Jumat, 19 April 24

Presdir Microsoft Indonesia Andreas Diantoro Raih Penghargaan ‘Best CEO Private Sector’ di Obsession Awards 2017

Presdir Microsoft Indonesia Andreas Diantoro Raih Penghargaan ‘Best CEO Private Sector’ di Obsession Awards 2017
* Presiden Director Microsoft Indonesia Andreas Diantoro.

Tak ada kesuksesan yang turun begitu saja dari langit. Kesuksesan harus diraih dengan kerja keras dan kerja cerdas. Ungkapan tersebut tampaknya pas menggambarkan perjalanan karier Andreas Diantoro yang penuh warna hingga menduduki posisi Presiden Director Microsoft Indonesia.

Sebelum bekerja di salah satu perusahaan teknologi informasi (TI) terbesar di dunia yang berkantor pusat di Redmond, Washington, Amerika Serikat, tersebut, Andreas malang-melintang bekerja di beberapa perusahaan.

Setelah tamat SMA Bopkri 1 Yogyakarta, Andreas melanjutkan pendidikannya ke Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM). Pada 1987, setelah dua tahun kuliah di UGM, dia memperoleh kesempatan untuk pindah ke AS, pindah jurusan ke bidang pemasaran di University of Iowa.

Perkenalan pertamanya dengan dunia IT adalah ketika Andreas mendapat tawaran kerja sebelum lulus kuliah dari perusahaan perangkat lunak Babbage’s. Perusahaan ini kemudian menjadi jaringan ritel permainan video GameStop. Di Babbage’s Andreas berurusan dengan berbagai perangkat lunak, seperti MS DOS 4.0, Lotus 1-2-3, hingga mesin game PC TurboGrafx dan arcade NeoGeo.

Setelah meraih gelar sarjana, Andreas melanjutkan studi ke program Master of Business Administration di Western Illinois University. Pada 1993 ia memutuskan pulang ke Indonesia.

Gelar sarjana dan master luar negeri ternyata bukan jaminan untuk langsung mendapatkan jabatan, ia harus memulai dari bawah dengan menjadi penjual jasa asuransi dari Panin Life Insurance. Kemudian pindah ke anak perusahaan Singapore Airlines, dan berlanjut ke perusahaan komputer Hewlett Packard (HP). Pada periode 1999-2005 ia menjabat sebagai Managing Director HP Indonesia. Setelah 11 tahun lamanya mencari nafkah di HP Andreas pindah ke perusahaan komputer Dell, dan menduduki posisi sebagai Managing Director Dell Asia pada tahun 2005-2012.  Di Dell ia memimpin 23 negara di Asia.

Suka tantangan baru pada 15 Februari 2012 Andreas meninggalkan Dell, dan bergabung dengan Microsoft Indonesia sebagai Presiden Director. Andreas memegang posisi sebagai orang nomor satu di Microsoft Indonesia hingga kini.

Di tengah persaingan super ketat industri teknologi informasi di Indonesia, ia mampu membawa Microsoft Indonesia menjadi salah satu perusahaan paling dikenal di Tanah Air.

Andreas memaparkan empat pilar utama dalam transformasi digital. Pilar yang pertama adalah memprioritaskan pelanggan. Teknologi memungkinkan organisasi untuk menganalisis dan memahami karakter konsumen dengan lebih baik.

“Teknologi dapat digunakan untuk mengumpulkan data dan menganalisis kebiasaan pelanggan. Namun tidak hanya sampai di situ saja, data ini juga harus bisa digunakan untu memprediksi behavior pelanggan. Kalau belum bisa untuk prediksi belum transformasi namanya,” kata Andreas.

Selanjutnya, transformasi digital ini juga memerlukan karyawan yang kompeten dalam mengoperasikan alat-alat digital. Transformasi pada akhirnya membuat karyawan lebih mobile, sehingga dapat berkarya di mana saja dan kapan saja menggunakan perangkat apa saja.

Transformasi digital dengan demikian akan membentuk pilar berikutnya, yakni sistem operasional baru. Teknologi memungkinkan pemotongan proses pengumpulan, pengolahan dan analisis data sehingga mempercepat proses pengambilan keputusan. Efektivitas dan efisiensi kerja akan meningkat dengan sistem tersebut.

Pilar terakhir adakah transformasi produk dan model bisnis. Setiap institusi atau organisasi maupun perusahaan yang siap melakukan transformasi harus pula siap untuk menghadirkan pengalaman yang berbeda bagi pelanggan. “Mereka perlu mendefinisikan ulang jenis produk dan model bisnis yang ditawarkan agar berbeda dari rivalnya,” katanya.

Andreas ikut andil mengatasi maraknya penjualan software bajakan di sejumlah marketplace di Indonesia. Dalam hal ini Microsoft bekerja sama dengan sejumlah Internet Service Provider (ISP) dan Computer Emergency Response Team (CERTs) di lingkungan pemerintahan untuk mengatasi serangan siber. Tindakan ini diharapkan mampu meminimalisir bahaya serangan siber bagi konsumen, baik individu maupun organisasi.

Andreas juga berperan membantu program pemerintah untuk mewujudkan program 1.000 technopreneur melalui kompetisi pengembang aplikasi Imagine Cup, yang diadakan oleh Microsoft Indonesia setiap tahunnya. Pada tahun 2016, Microsoft Indonesia berkomitmen untuk membantu pemerintah mewujudkan terciptanya 1.000 technopreneur hingga tahun 2020.

Terobosan lain yang dilakukan Microsoft di bawah kepemimpinan Andreas adalah mewujudkan konsep smart city di Indonesia. Kerja sama itu ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Wakil Rektor UGM Paripurna Sugarda, dan CEO Microsoft Indonesia Andreas Diantoro di Gedung Pascasarjana UGM, Yogyakarta, pada bulan September 2016.

Konsep smart city akan memberikan keleluasaan bagi seluruh lapisan masyarakat untuk ikut mengontrol proses pengambilan keputusan politik pembangunan, baik menyangkut perencanaan anggaran, hingga penyusunan undang-undang dan peraturan daerah (perda).

Andreas dilahirkan di Yogyakarta, 12 September 1968. Ia tumbuh dari keluarga atlet basket. Ayahnya, Diantoro, dan ibunya, Juliana, adalah atlet basket yang dipertemukan di Pekan Olahraga Nasional (PON). Diantoro adalah atlet yang mewakili provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), sedangkan Juliana mewakili Jawa Tengah. nSebelum bekerja di salah satu perusahaan teknologi informasi (TI) terbesar di dunia yang berkantor pusat di Redmond, Washington, Amerika Serikat, tersebut, Andreas malang-melintang bekerja di beberapa perusahaan.

Setelah tamat SMA Bopkri 1 Yogyakarta, Andreas melanjutkan pendidikannya ke Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM). Pada 1987, setelah dua tahun kuliah di UGM, dia memperoleh kesempatan untuk pindah ke AS, pindah jurusan ke bidang pemasaran di University of Iowa.

Perkenalan pertamanya dengan dunia IT adalah ketika Andreas mendapat tawaran kerja sebelum lulus kuliah dari perusahaan perangkat lunak Babbage’s. Perusahaan ini kemudian menjadi jaringan ritel permainan video GameStop. Di Babbage’s Andreas berurusan dengan berbagai perangkat lunak, seperti MS DOS 4.0, Lotus 1-2-3, hingga mesin game PC TurboGrafx dan arcade NeoGeo.

Setelah meraih gelar sarjana, Andreas melanjutkan studi ke program Master of Business Administration di Western Illinois University. Pada 1993 ia memutuskan pulang ke Indonesia.

Gelar sarjana dan master luar negeri ternyata bukan jaminan untuk langsung mendapatkan jabatan, ia harus memulai dari bawah dengan menjadi penjual jasa asuransi dari Panin Life Insurance. Kemudian pindah ke anak perusahaan Singapore Airlines, dan berlanjut ke perusahaan komputer Hewlett Packard (HP). Pada periode 1999-2005 ia menjabat sebagai Managing Director HP Indonesia. Setelah 11 tahun lamanya mencari nafkah di HP Andreas pindah ke perusahaan komputer Dell, dan menduduki posisi sebagai Managing Director Dell Asia pada tahun 2005-2012.  Di Dell ia memimpin 23 negara di Asia.

Suka tantangan baru pada 15 Februari 2012 Andreas meninggalkan Dell, dan bergabung dengan Microsoft Indonesia sebagai Presiden Director. Andreas memegang posisi sebagai orang nomor satu di Microsoft Indonesia hingga kini.
Di tengah persaingan super ketat industri teknologi informasi di Indonesia, ia mampu membawa Microsoft Indonesia menjadi salah satu perusahaan paling dikenal di Tanah Air.

Andreas memaparkan empat pilar utama dalam transformasi digital. Pilar yang pertama adalah memprioritaskan pelanggan. Teknologi memungkinkan organisasi untuk menganalisis dan memahami karakter konsumen dengan lebih baik.

“Teknologi dapat digunakan untuk mengumpulkan data dan menganalisis kebiasaan pelanggan. Namun tidak hanya sampai di situ saja, data ini juga harus bisa digunakan untu memprediksi behavior pelanggan. Kalau belum bisa untuk prediksi belum transformasi namanya,” kata Andreas.

Selanjutnya, transformasi digital ini juga memerlukan karyawan yang kompeten dalam mengoperasikan alat-alat digital. Transformasi pada akhirnya membuat karyawan lebih mobile, sehingga dapat berkarya di mana saja dan kapan saja menggunakan perangkat apa saja.

Transformasi digital dengan demikian akan membentuk pilar berikutnya, yakni sistem operasional baru. Teknologi memungkinkan pemotongan proses pengumpulan, pengolahan dan analisis data sehingga mempercepat proses pengambilan keputusan. Efektivitas dan efisiensi kerja akan meningkat dengan sistem tersebut.

Pilar terakhir adakah transformasi produk dan model bisnis. Setiap institusi atau organisasi maupun perusahaan yang siap melakukan transformasi harus pula siap untuk menghadirkan pengalaman yang berbeda bagi pelanggan.

“Mereka perlu mendefinisikan ulang jenis produk dan model bisnis yang ditawarkan agar berbeda dari rivalnya,” katanya.

Andreas ikut andil mengatasi maraknya penjualan software bajakan di sejumlah marketplace di Indonesia. Dalam hal ini Microsoft bekerja sama dengan sejumlah Internet Service Provider (ISP) dan Computer Emergency Response Team (CERTs) di lingkungan pemerintahan untuk mengatasi serangan siber. Tindakan ini diharapkan mampu meminimalisir bahaya serangan siber bagi konsumen, baik individu maupun organisasi.

Andreas juga berperan membantu program pemerintah untuk mewujudkan program 1.000 technopreneur melalui kompetisi pengembang aplikasi Imagine Cup, yang diadakan oleh Microsoft Indonesia setiap tahunnya. Pada tahun 2016, Microsoft Indonesia berkomitmen untuk membantu pemerintah mewujudkan terciptanya 1.000 technopreneur hingga tahun 2020.

Terobosan lain yang dilakukan Microsoft di bawah kepemimpinan Andreas adalah mewujudkan konsep smart city di Indonesia. Kerja sama itu ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Wakil Rektor UGM Paripurna Sugarda, dan CEO Microsoft Indonesia Andreas Diantoro di Gedung Pascasarjana UGM, Yogyakarta, pada bulan September 2016.

Konsep smart city akan memberikan keleluasaan bagi seluruh lapisan masyarakat untuk ikut mengontrol proses pengambilan keputusan politik pembangunan, baik menyangkut perencanaan anggaran, hingga penyusunan undang-undang dan peraturan daerah (perda).

Andreas dilahirkan di Yogyakarta, 12 September 1968. Ia tumbuh dari keluarga atlet basket. Ayahnya, Diantoro, dan ibunya, Juliana, adalah atlet basket yang dipertemukan di Pekan Olahraga Nasional (PON). Diantoro adalah atlet yang mewakili provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), sedangkan Juliana mewakili Jawa Tengah.

Kinerjanya yang berkilau tersebut mengantarkan Andres termasuk salah seorang dari lima CEO perusahaan swasta yang meraih penghargaan “Best CEO Private Sector” dalam acara Obsession Awards 2017 di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan, Kamis (30/3/2017). (arh)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.