Selasa, 28 Maret 23

M. Fanshurullah Asa, Mengawal BBM Satu Harga

M. Fanshurullah Asa, Mengawal BBM Satu Harga
* Kepala BPH MIGAS Fanshurullah Asa. (foto: Sutanto/OMG)

M. Fanshurullah Asa, Mengawal BBM Satu Harga

Naskah: Sahrudi/Albar Foto: Sutanto & Dok. Humas

Jakarta, Obsessionnews.com – Fungsi BPH Migas dalam melakukan pengawasan pelaksanaan penyediaan dan pendistribusian Bahan Bakar Minyak (BBM) dan pengangkutan gas bumi telah dilaksanakan dengan baik. Hal itu terlihat dari keberhasilan badan yang dinahkodai M. Fanshurullah Asa tersebut sebagai garda terdepan dalam menjamin penyaluran BBM Satu Harga. Sementara dalam penyaluran gas, BPH Migas juga memiliki pemikiran strategis dalam penyaluran gas kepada masyarakat.

Industri Minyak dan Gas Bumi merupakan sektor penting di dalam pembangunan nasional baik dalam hal pemenuhan kebutuhan energi dan bahan baku industri di dalam negeri maupun sebagai penghasil devisa negara sehingga pengelolaannya perlu dioptimalkan. Untuk itu, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi ditetapkan.

UU tersebut memberikan landasan hukum bagi pembaharuan dan penataan kembali kegiatan usaha Migas nasional mengingat perundang-undangan sebelumnya (UU No. 44 Prp. Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi serta UU No. 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara) sudah tak lagi sesuai dengan kondisi terkini dan tantangan yang akan dihadapi ke depan. Ditegaskan dalam Pasal 8 ayat (2), (3), dan (4) Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi menyatakan bahwa:

a. Pemerintah wajib menjamin ketersediaan dan kelancaran pendistribusian Bahan Bakar Minyak yang merupakan komoditas vital dan menguasai hajat hidup orang banyak diseluruh wilayah NKRI.

b. Kegiatan Usaha Pengangkutan Gas Bumi melalui pipa yang menyangkut kepentingan umum, pengusahaannya diatur agar pemanfaatannya terbuka bagi semua pemakai.

c. Pemerintah bertanggung jawab atas pengaturan dan pengawasan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) yang pelaksanaannya dilakukan oleh Badan Pengatur (BPH Migas).

Dalam melakukan pengaturan agar ketersediaan dan distribusi BBM yang ditetapkan pemerintah dapat terjamin di seluruh wilayah NKRI, BPH Migas harus mengawal program BBM Satu Harga. Dengah kata lain, lembaga yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden RI ini dipercaya untuk melaksanakan arahan Presiden RI yang diterbitkan melalui PERMEN ESDM Nomor 36 Tahun 2016.

Ya, BPH Migas, menjadi garda terdepan untuk mengawal dan menjamin amanat BBM Satu Harga agar terlaksana dengan maksimal, meskipun tidak sedikit kendala dan tantangan yang harus dihadapi, khususnya terkait kondisi geografis Indonesia yang terbagi menjadi pulau-pulau hingga akses menuju lokasi pembangunan lembaga penyalur BBM yang cukup sulit ditembus.

Kebijakan BBM Satu Harga mengikuti pencabutan subsidi BBM dan pemberian penugasan kepada BPH Migas, Pertamina, dan badan usaha swasta untuk menyalurkan BBM ke daerah terpencil melalui pembangunan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di tempat tersebut serta mengatur penyalurannya secara rutin baik melalui darat, laut, maupun udara.

Selain sebagai perwujudan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, penerapan Program BBM Satu Harga dapat mengatrol pertumbuhan ekonomi meski masih dirasakan dalam ling’kup terbatas. Pasalnya, titik-titik penerapan program ini menyasar daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) terutama di beberapa daerah Indonesia Bagian Timur, yang harga BBM sebelumnya di wilayah tersebut lebih tinggi dibandingkan kawasan lainnya, seperti di Pulau Jawa. Dengan demikian, selisih harga beli ini pun bisa dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk memperbaiki taraf hidup perekonomiannya.

Wujudkan BBM Berkeadilan

Di bawah kepemimpinan M. Fanshurullah Asa yang akrab disapa Ifan, satu hal fenomenal yang telah dilakukan BPH Migas adalah berhasil mewujudkan target pemerintah menyatukan harga BBM dari Sabang hingga Merauke. Dalam salah satu kesempatan, Menteri ESDM Ignasius Jonan merasa bangga karena Program BBM Satu Harga ini merupakan satu satunya program yang berhasil dilaksanakan 100 persen. Fakta itu tak bisa dinafikan karena BPH Migas punya peran dan tanggung jawab penting dalam kelancaran distribusi migas ke seluruh wilayah Indonesia hingga mampu menyentuh masyarakat terutama di daerah yang sulit terjangkau khusususnya di daerah pedalaman seperti Papua.

“Karena dalam UU Migas, pemerintah wajib menjamin ketersediaan BBM diseluruh wilayah NKRI. Dan, BPH Migas telah ikut melaksanakan terwujudnya konsep energi berkeadilan yang dicanangkan di era pemerintahan saat ini,” ungkap pria kelahiran Palembang, 20 Mei tersebut. Kebijakan revolusioner BBM Satu Harga ini tak lepas dari kebijakan pemerintah yang bertekad untuk memberikan keadilan energi bagi rakyat khususnya mereka yang berada di berbagai wilayah 3T di seluruh tanah air untuk menggerakan roda perekonomian demi kesejahteraan rakyat.

Ditemui di ruang kerjanya, Ifan yakin dan optimis upayanya dalam merealisasikan penyaluran BBM Satu Harga dapat terlaksana dengan baik demi terwujudnya energi yang berkeadilan. Ia yakin kebijakan BBM Satu Harga ini memiliki multi efek yang luar biasa. Tak hanya berdampak pada berbagai sektor kehidupan masyarakat, seperti transportasi hingga pendidikan karena sebagian besar kegiatan masyarakat memang terkait dengan energi, baik langsung maupun tidak.

Pertanian misalnya, meski secara langsung tidak terkait. Namun, untuk memasarkan hasil pertanian, tetap membutuhkan transportasi yang membutuhkan BBM. Begitu pula dengan perikanan, kesehatan, hingga pendidikan, semua akan terkena efek domino kebijakan tersebut.

Khusus di Papua, dampak BBM Satu Harga terhadap dunia pendidikan dan kondisi anak-anak sangat terasa. Ambil contoh anak-anak di distrik yang terletak di Kabupaten Puncak Papua, misalnya sekarang bisa belajar lebih tenang. Pasalnya, dengan harga BBM yang jauh lebih murah, warga bisa menyalakan genset setiap malam untuk penerangan. Hampir seluruh harga kebutuhan menjadi turun.

Diakuinya, sebelum program tersebut, harga BBM memang sangat mencekik. Warga bisa merogoh kocek sampai Rp60 ribu hanya untuk memperoleh satu liter Premium. Namun, sejak program tersebut diresmikan 17 Agustus 2016, warga bisa membeli BBM dengan harga sama seperti di Pulau Jawa. Untuk membeli premium misalnya, warga hanya mengeluarkan Rp6.450 per liter, solar Rp5.150 per liter. Kinerja Ifan sebagai Kepala BPH Migas memang patut diacungi jempol. Anggota DPR RI periode 2004-2009 ini memiliki kepedulian yang tinggi agar rakyat bisa merasakan keadilan dalam sektor energi khususnya BBM dan gas. Bahkan, salah satu faktor yang menentukan suksesnya penyaluran BBM Satu Harga tak lepas dari keseriusannya dalam melakukan pengawasan atas pasokan dan pendistribusian BBM tersebut, Ifan tak segan blusukan ke titik-titik penyaluran BBM di pelosok-pelosok daerah bahkan hingga ke Papua.

Ifan menegaskan, pengawasan terhadap penyaluran BBM Satu Harga akan terus dilakukan oleh pihaknya untuk memastikan pasokan dan distribusi berjalan lancar. Untuk itu, ia juga bekerja sama dengan Kepolisian Republik Indonesia untuk mengawal program BBM Satu Harga tersebut mengingat titiktitik BBM Satu Harga berada di lokasi yang masuk kategori 3T.

Bahkan, beberapa di antaranya berada di lokasi yang rawan dari sisi keamanan. Oleh karena itu, peran aparat keamanan menjadi sesuatu yang cukup vital untuk program pemerintah tersebut.

Tak hanya itu, ketika terjadi bencana alam di beberapa daerah di Indonesia, seperti tsunami di Banten dan bencana alam di Palu dan lainnya, BPH Migas dengan kerja keras akhirnya mampu melakukan penyaluran BBM meski harus menghadapi berbagai hambatan sehingga tidak ada terjadi kelangkaan pasokan sektor minyak dan gas secara besar. Ifan yang ditunjuk oleh Menteri ESDM Ignasius Jonan sebagai Ketua Tim Posko Nasional ESDM Hari Raya Idul Fitri tahun 2018 mengatakan, timnya nonstop 24 jam keliling ke seluruh daerah untuk memastikan semua kebutuhan masyarakat selama Lebaran seperti BBM dan listrik terpenuhi.”Semua terkendali dan tidak ada kendala,” ujarnya.

Tugas tim posko nasional ESDM ini mencakup pengumpulan dan inventarisasi data lapangan mengenai BBM, gas, listrik dan kebencanaan geologi. Pihaknya juga memastikan pasokan bahan bakar minyak, dalam menjelang dan selesai hari raya Idul Fitri terpenuhi pada arus mudik dan balik 2018. Menghadapi libur Natal 2018 dan Tahun Baru 2019, Ifan kembali dipercaya menjadi Ketua Tim Posko Nasional ESDM untuk mengamankan penyediaan dan pendistribusian BBM, gas, listrik, dan antisipasi kebencanaan geologi di seluruh wilayah Indonesia.

Dirinya dibantu sejumlah pejabat lainnya dari Kementerian ESDM dan mitra kerja mereka. Dalam pelaksanaan, tim ini juga melibatkan dan bekerja sama dengan Kepolisian, Kemenhub, Kementerian PUPR dan Badan Usaha Niaga Umum BBM, antara lain PT Shell Indonesia dan PT Total Oil Indonesia. Hasil evaluasi Posko Nasional sektor ESDM Hari Raya Natal 2018 dan tahun baru 2019 yang berlangsung pada 18 Desember 2018 hingga 8 Januari 2019, pihaknya menyampaikan tidak terjadi kelangkaan BBM selama masa posko.

Pada subsektor migas, tercatat penyediaan dan pendistribusian BBM dan LPG secara nasional hingga 6 Januari tetap terkendali. Stok BBM, BBG, Jargas, dan LPG dalam keadaan cukup dan penyaluran berjalan lancar. Ifan juga dikenal sebagai sosok yang berani mengambil risiko dalam bertugas. Misalnya, ketika belum lama ini terjadi konflik bersenjata di Papua, ia tak takut untuk datang kesana guna melihat kinerja penyaluran BBM di provinsi tersebut. Padahal, banyak kalangan sudah memperingati agar pejabat pemerintah pusat untuk tidak berkunjung sementara ke Papua. “Buat saya ini tugas negara dan supaya rakyat di Papua dapat terus merasakan BBM Satu Harga maka saya harus datang,” tegas peraih gelar Doktor Teknik dari Universitas Indonesia (UI) tersebut.

Ya, provinsi terluas di Indonesia ini adalah wilayah yang kerap menjadi sorotan lantaran harga BBMnya lebih tinggi dibandingkan di Pulau Jawa dan wilayah lainnya. Bagi Ifan, kerja seperti dirinya harus membutuhkan semangat ikhlas yang luar biasa. Ia mencontohkan dalam setiap kali berkunjung untuk melakukan pengawasan penyaluran BBM di daerah terisolir dan terluar, ia tak peduli meski harus menginap di rumah penduduk setempat. Kedekatannya dengan masyarakat pedalaman yang didatangi membuatnya kian memahami pekerjaannya sangat penting bagi rakyat.

BBM Satu Harga Sudah Mencapai 131 Titik

Sepanjang tahun 2018, pelaksanaan BBM Satu Harga telah mencapai 131 titik lembaga penyalur. Ini melebihi target semula, yakni 130 titik. Jumlah tersebut tersebar di beberapa pulau, yaitu 29 penyalur di Sumatera, 33 penyalur di Kalimantan, 14 penyalur di Sulawesi, 11 penyalur di Maluku dan Maluku Utara, 26 penyalur di Papua dan Papua Barat, 14 penyalur di NTB dan NTT, 1 penyalur di Bali, serta 3 penyalur di Jawa dan Madura. Sementara, berdasarkan data dari BPH Migas, Pertamina dan PT AKR Corporindo selaku lembaga penyalur BBM Satu Harga telah menyalurkan BBM sebanyak 123.421 kiloliter (kl) tahun 2017 hingga 13 Februari 2019.

Dari jumlah volume tersebut, sebesar 79.939 kl merupakan BBM jenis premium yang merupakan Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan (JBKP). Sedangkan, Jenis Bahan Bakar Tertentu (JBT) atau minyak solar telah dikonsumsi masyarakat sebesar 43.482 kl.

Realisasi BBM Satu Harga pada tahun 2019 ini, diproyeksikan dapat menjangkau kurang lebih 434.120 kepala keluarga yang berlokasi di 133 kecamatan. Artinya, program tersebut dapat dinikmati oleh kurang lebih 2 juta warga Indonesia di berbagai wilayah 3T. Pemerintah sendiri memproyeksikan volume kebutuhan BBM untuk program BBM Satu Harga hingga tahun 2019 sebesar 568 kl per hari atau 207 ribu kl per tahun.

Jumlah itu terdiri dari 186 kl per hari untuk solar dan 382 kl per hari untuk premium. Artinya, jika dihitung per tahun kebutuhan BBM Satu Harga mencapai 68 ribu kl untuk jenis solar dan 139 ribu kl jenis premium. Proyeksi ini berdasarkan pada kebutuhan BBM yang akan disalurkan oleh 160 lembaga penyalur di seluruh Indonesia.

Peran Penting Sub Penyalur dan Mini SPBU

Dalam upaya menjamin ketersediaan BBM dan distribusinya secara merata hingga mampu menyentuh masyarakat terutama di daerah yang sulit terjangkau khususnya di daerah pedalaman seperti Papua, satu hal yang perlu mendapatkan perhatian dan dukungan adalah keberadaan sub penyalur BBM. Saat ini, total jumlah penyalur di Indonesia sebanyak 7.251 penyalur; (Pertamina 7.011 penyalur dan BU lain 240 penyalur). Penyalur yang dimiliki oleh Pertamina atau disebut SPBU COCO hanya 135 penyalur.

Sementara, NKRI terdiri dari 514 kab/ kota, tentunya jumlah tersebut masih jauh dari optimal. Apalagi untuk membangun SPBU baru membutuhkan investasi yang cukup besar dan itu pun tak serta merta mudah lantaran harus memperhatikan berbagai hal juga pertimbangan. Membangun SPBU, memang harus melihat sisi keekonomiannya terlebih di daerah terpencil seperti Papua, dianggap tidak ekonomis bagi sebuah badan usaha.

Untuk mengisi yang kosong itulah BPH Migas, membuat sub penyalur-penyalur tambahan yang legal khususnya di Papua. Sehingga, penerapan BBM satu harga bisa berlangsung dengan lancar dan aman. “Karena sektor Migas harus dikelola secara efektif, efisien, dan transparan sesuai dengan salah satu poin Nawacita Presiden Jokowi, yakni membangun Indonesia dari pinggiran sesuai ketentuan daerah-daerah,” imbuh Ifan.

Eksistensi sub penyalur tentu mampu membantu pemerintah mewujudkan program membangun Indonesia dari pinggiran. Apalagi, sebagian besar daerah yang disasar oleh program sub penyalur ini, lebih banyak di daerah 3 T. Bagi BPH Migas, implementasi sub penyalur BBM dilakukan dalam rangka mendukung percepatan BBM satu harga dalam agenda nasional pemerintah. Betapa tidak, di beberapa daerah keberadaan SPBU masih menjadi masalah karena jarak yang saling berjauhan.

Misalnya saja kalau di daerah Jawa, jarak antara penyalur (SPBU) dengan penyalur lainnya sudah di bawah 10 kilometer. Sementara, di wilayah Sumatera sendiri jaraknya masih berkisar di level 200 kilometer. Untuk wilayah timur Indonesia, masih sangat memprihatinkan. Sebab, jarak antara satu penyalur dengan penyalur lainnya bisa mencapai 2.300 kilometer. Jarak yang terlalu jauh tersebut, menyisakan berbagai masalah, seperti rawan disalahgunakan dan akses yang sulit terjangkau.

Karena jarak yang tak cukup ideal tersebut, tak heran harga BBM melambung tinggi menjadi Rp25.000 per liternya di daerah yang jauh dari SPBU penyalur karena harus menanggung ongkos distribusi. Bahkan, sebelum pemerintah mengulirkan program BBM Satu Harga, harga premium melampaui angka Rp50.000 per liternya.

Untuk itu, BPH Migas akan bekerja keras dalam memberikan akses energi kepada masyarakat di pelosok-pelosok daerah di Indonesia, khususnya di pedalaman Papua. Terbukti sudah ada 16 sub penyalur yang terbangun dan tahun ini ada sedikitnya 230 sub penyalur yang telah mengajukan izin ke BPH Migas. “Sebanyak 16 sub penyalur yang sudah existing di 25 provinsi dari target 230-an di seluruh Indonesia. Di Papua baru ada dua dan itu akan terus ditingkatkan jumlahnya,” tegas Ifan.

Testimoni dari Papua

Sukses program BBM Satu Harga mendapatkan apresiasi dari berbagai kalangan, khususnya warga Papua yang paling merasakan dampaknya. Pengamat ekonomi Universitas Cendrawasih Ferdinand Risamasu menilai, program ini berdampak positif bagi perekonomian wilayah di Papua dan Papua Barat. Itu terasa pada sektor logistik, usaha, dan membantu kelancaran transportasi warga terutama yang berada di wilayah pegunungan.

Manfaat program ini juga dirasakan petani bawang di Desa Raekore, Sabu Barat, Sabu Raijua, NTT. Salah satunya, Octovianus Alexander Rajariwu. Ia menuturkan, sebelum ada program BBM Satu Harga, para petani bawang di desanya, harus berpikir dua kali untuk membajak sawah. Selain harga BBM mahal, untuk mendapatkannya penuh perjuangan dengan jarak tempuh hingga 6 kilometer (km). “Harga bensin kisaran Rp100.000 sampai Rp200.000 per liter. Kami dijatah 1,5 liter seukuran botol air mineral, tetapi sejak BBM Satu Harga sudah masuk di wilayah kami. Harga bensin sudah sama dengan di Jawa Rp6.450 per liter,” kisahnya. Tak hanya panen yang meningkat, kemudahan mendapatkan bahan bakar melalui program tersebut, membuat masyarakat mendapatkan harapan baru untuk menggarap sawah dan ladangnya.

Pengamanan Ditingkatkan

Upaya menjalankan Peraturan Menteri ESDM Nomor 36 Tahun 2016 tentang Percepatan Pemberlakuan Satu Harga JBT dan JBKP Secara Nasional, terus menunjukkan hasil yang signifikan dengan semakin bertambahnya titik penyaluran. Peningkatan titik penyaluran ini tentunya tak lepas dari keseriusan BPH Migas dalam menyelenggarakan kegiatan Sosialisasi Sub Penyalur dalam rangka percepatan BBM Satu Harga secara nasional yang dilakukan di beberapa daerah 3T.

BPH Migas tentu tidak bisa bekerja sendiri karena ada banyak faktor yang membutuhkan eksistensi institusi lainnya khususnya dalam hal pengawasan dari pemerintah daerah dan aparat keamanan agar penyaluran BBM Satu Harga tepat sasaran. Karena itulah, salah satu langkah yang dilakukan BPH Migas adalah membangun kerja sama dengan Markas Besar Polri untuk menyukseskan program BBM Satu Harga dalam sebuah Memorandum of Understanding (MoU).

Diakui Ifan, potensi penyelewengan tersebut sangat besar. “Ketika dari depot masuk ke SPBU, itu banyak peluang penyimpangan. Apakah itu melalui kapal, mobil tangki, dan sebagainya,” ujarnya. Sementara, sambungnya, BPH Migas punya keterbatasan SDM dan itu pun hanya ada di Pusat. “Jadi, kami sangat membutuhkan bantuan khususnya dari kawan-kawan kepolisian yang memiliki personel hingga di daerah-daerah. Baik di desa-desa, kecamatan, dan seterusnya,” lanjutnya. Sinergi dan koordinasi lintas intansi ini tentu diperlukan guna menekan terjadinya praktik penyalahgunaan BBM bersubsidi. Hal ini karena sumber daya manusia di BPH Migas masih terbatas. Pengawalan dari Polri dibutuhkan untuk memastikan distribusi BBM tepat sasaran dan tidak diselewengkan. Berbagai hal yang menjadi kesepakatan antara BPH Migas dengan kepolisian, meliputi tukar menukar data dan informasi, pengawasan, pemberian kesadaran hukum, pengamanan penegakkan hukum, hingga peningkatan kapasitas serta kualitas SDM.

Menekan Penyelewengan BBM

Banyaknya potensi penyimpangan dalam distribusi BBM menjadi tantangan berat bagi BPH Migas dalam menjalankan tugasnya. BPH Migas juga melakukan langkah inovatif dengan pemanfaatan teknologi dalam menekan angka penyelewengan.

Bersama stakeholder lainnya, BPH Migas telah menguji coba penyaluran BBM di SPBU dengan teknologi digital. Perangkat tersebut dipasang mulai dari dari tangki penyimpanan BBM di SPBU sampai kran penyaluran BBM (nozzle) di dispenser. Dengan teknologi ini, data penyaluran BBM bersubsidi dan non subsidi akan lebih akurat. Selain itu, pembayaran subsidi Pemerintah ke Badan Usaha akan lebih tepat seiring dengan keakuratan data penyaluran BBM bersubsidi.

Terkait tudingan disparitas harga antara BBM bersubsidi dan non subsidi sebagai celah terjadinya penyalahgunaan BBM bersubsidi, memang masih menjadi tantangan besar untuk segera dicarikan solusi. Misalnya, disparitas harga antara solar bersubsidi dan non subsidi yang masih jelas terlihat, yakni bisa mencapai Rp5.000 per liter. Solar bersubsidi digunakan untuk angkutan umum dan mobil pribadi. Sedangkan, non subsidi digunakan industri, seperti perkebunan dan pertambangan.

Wujudkan Energi Berkeadilan, BPH Migas Menetapkan Harga Jual Gas di 7 Kabupaten/Kota

Pemerintahan saat ini tengah melakukan upaya percepatan pembangunan infrastruktur jaringan Gas (Jargas) agar ketersediaan energi dapat diakses oleh masyarakat kecil secara langsung sekaligus mendukung program diversifikasi energi dalam rangka mengurangi ketergantungan terhadap import bahan bakar bersubsidi APBN (BBM dan LPG 3 KG) untuk beralih ke penggunaan alternatif gas bumi untuk sektor rumah tangga dan transportasi. Keseriusan pemerintah ini telah dituangkan dalam sasaran Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) untuk pemenuhan kebutuhan energi final sektor rumah tangga sesuai dengan membangun jaringan gas kota bagi 4,7 juta sambungan rumah tangga (SR) pada tahun 2025, hingga akhir tahun 2018 pembangunan jargas telah mencapai 325.773 SR yang tersebar ke 45 wilayah kabupaten/kota. Berdasarkan pasal 46 ayat 3 UU Migas 22/2001 dan PP 36/2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi Pasal 9 ayat (1) huruf d bahwa BPH Migas memiliki tusi untuk pengaturan atas pelaksana pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa meliputi menetapkan harga Gas Bumi untuk Rumah Tangga (RT) dan pelanggan kecil (PK) dengan mempertimbangkan nilai keekonomian dari Badan Usaha serta kemampuan dan daya beli masyarakat.

Penetapan harga jual gas bumi yang diberlakukan pada Jargas melalui pipa yang dibangun dengan pembiayaan APBN maupun investasi dari Badan Usaha sendiri dan dikelola Badan Usaha operator penugasan dari Pemerintahan untuk kategori konsumen Rumah Tangga (RT) dan Pelanggan Kecil (PK). Prosedur penetapan harga jual gas RT dan PK untuk Jargas melalui mekanisme Rapat Komite, survei daya beli masyarakat, public hearing, dan Sidang Komite BPH Migas sesuai ketentuan Peraturan BPH Migas No. 22/P/BPH Migas/VII/2011.

Pada 25 Februari 2019, Jakarta, melalui Sidang Komite BPH Migas yang dipimpin oleh Ifan telah ditetapkan harga jual Gas Bumi Melalui Pipa Distribusi untuk 7 kabupaten/kota, yaitu Kabupaten Penajam Paser Utara (Kalimantan Timur), Kabupaten Musi Rawas (Sumatera Selatan), Kabupaten Deli Serdang (Sumatera Utara), Kabupaten Serang (Banten), Kabupaten Aceh Utara (Aceh), Kota Lhokseumawe (Aceh), dan Kota Medan (Sumatera Utara).

Dalam menetapkan harga jual gas, BPH Migas berprinsip mewujudkan keseimbangan antara Badan Usaha yang wajar, kemampuan daya beli masyarakat dan usaha kecil dengan harga jual gas yang terjangkau dan kebijakan Pemerintah untuk pengembangan pengelolaan Jargas yang berkesinambungan serta diversifikasi energi dari konsumsi LPG ke Jargas. Penetapan harga jual gas untuk 7 Kabupaten/Kota pada jaringan gas untuk RT-1 dan PK-1 sebesar Rp4.250/M3 lebih murah dari pada harga pasar Gas LPG 3 KG (Berkisar Rp5.013, – Rp6.266,-/M3).

Sedangkan, untuk RT-2 dan PK-2 sebesar Rp6.250,- lebih murah dari pada harga pasar Gas LPG 12 KG (Berkisar Rp9.085,- s.d Rp11. 278,-). Dengan diterbitkanya Peraturan Presiden No. 6 Tahun 2019 bahwa Penyediaan dan Pendistribusian Gas Bumi melalui Jaringan Transmisi dan/atau Distribusi Gas Bumi untuk Rumah Tangga dan Pelanggan Kecil bukan hanya dilaksanakan oleh BUMN Migas melalui penugasan Pemerintah, tapi dapat juga oleh BUMD, swasta, dan koperasi. Diharapkan ini dapat menstimulasi pengembangan Jargas melalui penetrasi market RT-2 dan PK-2. Namun, mengutamakan kebutuhan Rumah Tangga seperti dijelaskan pada pasal 20 Perpres 6 Tahun 2019. Ditegaskan pada Pasal 27 bahwa penetapan harga jual untuk Rumah Tangga dan Pelanggan Kecil tersebut adalah menjadi kewenangan BPH Migas.

Pembangunan Jargas Berskema KPBU

Di sisi lain, Ifan mendorong agar pembangunan jargas menggunakan skema KPBU. Skema tersebut dinilai bisa mempercepat pembangunan jargas daripada hanya mengandalkan dana APBN. “Kalau konsepnya menggunakan APBN itu akan lama tercapai. Kami harapkan dengan skema KPBU maka bisa lebih cepat prosesnya,” ujar Ifan.

KPBU merupakan skema pembayaran secara berkala oleh penanggung jawab proyek kerja sama (PJPK) kepada badan usaha pelaksana (BUP) atas ketersediaan layanan infrastruktur sesuai dengan kualitas yang ditentukan dalam perjanjian.

Menurut Ifan, pembangunan jargas merupakan bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015–2019 dengan tujuan memenuhi kebutuhan energi yang murah, bersih, ramah lingkungan, dan efisien. Dalam RPJMN tersebut ditargetkan 1,2 juta rumah tersambung jargas. Namun, hinga saat ini realisasinya masih jauh dari target. “Baru terealisasi di bawah 300.000. Padahal itu amanah Nawacita juga,” imbuhnya. Bagi Ifan, jargas cukup strategis untuk menekan impor elpiji yang bisa mencapai 60 persen di tengah kenaikan harga minyak dunia dan lemahnya nilai tukar rupiah.

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.