Usaha Pencegahan Longsor di Banjarnegara

Usaha Pencegahan Longsor di Banjarnegara
Usaha Pencegahan Longsor di Banjarnegara Oleh: Indra Permanajati ST MT Mitigasi adalah usaha untuk meminimalkan dampak yang dapat disebabkan karena bencana alam.  Berbagi upaya dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana, namun bencana terus terjadi.  Kenapa hal ini bisa terjadi?, sulit untuk menjelaskannya karena banyak faktor yang berpengaruh di dalamnya.  Tetapi usaha manusia sudah cukup membuahkan hasil untuk banyak wilayah yang rawan bencana, sebagai contoh daerah kampus Karang Sambung Kebumen dulu sering terjadi longor, tetapi sekarang longsor dapat dikendalikan dengan penanaman pohon Jati, kemudian di daerah Glempang, Kabupaten Banyumas kegiatan mitigasi dilakukan dengan penanaman tanaman Aren yang dikenal mudah menyerap air, dan cukup terbukti mencegah longsor. Banyak cara sudah dilakukan untuk mencegah longsor seperti pembuatan talud-talud di tepi jalan, membuat pemotongan lereng di tepi-tepi jalan, dan sebagainya.  Semuanya sudah membawa hasil akan usaha pencegahan longsor.  Bahkan sekarang juga sudah dikembangkan tanaman-tanaman penguat lereng seperti rumput vetiver dan tanaman akar wangi juga cukup efektif mencegah longsor.  Lalu kenapa kadang mitigasi tidak membuahkan hasil?.  Kemungkinan jawabannya adalah karena identifikasi karakter alam lokasi kurang tepat.  Identifikasi karakter alam dan lingkungan sangat penting untuk menentukan teknik mitigasi yang tepat dan efisien. Berikut langkah-langkah melakukan mitigasi di Dusun Jemblung Desa Sampang Kecamatan Karangkobar Kabupaten Banjarnegara Jawa Tengah dan sekitarnya, bagaimana cara penangannya?  Langkah pertama yang harus dilakukan adalah pengenalan karakteristik Dusun Jemblung dan sekitarnya, seperti bentuk lahan yang berbentuk perbukitan dengan kemiringan sedang-terjal, batuannya sebagian batuan vulkanik, bentuk lereng yang bervariasi, bahkan sampai jenis tanah di dusun tersebut harus diidentifikasi, kondisi curah hujan, intensitas sungai di daerah tersebut. Kemudian dari ciri-ciri khas di daerah tersebut kita sudah harus mulai memikirkan apa resiko bencana di daerah ini.  Seperti Dusun Jemblung dan sekitarnya resiko terbesar adalah tanah longsor dan kemudian banjir.  Setelah kita tahu potensi bahaya di daerah ini, lalu langkah kita memahami sistem bencana yang akan terjadi dan bagaimana caranya membuat daerah tersebut stabil. Konsep pemahaman mengenai longsor sudah selayaknya harus diketahui oleh masyarakat, sehingga diharapkan masyarakat akan mampu untuk mengatasi kondisi di daerahnya. Hal ini yang harus menjadi target dari penanganan bencana di setiap wilayah di Indonesia.  Seperti halnya di wilayah Dusun Jemblung, penanganan yang paling tepat adalah sistem “Bio-Enginering” atau teknik tanaman, hal ini dikarenakan wilayah yang luas dan berbukit-bukit, sehingga teknik “hard protection” seperti membuat talud-talud ditepi lereng kurang memungkinkan.  Cara “Bio-Engineering” ini adalah penanganan longsor dengan memperhatikan kesetimbangan lereng yang di bentuk oleh tanaman. Seperti halnya di bukit Telaga Lele, pengaturan tanaman sebaiknya memperhatikan sudut kelerangan dan posisi lerengnya.  Untuk tanaman palawija dapat ditanam pada lereng bagian bawah dan sudut kelerengan tidak terjal, tetapi mesti ada tanaman yang menopang/memperkuat lereng seperti Kaliandra dan tanaman lainnya yang mempunyai perakaran kuat, walaupun jumlahnya tidak banyak.  Kemudian makin ke atas, dengan sudut kelerengan makin tinggi masih diperbolehkan menanam tanaman palawija, tetapi konsekuensinya tanaman penopang lereng harus diperbanyak, karena kondisi lereng yang cukup terjal berpotensi terhadap longsor. Selanjutnya pada lereng-lereng yang sangat terjal, bisa jadi hanya tanaman-tanaman penguat lereng yang diperbolehkan.  Tanaman-tanaman keras juga dapat berfungsi untuk menyerap air, sehingga mengurangi kosentrasi air di dalam tanah, yang secara alami dapat mencegah longsor.  Tetapi yang paling penting tanaman ini merupakan tanaman penyangga tanah di daerah lereng, yang akan berfungsi untuk mempertahankan tanah dari kelongsoran. Hal ini harus benar-benar dipahami oleh masyarakat sekitar lokasi daerah rawan longsor.  Kegiatan non struktural seperti sosialisasi pencegahan longsor menjadi agenda penting dalam penangan longsor dan harus segera dilakukan.  Pemerintah sudah seharusnya menggandeng semua elemen masyarakat untuk kegiatan ini seperti melibatkan perguruan tinggi, LSM, dan ormas-ormas dalam masyarakat, sehingga longsor akan dapat ditekan terjadinya dan masyarakat akan mampu mencegah longsor. [#] *) Indra Permanajati ST MT - Dosen Mitigasi Bencana Alam, Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Jawa Tengah.