Penyeragaman Paskibraka: BPIP Tidak Pancasilais

Penyeragaman Paskibraka: BPIP Tidak Pancasilais

Obsessionnews.com - BPIP tidak Pancasilais lantaran menerapkan aturan anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) harus melepaskan jilbab ketika bertugas. Aturan dengan alasan penyeragaman yang disampaikan BPIP kental nuansa politik yang bertentangan dengan kebinekaan Indonesia.

Direktur Eksekutif Setara Institute Halili Hasan mengatakan, politik penyeragaman  termasuk pemaksaan penggunaan jilbab dalam berbagai konteks seperti di lembaga-lembaga pendidikan, khususnya sekolah-sekolah negeri, bertentangan dengan kebinekaan Indonesia. Sebaliknya, negara harus melindungi warga yang menggunakan atau tidak menggunakan jilbab sebagai ekspresi keyakinan yang dijamin UUD 1945.

Baca juga: 76 Pelajar Lolos Seleksi Paskibraka dan Siap Bertugas di IKN 17 Agustus Mendatang

“Negara menjamin kemerdekaan untuk memeluk agama dan keyakinan bagi siapapun. Oleh karena itu setiap upaya satu pihak kepada pihak lain untuk menanggalkan keyakinan, baik dengan paksaan maupun dengan pengkondisian tanpa paksaan, merupakan tindakan intoleran dan diskriminatif yang bertentangan dengan UUD, terutama pasal 29 Ayat (2) tersebut dan juga pasal 28I Ayat (2) dan (4),” kata Ismail di Jakarta, Kamis (15/8).

BPIP telah mengklarifikasi ketentuan tersebut dengan menegaskan bahwa tidak ada paksaan kepada anggota Paskribraka. Kepala BPIP, Yudian Wahyudi menegaskan, sejak awal Paskibraka telah dirancang mengenakan seragam beserta atributnya yang memiliki makna Bhinneka Tunggal Ika.

Dengan berlindung di balik peraturan perundang-undangan dan regulasi yang ada, yaitu Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2022 tentang Program Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka), Peraturan BPIP Nomor 3 Tahun 2022, dan Surat Keputusan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Nomor 35 Tahun 2024 tentang Standar Pakaian, Atribut, dan Sikap Tampang Pasukan Pengibar Bendera Pusaka, Kepala BPIP mengklaim bahwa pelepasan jilbab dilakukan secara sukarela melalui penandatanganan surat pernyataan bermaterai.

Menurut Ismail, keputusan Kepala BPIP Nomor 35 Tahun 2024 tentang Standar Pakaian, Atribut, dan Sikap Tampang Pasukan Pengibar Bendera Pusaka, memang tidak ada pemaksaan kepada seorang anggota Paskibraka (putri) melepas jilbab. Tapi, terdapat standar pakaian atau seragam yang dicontohkan secara visual di dalamnya, di mana anggota Paskibraka putri tidak berjilbab.

Standar tersebut, kata dia, merupakan bentuk penyeragaman yang tidak mengakomodasi kebinekaan dalam keyakinan mengenai penggunaan jilbab. Dalam hal ini, Setara Institute menilai BPIP gagal memberi teladan terkait kebhinekaan dan perlindungan keyakinan yang diatur dalam Pasal 29 Ayat (2) UUD 1945.

“Sebagai lembaga yang berwenang melakukan pembinaan ideologi negara, BPIP tidak boleh mencontohkan politik penyeragaman. Mereka harus mengakomodasi hak dasar dan aspirasi anggota Paskibraka putri untuk menggunakan jilbab yang sama sekali tidak menghambat tugas mereka sebagai pengibar bendera dalam Upacara Bendera 17 Agustus mendatang,” kata dia.

Setara Institute meminta pemerintah, khususnya BPIP segera menyelaraskan aturan mengenai Paskibraka, khususnya Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2022, Peraturan BPIP Nomor 3 Tahun 2022, dan Surat Keputusan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Nomor 35 Tahun 2024, agar lebih sesuai dengan Pancasila dan UUD NRI tahun 1945 serta semboyan negara Indonesia "Bhinneka Tunggal Ika". (Erwin)