Rabu, 8 Mei 24

Mengurai 5 Langkah Kunci Menuju Puncak Kesuksesan Bisnis

Mengurai 5 Langkah Kunci Menuju Puncak Kesuksesan Bisnis
* Pekerja menyortir sumpit kayu sebelum dikemas di Sentra IKM Temanggung Tilung, Palangka Raya, Kamis (18/4/2024). Produk sumpit yang memanfaatkan limbah kayu untuk dijadikan suvenir tersebut telah menembus pasar ekspor seperti Jepang, Korea, dan Taiwan dengan harga jual Rp1 juta hingga Rp1,2 juta per box berisi seribu pasang. (ANTARA FOTO/Auliya Rahman/aww)

Oleh: Baratadewa Sakti Perdana, ST, CPMM, AWP, Praktisi Keuangan Keluarga & Pendamping Bisnis UMKM Shafa Consulting

Umumnya, bisnis memiliki lima tahapan yang tidak dapat dilewati begitu saja, namun memungkinkan untuk bisa dipercepat. Hal yang perlu dipahami adalah setiap tahapan memiliki cara yang berbeda serta tujuan yang berbeda pula.

Banyak orang mengalami kegagalan dalam bisnis karena belum memahami pada tahap mana bisnis mereka berada, akibatnya banyak pengusaha melakukan langkah-langkah yang tidak sesuai dengan tingkatan tersebut. Sehingga, mereka kehilangan investasi berwujud uang, waktu, dan tenaga tanpa mendapatkan hasil yang diinginkan.

Kondisi semacam ini sering sekali terjadi. Misalnya, seseorang baru memulai bisnis dengan produk yang belum tentu diterima pasar. Namun, ia sudah memikirkan strategi untuk membuka cabang. Hal ini dapat berujung pada kegagalan.

Tahap pertama, bisnis dapat dikatakan baru dimulai dan berada pada tingkatan yang disebut “Start Up”, sementara membuka cabang sebenarnya berada pada tingkat “Established”. Sedangkan setiap tahapan memiliki tujuan yang berbeda, dan tentunya cara untuk mencapainya juga berbeda.

Memang bisa saja ada kemungkinan untuk melompat langsung dari satu tingkat ke tingkat lainnya, namun risiko kegagalan juga akan lebih besar. Ini seperti seseorang yang baru belajar naik sepeda, namun diminta untuk mengendarai mobilnya sendiri. Kemungkinan yang terjadi adalah mobil tidak jalan atau bahkan bisa langsung terjadi benturan dan minimal bodi mobil penyok. Oleh karena itu, memiliki pemahaman kondisi bisnis terkini bagi seorang pengusaha menjadi mutlak diperlukan.

Secara umum, tahapan bisnis yang matang adalah melalui tahapan sebagai berikut:
Tahapan pertama yaitu “Start Up”. Fokus utama pada tahap “Start Up” adalah mencapai kesesuaian antara produk dan pasar, di mana produk tersebut diterima dengan baik oleh pasar tanpa perlu melakukan promosi secara besar-besaran. Jadi, prioritas di sini adalah melakukan validasi. Proses validasi dilakukan untuk memastikan apakah produk kita cocok dengan kebutuhan pasar atau tidak. Bagaimana caranya? Mungkin dengan membuat survei, mengumpulkan testimonial, melakukan uji coba produk, dan sebagainya.

Banyak orang yang masih berada pada tahap “Start Up” namun seringkali terjebak untuk mencari kesesuaian antara promosi dan pasar, padahal seharusnya yang perlu dicapai adalah kesesuaian antara produk dan pasar.

Ketika baru saja meluncurkan produk tapi belum melakukan validasi maksimal, kemudian tiba-tiba meluncurkan berbagai promosi dan iklan. Lalu apa yang terjadi? Produk tersebut mungkin saja terjual, namun penyebabnya adalah promosi, bukan pada kebutuhan pasar yang sebenarnya. Jika terus-menerus melakukan kesalahan semacam ini, tentu hasilnya hanya akan menghabiskan uang. Padahal begitu uang habis, bisnis pun akan mati. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa saat produk dapat diterima pasar dengan baik, maka tahapan “Start Up” telah dilampaui.

Tahapan kedua disebut “Running”. Pada tingkat ini, fokusnya terletak pada peningkatan omset. Penting untuk diingat, bahwa omset dan profit adalah dua hal yang berbeda. Jadi, yang harus ditekankan di sini adalah omset, bukan profit. Karena tujuannya adalah meningkatkan omset, maka strategi utama yang harus ditekankan adalah pemasaran dengan dominan penjualan dilakukan secara tunai. Fokusnya adalah menciptakan penjualan yang tinggi dan omset yang besar, terlepas dari apakah bisnis tersebut menghasilkan keuntungan atau tidak.

Pada tahap ini, pengusaha tidak perlu lagi mempertimbangkan apakah produk akan diterima oleh pasar atau tidak, sebab situasi ini sudah tercapai pada tahapan sebelumnya. Sekarang, yang seharusnya menjadi fokus adalah bagaimana perusahaan dapat menjual produk sebanyak dan secepat mungkin, sehingga menghasilkan pendapatan yang maksimal. Di sinilah pengusaha mulai dapat memanfaatkan konsep “funneling” dan atau “flywheel marketing”.

Funneling dan flywheel marketing adalah dua pendekatan yang berbeda dalam strategi pemasaran. Funneling Marketing adalah pendekatan pemasaran yang umum digunakan untuk menggambarkan perjalanan konsumen dari awal hingga akhir. Yakni saat konsumen melewati serangkaian tahap mulai dari kesadaran akan produk atau layanan hingga pembelian dan seterusnya. Tahapan-tahapan dalam funnel pemasaran umumnya terdiri dari kesadaran (awareness), minat (interest), keinginan (desire), dan tindakan (action). Tujuan utama dari pendekatan ini adalah untuk mengonversi prospek menjadi konsumen dan memandu mereka melalui perjalanan pembelian.

Sedangkan Flywheel Marketing yaitu pendekatan pemasaran yang lebih baru yang menggeser fokus dari perjalanan pembelian linear ke upaya membangun dan memelihara hubungan jangka panjang dengan konsumen. Singkatnya, funneling marketing berfokus pada menggerakkan konsumen melalui serangkaian tahap pembelian, sedangkan flywheel marketing lebih menekankan pada mempertahankan dan memperkuat hubungan dengan konsumen untuk menciptakan pertumbuhan yang berkelanjutan.

Pada tahap ini, pengusaha boleh mulai mencari investor, hal ini karena bisnis sudah terbukti valid dan mampu menghasilkan pendapatan, meskipun mungkin belum menghasilkan banyak profit.

Sehingga dari uraian tersebut, tanda bahwa bisnis telah melewati tahap “Running” adalah ketika omsetnya sudah dapat diprediksi. Artinya, pengusaha sudah mampu untuk memprediksi berapa omset yang akan diperoleh pada bulan depan, tahun depan, dan seterusnya.

Tahapan ketiga adalah “Growing”. Karena produk bisnis sudah diterima pasar, sudah menghasilkan omset yang bagus, maka fokus berikutnya adalah merapikan. Dengan cara apa? Kalau bisnis sudah jalan, penjualan tinggi, apakah pantas masih tetap jadi superman yang apa-apa dikerjakan sendiri? Maka pada tahapan ini, pengusaha sudah butuh sebuah organisasi, sebuah tim yang masing-masing bergerak sesuai bidang keahliannya. Bangun supertim bukan superman!

Ketika organisasi sudah ada, lalu apa selanjutnya? Tentu yang dibangun adalah SOP (Standar Operasional Prosedur) agar lebih mudah mengendalikan bisnis. Konsepnya yaitu “semua yang bisa diukur, pasti bisa diatur”.

SOP ini tujuannya adalah untuk mengukur dari berapa menuju berapa, sehingga harus melakukan apa. Sebagai contoh dari kondisi saat ini telah mampu melayani 20 konsumen, dan memiliki target 50 konsumen di bulan depan, maka dibutuhkan 30 konsumen. Dari sini ketemu measure (capaian lampau) dan lead measure (target rencana), yang kemudian akan turun menjadi yang namanya action plan (eksekusi). Nah inilah yang harus dikendalikan, dan itu perlu SOP, bukan pakai asumsi atau kira-kira.

Ketika organisasi sudah ada, SOP sudah ada, lalu berikutnya apa? Tentu butuh yang namanya manajemen. Yaitu staff, supervisor, manajer, hingga direksi.

Konsepnya adalah : masalah akan mengikuti orang yang bisa menyelesaikan. Apabila yang bisa menyelesaikan hanya bosnya sendiri, dan tim nya “cupu” semua, otomatis semua masalah bakal bosnya lagi yang harus selesaikan, tim hanya menjadi penyambung lidah saja terhadap komplain konsumen. Siapa bertanggung jawab terhadap apa, siapa bertanggung jawab terhadap siapa, itulah inti dari manajemen.

Ciri bisnis sudah mencapai tingkatan ini adalah profitnya bisa diprediksi. Sehingga yang menjadi bahan diskusinya adalah profit bukan omset. Ketika fokus bahasannya adalah profit, berarti sudah ada yang namanya analisis efektivitas usaha. Menaikkan profit bisa dilakukan dengan tiga cara : tingkatkan penjualan; turunkan biaya produksi atau operasional, atau alihkan biaya menjadi aset.

Tahap Keempat adalah “Establish”. Karena sudah ada manajemen alias pendelegasian tanggung jawab, dan organisasi sudah dapat berjalan sesuai prosedur yang ditentukan. Maka fokusnya di tahapan ini menjadi ekspansi atau buka cabang. Pada level ini mungkin sudah banyak calon investor yang mulai antri bertanya, sebab prospek bisnisnya sudah jelas.

Banyak bisnis ambruk karena mereka lompat ke tahapan ini padahal baru dapat omset banyak (tahapan running). Manajemen belum rapi, SOP seadanya, organisasi belum berjalan sesuai prosedur, namun langsung lompat ke tahapan ini, misalnya langsung eksekusi buka cabang. Setelah buka cabang ternyata manajemennya jadi berantakan, tak terkendali, penjualan dan profit bahkan tidak bisa diaudit. Kalau sudah begini, tampaknya tinggal tunggu kebangkrutannya saja.

Di tahapan ini Anda bisa melakukan yang namanya konsep merger dan akuisisi. Entah itu Anda ekspansi dengan cara kolaborasi, akuisisi market kompetitor, atau bahkan lebih gila lagi, akuisisi kompetitor. Di tahap ini sudah sudut pandangnya tidak sama lagi dengan level-level sebelumnya, sudah bukan B2C (business-to-community), tapi B2B (business-to-business).

Ciri bisnis yang sudah mencapai tahapan ini adalah pertumbuhannya bisa diprediksi. Sehingga amat mungkin memprediksi bulan depan berkembang berapa persen, buka cabang berapa, kerja sama dengan siapa, akadnya bagaimana, dan sebagainya.

Tahapan Kelima adalah “Mature”. Di tingkatan ini, pengusaha sebagai pemilik bisnis sudah bebas mau melakukan apa saja, biasanya arahnya sudah ke IPO, banyak berbagi ilmu dengan para pebisnis startup, hingga eksekusi harta wakaf.

Sudah hal umum terjadi dalam bisnis dan dikuatkan dengan hasil riset, terutama bisnis keluarga. Bahwa generasi pertama membangun bisnis; lalu generasi dua yang membesarkan; namun generasi tiga yang menghancurkan.

Kenapa menghancurkan? Karena sifat dasar tamak manusia sehingga harta yang melimpah biasanya menjadi pemicu pertikaian oleh cucu atau cicitnya. Solusi terbaik adalah gunakan strategi “business exit”, yakni dengan menjual sebagian saham melalui IPO, atau diwakafkan. Hal ini dilakukan prinsipnya agar bisnis yang telah dibangun dan dibesarkan dapat dikelola dan dikendalikan oleh pihak-pihak yang lebih kompeten dan profesional, sehingga meminimalisir potensi terjadinya konflik sekaligus penyegaran di jajaran manajemen perusahaan.

Sumber: Antara

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.