Selasa, 23 April 24

Mari Berdoa Agar Jokowi Tolak RUU KPK

Mari Berdoa Agar Jokowi Tolak RUU KPK
* Wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dilumpuhkan melalui revisi Undang Undang KPK yang menjadi RUU Insiatif DPR dan disetujui dalam Sidang Paripurna DPR, Kamis, 5 September 2019. (Foto: Twitter @KPK_RI)

Jakarta, Obsessionnews.com – Wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dilumpuhkan melalui revisi Undang Undang KPK yang menjadi RUU Insiatif DPR dan disetujui dalam Sidang Paripurna DPR, Kamis, 5 September 2019.

 

Baca juga: RUU KPK Hasil Kerja Pengkhianatan DPR terhadap Cita-cita Reformasi

 

Pengamat politik Mochtar Pabottingi tidak setuju wewenang KPK dikebiri. Ia berdoa agar Presiden Jokowi menolak RUU KPK tersebut.

“Atas segenap kaitan dari kutukan RUU KPK, mari bersama berdoa agar Yang Maha Pengasih memberi Presiden Jokowi kebeningan rasa, kejernihan rasio, dan ketegaran sikap untuk menolaknya. Mari berdoa bersama untuk keselamatan Reformasi DAN cita-cita negara-bangsa kita! @jokowi,” kicau Mochtar di akun pribadinya, @MPabottingi, Minggu (8/9).

Pengamat politik Mochtar Pabottingi. (Foto: Twitter @MPabottingi)

Sebelumnya KPK melalui siaran pers, Kamis (5/9/2019) menolak revisi Undang Undang KPK. Apalagi jika mencermati materi muatan RUU KPK yang beredar, justru rentan melumpuhkan fungsi-fungsi KPK sebagai lembaga independen pemberantas korupsi.

“Dengan segala kejadian dan agenda yang terjadi dalam kurun waktu belakangan ini, kami harus menyatakan kondisi saat ini bahwa KPK berada di ujung tanduk,” kata Ketua KPK Agus Rahardjo.

Pertama, tentang seleksi pimpinan KPK yang menghasilkan 10 nama calon pimpinan yang di dalamnya terdapat orang yang bermasalah. Hal seperti akan membuat kerja KPK terbelenggu dan sangat mudah diganggu oleh berbagai pihak.

Kamis, 5 September 2019, Sidang Paripurna DPR telah menyetujui revisi Undang Undang KPK menjadi RUU Insiatif DPR. Terdapat Sembilan Persoalan di draf RUU KPK yang beresiko melumpuhkan kerja KPK.

Sembilan hal tersebut adalah pertama, independensi KPK yang terancam. Kedua, penyadapan dipersulit dan dibatasi. Ketiga, adanya pembentukan Dewan Pengawas yang dipilih oleh DPR. Keempat, pembatasan sumber penyelidik dan penyidik. Kelima, penuntutan perkara korupsi harus koordinasi dengan Kejaksaan Agung. Keenam, perkara yang mendapat perhatian masyarakat tidak lagi menjadi kriteria. Ketujuh, kewenangan pengambilalihan perkara di tahap penuntutan dipangkas. Kedelapan, kewenangan-kewenangan strategis pada proses penuntutan dihilangkan. Kesembilan, kewenangan KPK untuk mengelola pelaporan dan pemeriksaan LHKPN dipangkas.

Tak hanya RUU KPK, DPR juga tengah menggodok RUU KUHP yang akan mencabut sifat khusus dari Tindak Pidana Korupsi, sehingga keberadaan KPK terancam.

KPK menyadari DPR memiliki wewenang untuk menyusun RUU inisiatif dari DPR. Tapi, KPK meminta DPR tidak menggunakan wewenang tersebut untuk melemahkan dan melumpuhkan KPK.

KPK juga menyadari RUU KPK inisiatif DPR tersebut tidak akan mungkin dapat menjadi undang-undang jika Presiden menolak dan tidak menyetujui RUU tersebut. Karena undang-undang dibentuk berdasarkan persetujuan DPR dan Presiden.

Oleh karena itu KPK berharap Presiden dapat membahas terlebih dulu bersama akademisi, masyarakat dan lembaga terkait untuk memutuskan perlu atau tidaknya merevisi Undang Undang KPK dan format KUHP tersebut.

KPK percaya Presiden akan tetap konsisten dengan pernyataan yang pernah disampaikan bahwa Presiden tidak akan melemahkan KPK.

Apalagi saat ini Presiden memiliki sejumlah agenda penting untuk melakukan pembangunan dan melayani masyarakat. Polemik revisi UU KPK dan upaya melumpuhkan KPK ini semestinya tidak perlu ada sehingga Presiden Joko Widodo (Jokowi) dapat fokus pada seluruh rencana yang telah disusun. Dan KPK juga mendukung program kerja Presiden melalui tugas Pencegahan dan Penindakan Korupsi. (arh)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.