Jumat, 19 April 24

Mengapa Messi Jadi Dewa di Barcelona, Tapi Tidak di Argentina?

Mengapa Messi Jadi Dewa di Barcelona, Tapi Tidak di Argentina?
* Lionel Messi. (en.as.com/en)

Nama Osvaldo Cook mungkin tidak familiar di telinga, tapi dia punya catatan unik dalam sejarah sepakbola Argentina.

Messi disembah bak dewa di Camp Nou, namun situasi yang sama tidak akan pernah terjadi di negaranya.

Cook adalah satu dari sekian banyak suporter Argentinos Juniors yang hadir di stadion ketika Diego Maradona melakoni debutnya di usia 16 tahun pada 20 Oktober 1976. Namun, Cook juga menjadi saksi momen bersejarah lainnya.

Pada Juni 2004, dia berada di La Paternal, markas Argentinos Juniors, untuk menyaksikan laga Argentina U-20 melawan Paraguay. Laga ini mungkin sudah dilupakan banyak orang, tapi ada satu fakta tak terbantahkan: Lionel Messi menjalani debutnya dengan seragam Albiceleste di laga itu.

Lima hari sebelum melakoni debutnya untuk Argentina, Messi berulang tahun ke-17. Spanyol sudah memantau perkembangannya dan berencana memasukkannya ke dalam skuad Piala Dunia U-17 bersama dengan pemain seperti Cesc Fabregas, David Silva, dan Javi Garcia.

Sang remaja berbakat belum begitu dikenal di negaranya sehingga ofisial Argentina sempat menulis “Leonel Mecci” saat meminta izin kepada Barcelona untuk mengajak sang pemain bergabung dengan Albiceleste.

Julio Grondona, presiden Federasi Sepakbola Argentina (AFA) kala itu, bersama pelatih U-20 Hugo Tocalli baru teryakinkan untuk mengamankan servis sang youngster setelah menyaksikan aksi Messi dalam sebuah klip video VHS.

“Tocalli melihat video itu, dia lalu memperlihatkannya kepada saya,” kata eks asisten pelatih Argentina Gerardo Salorio kepada La Nacion. “Kami langsung menyerahkannya kepada Grondona, lalu menyadari bahwa Messi sudah siap dipanggil untuk memperkuat Spanyol U-17.”

“Grondona berkata, ‘Kita harus melakukan sesuatu. Kita harus menggelar sebuah pertandingan yang teregistrasi FIFA.’ Lalu kami langsung menelepon Messi dan dia menerima tawaran kami,” turut Salorio.

Laga U-20 itu sepi peminat, terlebih reguasi FIFA mewajibkan penonton harus membayar tiket masuk. Tak kehilangan akal, pihak penyelenggara pertandingan sampai meminta penonton untuk membawa satu lembar kertas sebagai pengganti tiket untuk didonasikan ke rumah sakit anak-anak Buenos Aires.

“Kami melihat lampu stadion menyala, mendengarkan radio bahwa akan ada pertandingan. Kami tidak tahu apa pun soal laga itu, lalu kami sadar bahwa kami sedang menonton sebuah pertandingan yang sangat penting.”

Messi masuk di babak kedua, mencetak gol ketujuh Argentina dalam kemenangan 8-0. Selanjutnya adalah sejarah. Messi bermain di empat Piala Dunia, lima Copa America, mendapat emas di Olimpiade, mengoleksi 136 caps dan 68 gol, tampil di empat final bersama timnas senior. Meski demikian, belum ada trofi mayor yang didapatkannya sampai detik ini.

Anggapan bahwa Leo diabaikan atau tidak disukai oleh negaranya adalah sebuah kekeliruan. Memang ada perbandingan antara performanya di Barcelona dan di timnas Argentina, tapi tuduhan seperti itu tidak pantas dilontarkan.

Ketika membicarakan Messi, respek dan pujian untuk sang No.10 begitu terasa di negaranya. Di Rosario, kota pelabuhan tempat di mana dia lahir, mural dirinya banyak bertebaran untuk menandakan statusnya sebagai pahlawan lokal.

Namun, ada benarnya pula bahwa Messi di Argentina tidak dipuja sama seperti di Barcelona, di mana setiap gerakannya mendapat sorak sorai dari publik Camp Nou.

Kenangan dan memori Messi dengan seragam Albiceleste lebih banyak diwarnai oleh kekecewaan.

Ketika Maradona mencetak ‘Gol Abad Ini’ melawan Inggris pada 1986, semua orang sudah memprediksi bahwa dia akan mengangkat trofi Piala Dunia.

Benar saja, selepas Jorge Burruchaga mencetak gol penentu ke gawang Jerman Barat yang dikawal Harald Schumacher, Diego pun tersenyum lebar dengan trofi di tangannya. Ia diarak keliling di Estadio Azteca.

Sayangnya bagi Leo, tidak ada momen brilian seperti Diego di atas. Performa apik Messi di Brasil 2014 akan selamanya dikenang dengan apa yang mengikutinya kemudian: kegagalan Rodrigo Palacio dan Gonzalo Higuain mengonversi peluang emas serta gol tunggal Mario Gotze yang menyakitkan.

Kesuksesan Maradona menjadi kegembiraan Argentina, sementara Messi memperpanjang catatan nyarisnya. “Leo sangat dicintai di sini. Dia adalah topskor Argentina,” kata Hernan Crespo kepada Cadena Ser pada 2017.

“Dia sangat tidak beruntung dengan tiga kekalahan di final Copa America dan satu kekalahan di final Piala Dunia. Bayangkan jika dia memenangi semuanya.”

Apakah dengan berhasil mempersembahkan Piala Dunia di Qatar nanti Leo akan menyamai level kecintaan publik Argentina terhadap Maradona? Sangat diragukan.

Terlepas ketenaran dan segala sikap kontroversialnya, Maradona tetaplah seorang malaikat dari kawasan kumuh Villa Fiorito. Tempramental dan kerap tak tahan godaan, Diego adalah simbol kaum pekerja tanpa tidak pernah melupakan akarnya.

Maradona berada dalam golongan pesepakbola yang berbeda. Ia adalah tipikal pemain yang kerap terlihat di pojokan toko kelontong untuk membeli rokok, berhenti di lampu merah dalam perjalanan menuju rumah tantenya, atau menonton pertunjukan kabaret di pagi hari setelah malam sebelumnya memenangi laga derbi.

Messi sendiri juga menjadi produk di generasinya. Sebuah spesies yang hidup di tengah siaran langsung di seluruh dunia dan hiruk-pikuk media sosial. Meski dalam sorotan selama 24 jam, Messi tampak begitu berjarak.

Crespo menambahkan, “Maradona adalah seorang fans Boca Juniors dan dia bermain untuk Boca. Leo tumbuh dewasa di Spanyol dan hidupnya hanya bermain untuk Barcelona. Diego lebih populer di Argentina karena dia tumbuh dewasa di negaranya alih-alih di Eropa.”

Messi adalah seorang talenta terasah, tapi punggungnya membelakangi publik Argentina. Ia dibina dalam ruangan tertutup di La Masia, sebelum diperkenalkan kepada publik Argentina dengan hanya beberapa lusin penonton yang hadir di La Paternal 15 tahun silam.

Dia mungkin adalah pesepakbola paling berbakat yang pernah ada di planet ini, mencapai level konsistensi yang bahkan Maradona hanya bisa bermimpi. Namun, untuk bisa mencapai level penghormatan yang sama di Buenos Aires seperti pendahulunya, Messi masih jauh tertinggal. (goal.com)

Sumber: GOAL.com

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.