Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang.
Semakin tinggi tekanan darah seseorang, semakin tinggi pula risiko orang tersebut terkena penyakit jantung, gagal ginjal, dan stroke. Penyumbatan pembuluh darah diawali dengan stroke.
Stroke merupakan gangguan syaraf otot yang dipengaruhi pembuluh darah dan berpusat pada kepala. Banyak penyakit yang disebabkan oleh gaya hidup yang tidak sehat.
“Oleh sebab itu, sudah saatnya menjalankan gaya hidup sehat sejak remaja sehingga bisa hidup sehat hingga lansia,” ungkap Koordinator Sistim Informasi Unsoed Ir Alief Einstein M.Hum. usai bincang-bincang dengan Dosen Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan (FIKes) Unsoed Dr.Arif Setyo Upoyo S.Kp. Ners. M.Kep.
Berikut hasil bincang-bincang selengkapnya dengan alumni S3 Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Cluster Nursing UGM Yogyakarta, Arif Setyo Upoyo.
A. Hipertensi
Hipertensi menurut World Health Organization (WHO) adalah tekanan darah tinggi yang ditandai tekanan darah >140/90 mmHg. Hipertensi sulit disadari oleh seseorang karena hipertensi tidak memiliki gejala khusus atau bahkan dapat tanpa gejala.
1. Gejala Hipertensi
Gejala-gejala dapat muncul pada penderita hipertensi antara lain yaitu : gejala ringan seperti pusing atau sakit kepala, sering gelisah, tengkuk terasa pegal, mudah marah, telinga berdengung, sukar tidur, rasa berat ditengkuk, mudah lelah, mata berkunang-kunang, mimisan (keluar darah dari hidung).
2. Faktor Risiko
Faktor – faktor risiko yang menyebabkan hipertensi yaitu faktor risiko yang tidak dapat dirubah dan faktor risiko yang dapat dirubah.
a. Faktor Risiko Tidak Dapat Dirubah
Faktor risiko yang tidak dapat dirubah antara lain: usia, jenis kelamin dan etnis.
b. Faktor Risiko Dapat Dirubah
Faktor risiko yang dapat dirubah, antara lain: kebiasaan merokok, kebiasaan minum alkohol, konsumsi garam berlebihan, obesitas/kegemukan, kurang pengetahuan , ketidakpatuhan terhadap terapi, diabetes mellitus, kolesterol tinggi, stress psikologis, penyakit sekunder seperti penyakit jantung, dan ginjal.
B. Stroke
Anggota PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia) Dr.Arif Setyo Upoyo,S.Kp.,Ners.,M.Kep. mengatakan bahwa stroke sebagai komplikasi hipertensi.
Selanjutnya, hipertensi menyebabkan berbagai macam komplikasi antara lain penyakit ginjal, jantung, dan stroke serta gangguan penglihatan.
Hipertensi primer merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian penyakit kardiovaskuler yang mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kejadian stroke (Hanchaiphiboolkul, 2011; Slark, 2013; Ghani et al., 2016).
Prevalensi hipertensi di Indonesia meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 prevalensi hipertensi 25,8% sedangkan pada Riskesdas tahun 2018 meningkat menjadi 34,1%.
Prevalensi hipertensi tidak terkontrol juga tergolong tinggi. Hasil penelitian Hussain et al. (2016), menyebutkan bahwa prevalensi hipertensi tidak terkontrol di Indonesia lebih dari 91%.
Hipertensi tidak terkontrol dapat menyebabkan stroke. Prevalensi stroke di Indonesia meningkat setiap tahunnya.
Berdasarkan Riskesdas tahun 2013 prevalensi stroke sebesar 7 per seribu populasi, sedangkan pada Riskesdas tahun 2018 prevalensi stroke sebesar 10,9 per seribu populasi (Pusat data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI, 2018).
Goldstein (2006) menyatakan bahwa prevalensi stroke pada pasien hipertensi berusia 50 tahun adalah 20% dengan risiko 4 kali lebih tinggi dan prevalensinya terus meningkat dengan bertambahnya usia, sedangkan menurut Ghani et al (2016), penderita hipertensi mempunyai risiko 2,87 kali terkena stroke.
Stroke merupakan penyakit pembuluh darah otak yang menunjukan beberapa kelainan otak baik secara fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh beberapa keadaan patologis yang disebabkan robekan pembuluh darah atau sumbatan parsial/total yang bersifat sementara atau permanen (Doenges, 2000).
Secara umum penyebab stroke adalah adanya sumbatan atau pecahnya pembuluh darah otak.
1. Faktor Risiko
Faktor risiko terjadinya stroke meliputi faktor yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor yang dapat dimodifikasi.
a. Faktor Tidak Dapat dimodifikasi
Faktor-faktor yang tidak dapat dimodifikasi meliputi umur, jenis kelamin, ras/etnik, dan genetik.
b. Faktor Dapat Dimodifikasi
Faktor-faktor yang dapat dimodifikasi meliputi hipertensi, diabetes, atrial fibrilasi, dislipidemia, diet, aktivitas fisik, obesitas, sindroma metabolik, konsumsi alkohol, dan merokok (Slark & Sharma, 2013; Boehme et al., 2017).
Stroke dapat menimbulkan berbagai gejala tergantung pada area otak yang mengalami gangguan perfusi. Gejala tersebut meliputi gangguan motorik berupa kelemahan pada satu sisi tubuh, gangguan sensorik, kelemahan, pusing, dan gangguan kesadaran sampai dengan koma (Swearingen, 2001).
2. Deteksi Dini Stroke
Deteksi dini stroke dapat dilakukan dengan metode FAST:
a. Face
Pasien diminta untuk tersenyum. Diduga gangguan bila pasien menunjukkan senyum yang tidak simetris.
b. Arm
Anjurkan pasien mengangkat kedua tangan. Pada pasien dengan stroke dapat menunjukkan salah satu tangan ketinggalan atau tidak bisa diangkat.
c. Speech
Ajak pasien bicara. Pada pasien stroke dapat mengalami gangguan bicara seperti suara tidak jelas/cedal/pelo (disartria) atau bahkan tidak bisa mengungkapkan atau memahami kata (afasia).
d. Time
Bila pasien mengalami gejala tersebut di atas, maka harus segera dibawa ke Rumah sakit atau fasilitas kesehatan.
C. Gaya Hidup
Dr.Arif Setyo Upoyo yang juga Dosen Ahli Perawatan Hipertensi dan Ahli Perawatan Stroke menjelaskan bagaimana gaya hidup untuk mencegah stroke pada hipertensi. Pola hidup sehat yang dinjurkan untuk mengontrol hipertensi dan mencegah stroke antara lain diet sehat, olahraga teratur, dan pengendalian stress.
1. Diet Sehat
Diet Sehat untuk Hipertensi. Pembatasan konsumsi garam sangat dianjurkan pada penerita, maksimal 5 gram (1 sendok teh) garam dapur untuk diet setiap hari.
Penderita hipertensi juga perlu memperhatikan bahwa asupan garam dapat terkandung dalam produk olahan seperti asinan, diasap, dan diawetkan. Penderita perlu membaca label kandungan garam (natrium) pada makanan kemasan.
Pembatasan konsumsi lemak dilakukan agar kadar kolesterol darah tidak terlalu tinggi. Kadar kolesterol darah yang tinggi dapat mengakibatkan terjadinya endapan kolesterol dalam dinding pembuluh darah. Lama kelamaan, jika endapan kolesterol bertambah akan menyumbat pembuluh nadi dan menggangu peredaran darah.
Dengan demikian, akan memperberat kerja jantung dan secara tidak langsung memperparah hipertensi. Penderita hipertensi dianjurkan membatasi daging berlemak, makanan bersantan, lemak susu dan minyak goreng (1,5-3 sendok makan perhari).
Minyak sawit atau kelapa dapat diganti dengan zaitun, kedelai, jagung, lobak, atau minyak bunga matahari. Penderita hipertensi disarankan mengurangi konsumsi daging merah (kambing, sapi). Daging dapat diganti dengan ayam tanpa kulit.
Penderita hipertensi juga dianjurkan mengkonsumsi ikan sedikitnya tiga kali per minggu, diutamakan ikan tuna atau salmon. Dalam memasak makanan disarankan untuk merebus atau mengkukus daripada digoreng.
Penderita hipertensi dianjurkan makan banyak buah dan sayuran segar. Buah dan sayuran segar mengandung banyak vitamin dan mineral. Buah yang banyak mengandung mineral kalium dapat membantu menurunkan tekanan darah.
Buah-buahan dan sayuran yang dianjurkan 5 porsi (400-500 gram) per hari, 1 porsi setara dengan 1 buah jeruk, apel, mangga, pisang atau 3 sendok makan sayuran yang sudah dimasak.
Penderita hipertensi dianjurkan tidak merokok atau minum alkohol karena dapat meningkatkan resiko penyakit jantung atau stroke.
2. Olah Raga Teratur
Latihan fisik untuk hipertensi. Olahraga secara teratur dapat meyerap atau menghilangkan endapan kolesterol dan pembuluh nadi. Olahraga yang dimaksud adalah latihan menggerakkan semua sendi dan otot tubuh (latihan isotonik atau dinamik), seperti senam, jalan cepat, gerak jalan, berenang, bersepeda.
Tidak dianjurkan melakukan olahraga yang menegangkan seperti tinju, gulat, atau angkat besi, karena latihan yang berat bahkan dapat menimbulkan hipertensi. Penderita hipertensi dianjurkan berolahraga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45 menit (sejauh 3 kilometer) lima kali perminggu.
3. Pengendalian Stres
Manajemen Stres. Stress fisik dan psikologis dapat meningkatkan tekanan darah. Penderita hipertensi disarankan untuk menghindari situasi yang menimbulkan stress.
Manajemen stress yang yang dapat digunakan penderita hipertensi antara lain: do’a atau dzikir, teknik relaksasi, dan Spiritual Emotional Freedom Tecnique (SEFT).
Terapi do’a dan dzikir merupakan salah satu bentuk memberikan rasa tenang dan nyaman. Do’a dan dzikir memberikan efek yang menguntungkan bagi kesehatan baik saat sakit maupun sehat.
Efek menenangkan yang ditimbulkan memberikan kesempatan bagi tubuh untuk relaksasi. Efek diperkuat dengan efek psikologis berupa peningkatan spiritual bagi orang yang mendengarkannya.
Hal itulah yang kemudian membuat terapi do’a dan dzikir direkomendasikan sebagai terapi pendamping bagi pengobatan konvensional yang telah ada. (Red)