarang, sehingga KAA berjalan lancar dan berhasil merumuskan Dasa Sila Bandung. Dengan masuknya orang orang PKI di sekitar Presiden Sukarno dan bergantinya Demokrasi Liberal menjadi Demokrasi Terpimpin, sehingga semua kekuasaan berada pada Presiden Sukarno. Keadaan ini mendorong para Pimpinan Militer Daerah menganggap bahwa Pimpinan Pusat telah terpengaruh oleh Komunis, sehingga mendirikan Dewan Daerah. Berdirilah Dewan Banteng di Padang Sumatera Barat. Dewan Gajah di Medan Sumatera Utara, Dewan Garuda di Sumatera Selatan dan Dewan Manguni di Sulawesi. Para Pimpinan Dewan, yaitu Panglima TT mengambil alih kekuasan dari Pemerintah Daerah. Atas kejadian ini Presiden Soekarno marah dan meminta KSAD Kolonel A.H. Nasution untuk memecat para Panglima TT yang terlibat. Menghadapi desakan Presiden Soekarno, KSAD mengutus beberapa Perwira untuk melakukan pendekatan kepada Panglima ‘Tl' yang tergabung dalam Dewan, namun hanya Panglima TT Sumatera Selatan yang berhasil, sedangkan Panglima Tr Medan, Padang dan Sulawesi justru memisahkan diri dan kemudian mendirikan PRRI di Sumatera Permesta di Sulawesi. Karena perbedaan pendapat dengan Presiden Soekarno yang dianggap telah condong kepada komunis. Wakil Presiden Drs. M Hatta dan Bapak Safrudin Prawira Negara (Presiden PDRI) ikut bergabung kepada PRRI, juga Kolonel Alex Evert Kawilarang yang saat itu menjabat sebagai atase Pertahanan RI di Amerika Serikat bergabung dengan Permesta dan diangkat sebagai Panglima Besar Permesta. PPRI Permesta dibantu oleh negara asing, mendapat bantuan supply logistik dan peralatan militer serta menguasai 1/6 wilayah RI. Menghadapi meningkatnya PRRI Permesta sekali Iagi Kolonel AH Nasution selalu KSADA dan MKN mengeluarkan kebijakan “Kembali ke Pangkuan Republik" dan mengutus beberapa Perwira untuk menemui tokoh-tokoh PRRI Permesta. Akhimya beberapa tokoh Permesta berhasil kembali ke pangkuan Republik, antara Iain Wakil Presiden M. Hatta, Safrudin Prawira Negara, dan juga Kolonel AE Kawilarang (Panglima Besar Permesta) yang diikuti oleh 20.000 pasukannya dengan 10.000 senjata. Namun masih ada beberapa Panglima 1T dan beberapa Perwira 1T yang tidak mau kembali ke RI tetap memperjuangkan PRRI Permesta. Bagi kelompok ini Pak Nas melaksanakan operasi militer untuk menumpas kegiatan PRRI Permesta. Operasi militer berhasil nenangkap tokohnya sehingga kegiatan PRRI Permesta dapat dilumpuhkan, bagi para tokoh yang tertangkap akhirnya diajukan ke Mahkamah Militer dan ditahan. Bagi para tokoh PRRI Permesta yang kembali ke pangkuan Republik diberikan Amnesti dan Abolisi. Halaman selanjutnya (5) Dalam kapasitas dan jabatan sebagai Menteri Keamanan Nasional sanggup untuk mengembalikan wilayah Irian Barat ke pangkuan Ibu Pertiwi. Berdasarkan perjanjian KMB, Belanda mengakui kedaulatan RIS dengan wilayah seluruh bekas jajahan Belanda kecuali Irian Barat yang akan diserahkan satu tahun kemudian setelah melalui UNTEA. Desember 1950 seharusnya Irian Barat diserahkan kepada Indonesia. Namun, kenyataannya Belanda tidak mau menyerahkan lrian Barat, tetapi justru memperkuat pertahanan militernya. Pada Oktober 1954 Belanda melapor kepada PBB bahwa Irian Barat berpemerintahan sendiri. Sejak 1954 s/d 1957 Indonesia berupaya untuk memperjuangkan penyelesaian lrian Barat secara damai melalui forum PBB. Namun, selalu gagal karena tidak mendapat persetujuan dari 2/3 anggauta PBB. Pada 2 Desember 1957 terjadi pemogokan buruh di seluruh Tanah Air, dilanjutkan pengambil aluhan perusahaan perusahaan Belanda oleh para buruh. Kemudian, Menteri Kehakiman mengumumkan agar para warga Belanda yang ada di Indonesia harus meninggalkan Indonesia secepat mungkin. Sebanyak 56.000 warga negara Belanda asli dan keturunan harus meninggalkan Indonesia, sehingga terjadi kekacauan dalam negeri. Untuk mengatasi kekacauan ini Presiden Sukarno pada tanggal 14 Marat 1957 menyatakan bahaya.  Perdana Menteri Ir Juanda selaku pemegang kekuasaan tertinggi SOB (Staat van Oorlegen Beleg) mengumumkan keadaan SOB, darurat perang dan menugaskan Jenderal AH Nasution selaku KASAD untuk mengendalikan keadaan. Pak Nas diberikan surat perintah sebagai pemegang kekuasaan tertinggi SOB yang disetujui oleh Presiden Sukarno dan Perdana Menteri Djuanda. Untuk mengatasi perjuangan anti Belanda, Pak Nas mengambil kebijakan dengan nasionalisasi perusahaan perusahaan yang telah diambil alih oleh buruh. Menghadapi pengusiran warganya dan dinasionalisasi perusahaannya yang telah diambil alih oleh buruh. Belanda makin gigih untuk mempertahankan kekuasaannya di lrian Barat dengan cara mencari sekutu Australia, Inggris, Amerika Serikat, Philipina, Malaya, dan Korea;serta mendatangkan armada dan pasukan militernya ke lrian Barat. Halaman selanjutnya Para Sekutu Belanda membantu para Pimpinan Daerah yang tergabung dalam PRRI Permesta dengan bantuan logistik dan persenjataan militer sehingga menambah kekuatan PRRI Permesta. Berkat kebijakan kembali ke pangkuan Republik. PRRI Fermesta dapat diatasi. Pada tahun 1958 disamping memperkuat pertahanannya, Belanda juga menyebarkan issue bahwa rakyat Papua berbeda dengan rakyat Indonesia. Rakyat Papua sama dengan bangsa Melanesia, sehingga Belanda akan mempertemukan rakyat Papua dengan bangsa Melanesia yang sama kultur dan etniknya. Belanda juga membentuk Dewan Papua yang dijadikan Penasehat, menciptakan jabatan baru untuk rakyat lrian, yaitu Polisi dan Batalyon Papua juga membentuk Komite Nasional Papua yang Ketuanya diangkat oleh Belanda dad orang Belanda yang bertugas untuk membentuk Negara Papua |epas dan NKRI. Pada 1 Desember 1961 diproklamasikan Negara Papua. Dengan meningkatnya upaya Belanda untuk mempertahankan kekuasaannya di lrian Barat yang berarti melanggar persetujuan KMB, maka Presiden Sukarno pada tanggal 19 Desember 1961 mengeiuarkan Trikora, yaitu perintah Presiden Sukarno kepada rakyat Indonesia untuk: Gagalkan pembentukan negara boneka Papua buatan Kolonial Belanda Kibarkan sang Merah Putih di lrian Barat Tanah Air Indonesia bukanlah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan Tanah Air dan Bangsa. Dengan perintah tersebut berbondong-bondonglah rakyat mendaftarkan diri untuk monjadi SukareIawan dan Sukarelawati Trikora salah satunya lbu Herlina yang terkenal dengan sebutan “Pending Emas”. Pak Nas ditunjuk sebagai Wakil Panglima Besar Petjuangan merebut Irian Barat (Permibar), yang kemudian diganti menjadi FNIB (Front Naslonal Irian Barat). Selaku Ketua FNIB Pak Nas mempunyai kebijakan untuk melakukan operasi Intelijen, yaitu : Operasi A untuk memulai infultrasi ke Irian Barat bagian barat. Operasi B untuk menghimpun dan kaderisasi putra putra asal Irian Barat dan daerah Maluku perbatasan (bekas Kesultanan Tidore) yang pada zaman Hindia Belanda membawahi wilayah Irian barat. Operasi C diplomasi militer, ditugaskan Bapak Uyeng Sumargana dan para Mass Millter di Eropa untuk melakukan operasi intelijen memengaruhi sikap tokoh tokoh yang berhubungan dengan Belanda. Kebijakan Pak Nas segera dilaksanakan, direkrutlah kader putra Irian Barat yang dididik sebagai gerilyawan yang selanjutnya dikirim untuk diinfiltrasikan ke Irian Barat Kader dipilih dari putra putra Irian Barat yang ada di wilayah Indonesia Timur. Setelah dididik sebagai gerilyawan kemudian dikirim ke Irian Barat. Hasil didikan tarsebut pada tanggal 9 November telah dikirim 29 orang gerilyawan yang tergabung dalam PG 100 dipimpin oleh Indra Antaibane berhasil mendarat di teluk Etna. Selanjutnya menuju pedalaman lrian. lkut dalam rombongan tersebut Johanes Abraham Dimara seorang putra Irian yang kemudian bergabung menjadi Prajurit TNI dengan pangkat terakhir kapten dan jabatan terakhir anggota DPA RI dan telah diangkat sebagai Pahlawan Nasional. Gerilyawan selanjutnya tergabung dalam PG 200, PG 300, PG 400, PG 500, dan PG 600. Sebagian besar gerilyawan, dapat mendarat di Teluk Etna. Hanya PG 400 yang berlayar dari pulau Gebe ke Waige diketahué oleh patron Belanda sehingga harus dibelokkan ke Pulau Gag, esoknya Pulau Gag dibombardir oleh pasukan Belanda. Halaman selanjutnya Pada tanggal 31 Desember 1961 Presiden Sukarno selaku Panglima Besar KOTI Perjuangan mengembalikan Irian Barat (Permibar) telah mengeluarkan Keputusan No. 10 Tahun 1961, perintah untuk melaksanakan operasi militer Wijaya. Presiden Sukarno menunjuk Mayjen Suharto (TNI AD) sebagai Panglima Komando Irian Barat, Wakil Panglima l ditunjuk Kolonel Laut Sudomo (TNI AL), Wakil Panglima ll ditunjuk Kolonel Penerbang Leo Wattimena (TNI AU), dan sebagai Kepala Staff Gabungan ditunjuk Kolonel Ahmad Tahir (TNI AD). Komando Mandala Irian Barat berpusat di Makasar dan didukung oleh seluruh Angkatan (AD, AL, AU);yang masing-masing angkatan menjabarkan dalam operasi militer sesuai dengan matranya. Pak Nas ditunjuk oleh Presiden Sukarno sebagai Wakil Panglima Besar Komando Tertinggi (KOTI). Sebagai Wakil Panglima Besar KOTI, Pak Nas loyal kepada Presiden Sukarno. Namun dalam pemikiran Pak Nas, TNI belum siap untuk berperang karena TNI belum mempunyai peralatan militer yang bisa mengimbangi peralatan militer Belanda. Untuk itu, Pak Nas mengusulkan kepada Presiden Sukarno untuk membeli peralatan militer ke Negara Barat. Usul itu disetujui oleh Presiden Sukarno. Kunjungan petama ke Amerika Serikat yang ingin membeli peralatan militer untuk TNI AD. Namun, Amerika Serikat tidak mau menjualnya, Amerika Serikat tidak mau senjatanya digunakan oleh Indonesia berperang melawan Belanda. Akhirnya beralih ke Rusia dan Eropa. Melihat situasi pertahanan Belanda di Irian dan kesiapan peralatan militer TNI yang belum siap, maka Pak Nas melaksanakan operasi khusus C diplomasi militer. Halaman selanjutnya Sebetulnya Menteri Luar Negeri Subandrio sudah pernah melakukan diplomasi ke Negara Negara Amerika, Eropa dan Australia untuk penyelesaian Irian Barat secara damai. namun tidak membuahkan hasil. Sambil menyiapkan operasi militer, TNI juga melaksanakan operasi intelijen diplomasi militer yang dilakukan oleh para Atase Militer dan Pak Uyeng Sumargana. Hasil operasi C ditindaklanjuti dengan kunjungan Pak Nas ke Negara Negara kawan Indonesia (India, Pakistan, RPA, Mesir, Burma, Philipina);Negara sekutu Belanda (Amerika Serikat, Inggris, Austalia , Selandia Baru, Jerman, Perancis);maupun Negara netral, seperti Uni Sovyet, Polandia, dan Malaya). Kunjungan Pak Nas adalah menjelaskan pentingnya perjuangan Indonesia di Irian Barat, meminta bantuan negara lain bila terjadi perang antara Indonesia dengan Belanda di Irian Barat serta pembelian peralatan militer. Hasil kunjungan Pak Nas dapat diketahui sikap dari negara-negara yang dikunjungi, yaitu negara kawan Indonesia akan membantu sesuai dengan permintaan bantuan yang diajukan oleh Indonesia. Namun, menyarankan agar tidak berperang. Negara Negara Sekutu Belanda dapat mangerti dan memahami perjuangan Indonesia tentang Irian Barat, tetapi bila terjadi perang mereka akan membantu Belanda. Sedangkan negara netral mereka akan bersikap netral bila terjadi perang dan mereka akan menjual peralatan militemya dengan persenjataan modern seperti yang dimiliki oleh Pakta Warsawa dan juga negara Eropa Timur akan menjual persenjataan yang mereka miliki kepada Indonesia. Akhir tahun 1962 persenjataan militer yang dibeli Indonesia mulai berdatangan, sehingga Pak Nas mulai melakukan operasi infultrasi. Direncanakan sampai akhir tahun 1963 akan dimasukkan 10 Kompi inti ABRI yang bertugas untuk menyusup ke daerah musuh untuk mengadakan aksi gerilya dan mengacaukan musuh selanjutnya mendirikan pos-pos terdepan sebagai persiapan bagi penyerbuan pasukan yang lebih besar. Fase Infiltrasi dimulai dengan pengiriman para infiltran yang diangkut dengan kapal Iaut yang dipimpin oleh Kolonel Sudomo, yang didalamnya ikut serta bersama gerilyawan, Komodor Yos Sudarso Deputy Operasi KSAL yang telah membawa bendera Merah Putih untuk ditancapkan di Irian dan akan membawa sebongkah tanah Irian untuk diserahkan kepada Presiden Sukarno (sesuai perintah Presiden Sukarno dalam Tritura). Namun dalam perjalanan terjadi insiden di pulau Aru Maluku, iring iringan kapal diketahui oleh patroli Belanda, NKRI Macan Tutul ditembak oleh kapal perang Belanda mengakibatkan gugurnya Komodor Yos Sudarso dan tenggelamnya KRI Macan Tutul. Sedangkan, tiga KRI lain dapat menyelamatkan diri. Setelah gagal infiltrasi laut, dilanjutkan melalui udara beberapa kali yang sukses mencapai sasaran dan sebagian besar pasukannya utuh adalah operasi Naga dibawah pimpinan Kapten LB Murdani. Pasukan infiltran dibantu rakyat setempat telah mampu untuk melakukan penyerangan dan melemahkan pertahan Belanda di Irian. Kekuatan laut dan udara RI juga digelar untuk melakukan patroli di wilayah perbatasan dengan Irian sehingga setiap saat siap untuk melakukan pertempuran. Menindaklanjuti saran dari para tokoh teman Negara Indonesia yang dikunjungi Pak Nas agar menghindari perang terbuka dengan Belanda di Irian Barat. Pak Nas memerintahkan pak Uyeng Sumargana agar lebih mengintensifkan penyelesaian damai tentang penyelesaian Irian Barat. Pak Uyeng Sumargana berhasil mendekati para pengusaha Belanda yang tergabung dalam kelompok Hidelberg, mereka berpendirian ditinjau dari aspek ekonomi Indonesia Iebih menguntungkan daripada Irian Barat. sehingga mereka mendesak pemerintah Belanda agar mengakhiri pendudukannya di Irian Barat. Pak Uyeng juga berhasil mendekati Prof Rostov salah satu Penasehat PresidenKennedy dan Prof Rostov mampu memberikan pengertian tentang pentingnya perjuangan Irian Barat bagi Indonesia, sehingga Presiden Kennedy dapat berubah pikiran terhadap Indonesia, yang semula mendukung Belanda menjadi mengerti posisi Indonesia, berdampak pada kesediaan Amerika menjadi mediator perundingan antara Indonesia dengan Belada untuk penyelesaian Irian Barat. Melalui perundingan yang difasilitasi oleh Elwoerth Bunker (Amerika) dilakukan perundingan antara Menteri Luar Negeri Subandrio dengan Menteri Luar Negeri Luns, dibantu oleh Sekjen PBB U Thant dapat dicapai tentang kesepakatan serah terima kekuasaan Irian Barat dari Belanda ke Indonesia setelah melalui pemerintahan peralihan yang dipimpin PBB (UNTEA). Pada tanggal 15 Agustus 1962 di Markas PBB New York ditanda tangani Perjanjian New York oleh Menlu RI Subandrio (Indonesia) dan J Herman Van Roijen (Belanda), serta CWA Shuurman (Belanda). Dalam perjanjian ini disepakati bahwa Belanda akan menyerahkan Irian Barat kepada UNTEA pada bulan Oktober 1962 dan selanjutnya UNTEA akan menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia pada bulan Mei 1963. Tanggal 18 Agustus 1962 setelah ditandatanganinya Perjanjian New York, Presiden Sukarno mengeluarkan perintah penghentian tembak menembak , sehingga perang terbuka antar Indonesia dengan Belanda memperebutkan Irian Barat dapat dihindari. Pada tanggal 1 Mei dilakukan penurunan bendera Belanda dan penaikan bendera Merah Putih di kantor UNTEA mengawali penyerahan Irian Barat dari UNTEA kepada Republik Indonesia. Sejak saat itu, Irian Barat menjadi wilayah RI kembali ke pangkuan lbu Pertiwi. Sedangkan, hasil pembelian peralatan militer untuk mendukung perang dengan Belanda di Irian Barat telah menempatkan ABRI sebagai Angkatan Bersenjata terkuat nomor 5 di dunia dan nomor satu di Asia Tenggara. Dari rangkaian peristiwa diatas akan tergambar bahwa perjuangan dan pengabdian Pak Nas melalui jabatan dan kekuasaan yang diemban telah mampu menyelamatkan NKRI hasil Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 dari negara yang belum berdaulat menjadi negara yang berdaulat dan utuh wilayahnya. Kita bisa membayangkan seandainya bukan Pak Nas yang diserahi tugas untuk mengatasi situasi keamanan pada saat-saat kritis yang terjadi di Indonesia, situasi dan keadaan mungkin akan berbeda. Mungkin kita masih menjadi Negara yang terjajah atau minimal Negara kita terpecah menjadi RIS (Republik Indonesia Serikat). Penulis: Kol. (Purn) Dra Nasikhah M, Mantan Kasubdisbin Musmontra Disjarah TNI Angkatan Darat