
Wakil minoritas agama (non muslim) di parlemen Republik Islam Iran mengecam statemen Presiden Prancis Emmanuel Macron yang mendukung aksi majalah Charlie Hebdo dalam menghina Nabi Muhammad Saw.
Wakil minoritas agama di parlemen Iran Rabu (27/10/2020), di statemennya seraya mengisyaratkan pernyataan tak bertanggung jawab dan menghina Emmanuel Macron terhadap kesucian Nabi Muhammad Saw menekankan, Macron dengan alasan kebebasan berekspresi, mempromosikan ekspresi vulgar dan kekerasan verbal yang mengarah ke kekerasan budaya dan politik.
Seraya mengecam perilaku seperti ini, wakil minoritas agama di parlemen Iran meminta para pemimpin negara-negara Barat jika mereka menghendaki perdamaian dan kehidupan damai antar agama serta budaya, maka mereka harus merevisi pendekatan dan keyakinan keliru mereka.
Majalah Charlie Hebdo baru-baru ini kembali menerbitkan karikatur menghina Nabi Muhammad Saw.
Sementara Presiden Prancis Emmanuel Macron, dalam sebuah pernyataan yang jauh dari etika diplomatik dan prinsip-prinsip demokrasi, mengatakan bahwa Prancis akan terus menerbitkan kartun-kartun yang menghina Nabi Muhammad Saw atas nama kebebasan berekspresi.
Seruan Muslim Bersatu Lawan Islamofobia
Kepala Dewan Penentu Kebijakan Nasional Iran, Ayatullah Sadegh Amoli Larijani menyerukan persatuan umat Islam di dunia untuk melawan gerakan Islamofobia.
Ayatullah Sadegh Amoli Larijani hari Selasa (27/10/2020) menyinggung masalah penghinaan yang dilakukan tabloid mingguan Prancis Charlie Hebdo kepada Nabi Muhammad Saw dan dukungan Presiden Prancis terhadap aksi penghinaan tersebut, dnegan mengatakan: “Mereka yang menghina kesucian Islam harus tahu bahwa reaksi dunia Islam sangat tegas,”.
Tabloid Prancis, Charlie Hebdo baru-baru ini menerbitkan kembali kartun yang menghina Nabi Muhammad Saw.
Presiden Prancis Emmanuel Macron, dalam sebuah pernyataan yang jauh dari etika diplomatik dan prinsip-prinsip demokrasi, mengatakan bahwa Prancis akan terus menerbitkan kartun-kartun yang menghina Nabi Muhammad Saw atas nama kebebasan berekspresi.
Kementerian luar negeri Iran memanggil Kuasa Usaha Kedutaan Besar Prancis di Tehran untuk menyampaikan nota protes atas langkah yang diambil Macron dalam masalah penghinaan terhadap umat Islam.
Standar Ganda Prancis
Umat Islam di seluruh dunia menunjukkan kemarahannya atas penerbitan kartun yang menghina Nabi Muhammad Saw di Prancis dan pembelaan Presiden Emmanuel Macron atas langkah tercela ini dengan dalih kebebasan berekspresi.
Masyarakat Muslim juga mulai memboikot barang-barang produksi Prancis. Hal ini menimbulkan kekhawatiran pemerintah Prancis, tetapi mereka tetap mengadopsi kebijakan standar ganda dalam kasus ini.
Di satu sisi, para pejabat Paris menepis risiko konflik antara Prancis dan Dunia Islam, dan di sisi lain, mereka mengancam negara-negara Muslim seperti Turki yang telah mengambil sikap tegas terhadap pernyataan Macron.
Duta Besar Prancis untuk Swedia, Etienne de Gonneville menganggap konflik apapun antara negaranya dan Dunia Islam tidak mungkin terjadi karena pernyataan anti-Islam yang dikeluarkan Macron.
“Pertama, Prancis adalah negara Muslim,” kata de Gonneville. Dia mencatat bahwa Islam adalah agama terbesar kedua di Prancis. Kami memiliki antara 4 hingga 8 juta warga Prancis yang memiliki warisan Muslim.
Namun, Macron dalam sebuah pernyataan tak berdasar baru-baru ini menyebut Islam sedang mengalami krisis di seluruh dunia, dan menekankan bahwa pemerintah Prancis akan memperkuat sekularisme.
Macron belum lama ini juga menekankan bahwa Prancis akan terus menerbitkan kartun-kartun yang menghina Rasulullah. Menyusul statemen ini, tagar boikot produk-produk Prancis menjadi trending topik di negara-negara Arab dan barang buatan Prancis mulai ditarik dari gerai toko-toko mereka.
Jelas bahwa sikap Macron tentang Islam secara prinsip berbeda dengan pandangan duta besar. Sebenarnya, kebijakan pemerintah Prancis tentang Islam dan Muslim adalah apa yang disampaikan Macron.
Prancis dengan sengaja membiarkan propaganda anti-Islam dan secara khusus menyebarkan aksi-aksi penistaan terhadap Nabi Muhammad Saw dengan alasan kebebasan berekspresi. Negara itu dengan sengaja telah menyerang Islam dan kaum Muslim.
Mufti Agung Lebanon, Syeikh Abdul Latif Derian menganggap penghinaan terhadap Rasulullah Saw di Prancis sebagai bentuk permusuhan terhadap seluruh Muslim di dunia.
“Kebebasan berekspresi dan berkeyakinan tidak berarti menghina keyakinan orang lain dan konsep ‘kebebasan mutlak’ harus ditinjau ulang,” imbuhnya.
Pada saat yang sama, statistik menunjukkan bahwa ketertarikan pada Islam terus meningkat di negara besar Eropa ini. Jadi, propaganda dan sikap anti-Islam Macron justru mendorong warga Prancis untuk menyelidiki tentang Islam dan sosok Rasulullah Saw.
Namun di sisi lain, pemerintah Prancis tidak menerima jika ada orang-orang yang mengkritik sikap anti-Islam yang adopsi negara itu. Menteri Dalam Negeri Prancis, Gerald Darmanin memperingatkan Turki tentang apa yang disebutnya “intervensi dalam urusan internal negaranya” dan mengatakan bahwa campur tangan kekuatan asing terhadap apa yang terjadi di Prancis, mengejutkan.
Prancis sebelum ini telah menarik duta besarnya dari Turki menyusul komentar yang dibuat Presiden Recep Tayyip Erdogan. Dia mengecam serangan terhadap Islam yang dilakukan Prancis dan meminta Macron untuk menjalani tes kesehatan mental.
Anehnya, pemerintah Prancis mengizinkan dirinya untuk mencampuri urusan negara lain secara terbuka, seperti yang dilakukan Macron dalam kunjungannya ke Beirut, di mana ia mengeluarkan perintah dan larangan untuk Lebanon.
Perlu dicatat bahwa Islamofobia dan penghinaan terhadap Nabi Muhammad bukanlah sebuah masalah internal, dan dampaknya juga tidak terbatas di Prancis saja. Oleh karena itu, Prancis sekarang menghadapi banjir kecaman dari kaum Muslim dan negara-negara Islam di seluruh dunia yang diikuti oleh seruan boikot produk-produk Prancis. (ParsToday/Red)