
Krisis Covid-19 India semakin mengganas. mengerikan! Orang biasa tidak punya pilihan selain mati, perjuangan keluarga yang dibiarkan sendirian merawat saudaranya yang sekarat hingga meninggal di rumah.
Waktu hampir tengah malam, dan Jitender Singh Shunty baru saja melewati satu hari lagi mengkremasi korban yang meninggal akibat virus corona.
Jitender kini tidur di tempat parkir krematorium di timur laut Delhi, ibu kota nasional India. Istri dan kedua putranya dinyatakan positif terkena virus dan sedang diisolasi di rumah.
“Kami telah melakukan kremasi massal untuk 103 jenazah hari ini, dan 42 di antaranya diambil dari rumah-rumah di seluruh kota,” katanya kepada BBC dalam wawancara telepon.
“Jumlah kematian resmi [diumumkan] tidak termasuk orang-orang yang sekarat di rumah … begitu banyak dari mereka bahkan tidak menerima hasil tes virus corona sampai setelah kematian.”
India sekarang telah mencatat lebih dari 222.000 kematian – jumlah kematian tertinggi ketiga di dunia di setelah Amerika Serikat dan Brasil – namun ada bukti-bukti bahwa masih banyak kematian yang tidak dilaporkan.
Jitender adalah kepala layanan medis nirlaba yang membantu polisi mengkremasi jenazah-jenazah yang tidak diklaim keluarga dan meninggal karena bunuh diri atau kecelakaan.
Tim Jitender terdiri dari 18 sukarelawan juga telah membantu upacara pemakaman terakhir bagi para korban virus corona sejak pandemi melanda tahun lalu.
“Selama gelombang pertama virus corona, kami membantu mengkremasi total 967 jenazah. Namun sekarang ini, kami telah melampaui jumlah itu hanya dalam 15 hari,” katanya.
“Awalnya, sebagian besar adalah orang tua yang menyerah pada virus, tetapi sekarang sangat mengkhawatirkan melihat begitu banyak orang muda kehilangan nyawa mereka.”
Terbaring mati di rumah
Jitender menerima ratusan panggilan setiap hari dari keluarga yang mengalami musibah, baik di dalam maupun luar negeri.
“Sore ini misalnya, saya menerima telepon dari Toronto, Kanada, dan orang asing ini membutuhkan bantuan untuk mengkremasi adik laki-lakinya yang meninggal di rumah (di India) sejak sehari sebelumnya,” kenangnya.
“Dia tidak tahu harus berbuat apa lagi. Ayahnya berada di rumah yang sama, tetapi berusia lebih dari 80 tahun dan memiliki gangguan penglihatan.”
Tim Jitender langsung mengambil jenazah tersebut setelah menerima surat persetujuan dari saudara korban yang tidak dapat kembali ke India itu. Persetujuan itu dikirim melalui aplikasi pesan yang memungkinkan tim relawan melakukan upacara terakhir.
“Sungguh menyakitkan melihat orang muda sekarat seperti ini, dan keluarga mereka berjuang untuk menghadapinya … Saya menangis di dalam hati.”
Saat sistem kesehatan rebah, rasa sedih berubah menjadi kemarahan bagi banyak keluarga.
Orang biasa tidak punya pilihan selain mati
Uttar Pradesh, tetangga Delhi, adalah salah satu negara bagian di India yang paling parah dihantam virus corona. Di wilayah ini, tepatnya di jantung distrik Jaunpur, Sushil Kumar (nama disamarkan) kehilangan ibunya.
Seluruh keluarganya, termasuk istri dan putranya, baru saja pulih dari virus corona, tetapi ibunya tidak bisa diselamatkan.
“Tingkat oksigennya turun, dan saya telah menghabiskan tiga hari untuk mencari kamar di rumah sakit atau tabung oksigen sehingga bisa merawatnya di rumah,” katanya.
“Dan sekarang adalah hari keempat saya keluar rumah dengan putus asa mencari bantuan medis, dan ibu saya meninggal di rumah.”
Di seluruh negeri, banyak orang tidak mampu bertahan hidup. Mereka menghembuskan nafas terakir ketika menunggu kasur rumah sakit, di saat persediaan oksigen menipis dan rumah sakit berjuang keras mengatasi lonjakan kasus.
Sushil mengatakan, walaupun memiliki konsentrator oksigen di rumah, alat itu tidak mampu membantu para pasien yang kritis. Konsentrator oksigen adalah perangkat medis yang berfungsi menyalurkan oksigen dan memungkinkan seseorang mendapatkan perawatan di rumah.
Kini di saat rumah sakit penuh sesak, mesin ini menjadi peralatan penting di seluruh India.
“Saya kehilangan ibu saya hanya karena sistem,” katanya sambil menangis.
“Semua petugas saling lempar, dan tidak ada yang bertanggung jawab. Tidak ada sistem triase (proses pemilahan pasien mana yang berisiko meninggal) secara terpusat yang menyediakan tempat tidur untuk pasien.” (Red)
Sumber: BBC News