Jumat, 3 Mei 24

Publik Sesalkan Putusan MK ‘Mutilasi’ Wewenang KY Seleksi Hakim

Publik Sesalkan Putusan MK ‘Mutilasi’ Wewenang KY Seleksi Hakim

Semarang, Obsessionnews – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengembalikan wewenang seleksi hakim kepada Mahkamah Agung (MA) nampaknya mengundang kekecewaan berbagai kalangan, baik pemohon maupun pihak lainnya.

Salah pendorong judicial review kewenangan MA, yang juga ad informandum, Junaidi menyebutkan beberapa alasan hakim MK tidaklah rasional dalam memutuskan. Idealnya dari konstruksi ketatanegaraan MA sebagai lembaga negara perlu diawasi

“Hal ini sesuai ruh dari pada sistem chek and balance pemisahan kekuasaan,” ujar dia, Kamis (8/10/2015).

Berdasarkan vonis hakim, seleksi hakim tidak perlu diberikan pengawasan. Ia tidak bisa menghakimi para hakim yang lebih condong kepada MA.

“Namun secara tidak langsung adanya ruh dari pada sistem pemisahana kekuasaaan yang mengadopsi chek and balance tidak diterapkan dengan baik dalam putusan mengindikasikan hakim tidak rasional dalam membuat putusan,” tuturnya.

Urgensitas pengawasan seleksi sangatlah tinggi. Pengawasan merupakan bagian untuk menghadirkan suasana pada sistem seleksi hakim yang tertib, ideal dan tidak menjadi ajang Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

Terkait upaya hukum lain, ia mengaku agak pesimis jika akan mengajukan judicial review dengan materi sama tapi dalil berbeda. Meski begitu, ia berharap melalui tindakan yang sudah dilakukan, mampu menjadi solusi atas buntunya ketatanegaraan pasca putusan MK yang menghapus kewenangan KY dlm seleksi hakim tingkat pertama. Sehingga ia mendorong lembaga legislatif untuk membantu KY dengan kewenangan yang DPR miliki.

“DPR harus segera melakukan perubahan dan melakukan tafsir konstitusi yang jelas dalam UU kehakiman yakni dg menegaskan adanya keterlibatan KY dalam seleksi hakim,” tandasnya.

Begitu juga sikap Penghubung KY Jawa Tengah. Komisioner KY Jateng, Farhan mengungkapkan sikap lembaga penghubung tetaplah menghormati putusan MA yang bersifat final dan banding. Mengembalikan kepada pembuat undang-undang untuk merumuskan politik hukum kekuasaan kehakiman secara komprehensif khusus nya terkait dengan status hakim sebagai pejabat negara (RUU Jabatan Hakim).

“Karena KY tidak terlibat langsung dalam rekrutmen Hakim, oleh karena itu untuk menjamin proses rekrutmen Hakim sebagai pejabat negara berjalan secara transparan, partisipatif, dan akuntabel, maka masyarakat sebagai pemegang kedaulatan diharapkan dapat berpartisipasi dalam setiap tahapan rekrutmen hakim,” pungkasnya. (Yusuf IH)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.