Rabu, 24 April 24

Pandemi Covid-19 ‘Hantam’ Perangkai dan Petani Bunga

Pandemi Covid-19 ‘Hantam’ Perangkai dan Petani Bunga
* Ilustrasi dampak Covid terhadap usaha bunga. (Foto: dok pribadi)

Jakarta, Obsessionnews.com — Pandemi Covid-19 tidak hanya berimbas kepada sektor pariwisata, dunia usaha penunjang pariwisata seperti transportasi, perhotelan, biro perjalan, tetapi berimbas juga kepada sektor lain yang menunjang acara-acara yang berhubungan dengan pariwisata seperti rangkaian bunga yang biasanya diciptakan untuk membuat suasana indah dan nyaman.

PSBB, social distancing mengakibatkan pula turunnya bisnis event organizer sampai ke titik nadir, perayaan-perayaan yang di dalamnya selalu ada unsur dekorasi, atau rangkaian bunga seolah menguap hilang di udara. Perangkai bunga biasanya mendapatkan pekerjaan dari mulai penyediaan rangkaian bunga di hotel, perkantoran atau untuk perayaan hari-hari besar, pesta pernikahan dan lainnya, adanya PSBB, social distancing, physical distancing, semuanya itu membuat kegiatan mereka terhenti.

Multiplier effect dirasakan oleh mereka yang menggeluti dunia ini. Seperti misalnya dimulai dari petani bunga di Bandung, khususnya di kawasan Parongpong, Lembang, sangat terkena dampak saat ini. Mereka memilih lebih baik tidak memanen, membiarkan bunga yang sudah siap untuk dipetik itu menjadi kering dengan alasan efisiensi agar tidak membayar upah pegawai, sebagian membiarkan  bunganya dijadikan pakan ternak. Sungguh suatu pemandangan yang sangat memprihatinkan.

Para perangkai bunga mengalami hal yang tidak kurang memprihatinkan juga, di mana seluruh pesanan rangkaian bunga yang sudah ada dan akan ada berhenti. Kalaupun masih ada satu-dua pesanan, lebih banyak pemesanan rangkaian bunga kematian, yang pada saat pengantarannya juga sangat harus hati-hati karena takut orang yang meninggal itu adalah korban Covid-19. Begitu juga pesanan dan pengantaran rangkaian bunga di pemakaman, harus sangat hati-hati, apakah yang meninggal itu korban Covid-19 atau bukan.

Kondisi ini membuat Dr Dewi Tenty Septi Artiany, SH, MH, MKn selaku pemerhati Koperasi, UMKM dan Ekonomi Kreatif merasa prihatin. Dewi Tenty turun ke lapangan untuk melihat langsung apa yang dirasakan oleh perangkai dan petani bunga di masa pandemi Covid-19 ini. Dia bahkan sempat berbicara dengan salah satu pelaku UMKM, yang tergabung dalam UMKM Alumni, Teh Dian Mawardani pemilik toko bunga Puspawarniflorist di Wastukencana, Bandung.

Teh Dian menyampaikan keluh kesahnya ke Dewi Tenty saat keduanya berbincang ringan. Menurut Teh Dian, Covid-19 lebih menghancurkan dunia usahanya dibandingkan pada saat resesi tahun 1998 lalu, karena pada saat resesi ’98, masih banyak upaya yang dapat dilakukan agar dapat bertahan dari krisis seperti menjual door to door kepada para pelaku restoran, hotel, kantor-kantor atau rumah-rumah, atau memberikan diskon besar-besaran kepada masyarakat supaya membeli bunga potong dan rangkaian bunganya.

“Berbeda dengan sekarang di masa Covid-19, karena PSBB melarang orang beraktivitas di luar apalagi Wastukencana yang merupakan daerah ring satu/merah, sangat berimbas kepada para pengrajin perangkai bunga di kawasan Wastukencana. Jadi seolah-olah mereka sedang dalam posisi mati suri,” ungkap Dewi Tenty lewat tulisannya yang berjudul “Saat Bungaku Tidak Harum Lagi”.

Dewi Tenty lanjutkan dengan berbicara dengan soerang anggota UMKM Alumni, Teh Joe Christy (Flowers and Beyond). Teh Joe telah memulai usahanya sejak tahun 2015 bersama Fasya C. Opit, berawal dari seringnya menjadi koordinator ruangan untuk tamu-tamu VIP acara konvensi international yang tanggungjawabnya adalah menyediakan ruangan yang nyaman selama acara berlangsung dengan rangkaian bunga. Dari acara-acara tersebut mulai mendapat banyak pesanan bunga-bunga segar dan dekorasi ruangan untuk berbagai acara.

“Adanya pandemi Covid 19 tentu membawa dampak yang signifikan. Protokol PSBB yang berlaku membuat semua acara yang membutuhkan dekorasi dibatalkan dan kiriman bunga rangkai bukan menjadi kebutuhan yang penting lagi,” tutur Dewi Tenty.

Pada awal pandemi Covid-19, masih ada beberapa pesanan bunga, tapi pada akhirnya terpaksa terhenti karena tidak adanya pasokan bunga impor dan kemudian bunga lokal. Namun pada wakhir Mei lalu kondisi mulai membaik, salah satunya karena protokol PSBB yang tidak memungkinkan silahturahmi secara fisik saat Lebaran kemarin, silahturahmi banyak dilakulan dalam bentuk kiriman bunga. Berlanjut dengan mulainya wisuda-wisuda, meski dengan bentuk online tetap memerlukan bunga untuk foto wisuda. “Saat ini diharapkan dengan social distancing, bunga rangkai bisa menjadi pengganti tali silahturahmi.”

Perjalanan para perangkai bunga masih panjang untuk dapat kembali ke masa masa sebelum covid, oleh karenanya menurut Dewi Tenty, diperlukan cara baru untuk mensiasati keadaan ini seperti yang dilakukan pada hari Idul Fitri lalu. Adanya gerakan membeli bunga potong segar untuk hiasan di rumah, cukup membantu para petani bunga dari keterpurukannya. “Bagi perangkai bunga tentunya diperlukan upaya lain agar tidak terlalu lama mati suri,” ucap dia di akhir tulisannya. (Has)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.