Pansel Pimpinan KPK Tingkatannya Harus di Atas Dewa

Pansel Pimpinan KPK Tingkatannya Harus di Atas Dewa
Jakarta, Obsessionnews - Untuk kembali memulihkan kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pasca perseteruan dengan Polri selesai, anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil meminta kepada Presiden Joko Widodo untuk segera membentuk Panitia Seleksi (Pansel) Calon Pimpinan (Capim) KPK. Menurut Nasir, mereka yang layak menjadi tim Pansel Capim KPK adalah orang-orang yang levelnya di atas dewa. Artinya, memiliki wawasan tinggi mengenai sistem penegakan hukum di Indonesia, bukan dari anggota partai politik, tidak masuk dalam lingkaran istana. Mereka adalah orang pilihan, bersih, jujur, dan berintegritas serta jauh dari konflik kepentingan. ‎Hal itu perlu dilakukan karena orang yang nantinya bakal memimpin KPK juga orang yang tingkatannya sama dengan dewa. Mereka itu tidak tersandera dengan persoalan hukum, berintegritas, bukan dari kalangan Parpol, serta punya wawasan tinggi tentang hukum. Untuk itu, Nashir menilai Pansel itu kemampuannya harus lebih tinggi dari Capim KPK. ‎"Kalau Capim KPK punya syarat-syarat ini. Ya berarti mereka (Pansel) harus di atas itu. Kalau orang mengibaratkan pimpinan KPK adalah dewa, maka yang menguji itu tingkatnya juga harus di atas dewa," ujar Nashir saat ditemui Obsessionnews di ruang kerjanya di DPR, Jumat (6/3/2015). Agar kinerja Pansel bisa maksimal dalam merekrut Capim KPK, nantinya kata Nashir, Pansel bisa dibantu dengan tim teknis yang diambil dari pihak swasta. Mereka ini juga harus punya kriteria yang sama dengan para anggota Pansel dalam hal kepribadian. Tugas tim teknis ini adalah untuk mencari tahu siapa Capim KPK terbaik. ‎"Tim teknis yang bertugas mencari tahu siapa Capim KPK ini, bagaimana kapasitasnya, integritasnya, emosionalnya, karakternya dan sebagainya," terangnya. Politisi Partai Keadilan Sejahtera itu menjelaskan, tim teknis ini nanti bisa juga didatangkan dari Universitas Indonesia, Universitas Gajah Madha (UGM) atau universitas yang lain. Ya pasti kata dia, dengan adanya tim teknis itu, Pansel pimpinan KPK tidak perlu banyak, cukup lima orang. Sehingga tidak perlu ada pemborosan. Selain itu, Nashir menambahkan dengan‎ dipilihnya Pansel KPK yang punya tingkatan di atas dewa, kedepan masyarakat juga tidak akan saling menyalahkan jika pimpinan KPK tidak becus dalam menjalankan tugasnya. Menurut Nashir, keputusan di DPR dalam meloloskan pimpinan KPK sifatnya lebih politis bukan berdasarkan pengatahuan. "Jadi, nanti tidak ada lagi yang saling menyalahkan. Pansel  yang salah, DPR yang salah karena sudah meloloskan pimpinan KPK. Padahal DPR kan sifatnya politis. Jadi bagaimanapun peran Pansel sangat tinggi. Kalau Panselnya di atas dewa pasti hasilnya juga akan baik," paparnya. Diambil Dari Luar Daerah S‎ering kali pemberantasan korupsi tidak pernah dipahami sebagai agenda nasional atau agenda bersama. Sebab, menurut Nashir, mereka yang ditunjuk sebagai Pansel KPK adalah orang-orang yang hanya tinggal di Jakarta, seolah-olah persoalan korupsi adalah persoalan orang Jakarta tanpa perlu melibatkan orang daerah. Cara pandang ini yang menurut Nahir perlu diluruskan. Kedepan, Presiden Jokowi harus bisa mengambil orang-orang yang potensial di daerah untuk menjadi Pansel KPK. Mereka bisa didatangkan dari Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua, Bali, Nusa Tenggara Barat dan lain sebagainya. Yang pasti kata dia, meraka tingkatannya harus di atas dewa. ‎"Presiden jangan mengambil orang-orang Jakarta, tapi juga harus mengambil orang-orang daerah. Karena pemberantasan korupsi itu kan agenda nasional. Jadi orangnya  jangan itu-itu saja," terangnya. Nashir percaya pasti ada orang daerah yang memiliki kemampuan di atas dewa sehingga layak untuk masuk menjadi anggota Pansel KPK. Presiden bisa mengunakan alat negara seperti Badan Intelijen Negara (BIN) Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI yang punya kemampuan untuk melacak siapa orang daerah yang memiliki potensi tinggi di atas rata-rata. Presiden Jokowi mestinya kata Nasir, mau memberikan kesempatan bagi putra daerah untuk ikut andil dalam upaya pemberantasan korupsi. Nasir tidak sependapat jika Presiden Jokowi nanti kembali memilih orang yang dulu pernah menjadi Pansel KPK seperti Imam Prasodjo, Ery Eriana, atau Abdullah Hehamahua yang notabennya adalah orang-orang yang sudah lama tinggal di Jakarta. Telebih jika ada rencana Presiden Jokowi menjadikan Tim 9 atau Tim Independen ini sebagai Pansel KPK. Nashir juga tidak sepakat. Menurutnya, KPK akan tambah hancur karena orang dipilih adalah wajah-wajah lama. ‎"Tim 9 ini menurut saya nggak layak jadi Pansel. Karena ada barisan yang sakit hati. Nanti KPK ke depan bisa tambah hancur," jelasnya. Sebagian orang dari mereka ada yang dinilai sangat pro dengan KPK, dan ada juga sangat pro dengan Polisi. Sehingga Nashir menilai Pansel tidak akan bisa menyaring Capim KPK yang benar-benar punya tingkatan dewa. Mestinya kata dia, orang yang dipilih oleh Presiden Jokowi adalah orang yang pro terhadap penegakan hukum bukan pro terhadap KPK maupun pro polri. ‎"Tentu orang yang di pilih ini orang  yang memahami semangat UU KPK. Dan diharapkan orang yang senior dalam dunia hukum," jelasnya. ‎Presiden Jokowi sendiri sudah mulai membicarakan pembentukan Pansel KPK dengan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly. Mantan walikota Solo itu juga menginginkan agar Pansel segera dibentuk. Sementara Nashir berharap pada awal April 2015 Pansel KPK sudah mulai bisa bekerja. (Albar)