Sabtu, 18 Mei 24

Kesedihan Prabowo dan Tantangan Redistribusi di Indonesia

Kesedihan Prabowo dan Tantangan Redistribusi di Indonesia
* Arsip foto duet Calon Presiden Prabowo Subianto dan Calon Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka saat mendaftarkan diri sebagai peserta Pilpres 2024 ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Jakarta, Rabu (25/10/2023). (Edwin B/ Obsessionnews.com)

Obsessionnews.com – Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Prof Dr Anthony Budiawan meragukan program kerakyatan Prabowo Subianto (presiden terpilih 2024) dapat lebih baik dari yang ada saat ini. Sebab, tidak mungkin ada pembiayaannya. Jika hanya mengambil uang untuk makan siang gratis yang bersifat subtitusi atas anggaran program existing, maka secara total tidak ada yang lebih baik.

Hal ini dikemukakannya pada Resume Roundtable Dialogue yang diorganisir oleh Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) dan Sabang Merauke Circle (SMC) di di Hotel Ambhara, Jakarta, 30 April 2024.

Dialog diikuti Ketua Umum KSPSI Jumhur Hidayat dan Peneliti SMC Dr Syahganda Nainggolan, Dr. Burhanuddin Abdullah (konseptor pembangunan presiden terpilih Prabowo), Dr. Darwin Zahidi Saleh, Ekonom UI, Dr. Anton Permana (Alumni Lemhannas RI), dan lainnya.

Berikut ini adalah 10 catatan dan tiga kesimpulan dalam dialog :

1. Prabowo Subianto bersedih

Dr. Burhanuddin Abdullah mengatakan, Prabowo mengalami kesedihan yang dalam mendengar laporan pilot projek makan siang gratis, di salah satu lokasi pilot projek di kampung Kiara Sukabumi, yang meliputi 14 sekolah dengan 3.000 siswa dan satu dapur umum.

Di sana, sesungguhnya telah terjadi peningkatan semangat belajar siswa dan tingkat kehadiran sekolah setelah dilakukan program makan siang gratis. Namun, banyak siswa yang membawa kantong plastik untuk menyisakan setengah makanan/lauk pauk plus susu untuk dibawa pulang diberikan kepada ibu mereka. Bukan mereka habisi di sekolah. Mendengar inilah Prabowo merasa sedih, kenapa di lokasi yang jaraknya cuma 2 jam dari ibu kota, nasib kemiskinannya seburuk ini, sangat miskin.

Bagaimana daerah-daerah lainnya yang jauh dari ibukota?

2. Badan Urusan Makan Siang Gratis

Dari 340 program Prabowo ke depan, ada 17 program prioritas dan kemudian 8 program cepat terpadu, salah satunya makan siang gratis. Pada bulan Mei ditargetkan setiap kabupaten memiliki satu pilot projek. Diharapkan dari 41.000 dapur untuk melayani 83 juta orang miskin, akan terealisasikan 10.000 dapur tahun 2025.

Menurut Burhanuddin, pemerintah Prabowo akan membuat badan baru menangani makan siang gratis ini. Prabowo menolak program ini dimasukkan ke kementerian yang sudah ada. Sebab, program ini, selain membentuk generasi unggul, juga dipastikan akan terjadi perputaran ekonomi lokal.

3. IRS (Badan Pelayanan Pemasukan Negara)

Untuk pembiayaan makan siang gratis dan program kesejahteraan lainnya, menurut Burhanuddin, pendapatan negara harus ditingkatkan. Kementerian keuangan direformasi. Bagian penerimaan dipisah menjadi IRS. Bagian pengeluaran disatukan dengan Bappenas RI.

Tax, Ratio Indonesia, katanya, tidak pernah berkembang. Padahal GDP kita mengalami kenaikan 5% setiap tahun. Rerata Tax Ratio kita hanya di bawah 10%, sedangkan anggota G20 rerata 25-30%. Kita cuma bangga pamer besaran GDP “double” dan GDP kita nomer 16 terbesar di G20, sebuah kebanggaan semu. Bahkan, “spending” pemerintah terhadap GDP pun hanya 17%, kalah jauh di bawah Turki 28%.

4. Pangan, Energi dan Manufaktur

Fokus pemerintah Prabowo lainnya ke depan, menurut Burhanuddin, pada 3 sektor utama, yakni pangan, energi dan industri.

Sejak Frans Seda menulis di koran tentang “Beras dan Minyak”, tahun 1962, kata Burhanuddin, masalah yang kita hadapi tidak berubah, yakni kelangkaan beras dan minyak. Bangsa Indonesia senang dengan memelihara masalah, bukan menyelesaikannya.

Saat ini kita gila impor beras dan minyak. Swasembada pangan gagal, swasembada energi gagal dan manufaktur kontribusinya pun (18%) jauh dibandingkan era Suharto (29-30%). Padahal angka 30% itu merupakan syarat menuju negara industri.

Melihat potensi yang ada dan berfikir realistis, menurut Burhanuddin, fokus utama adalah “food estate”, berbasis pada 10 juta sawah dan 4 juta ladang. Kita harus memacu pencapaian swasembada pangan dengan kepastian swasembada air. Di bidang energi, katanya, B40 atau B50 harus dicapai, agar impor minyak dapat ditiadakan. Dalam bidang manufaktur harus dipercepat relokasi industri dari China. Kita tidak boleh bersaing dengan China, karena kemungkinan kalah kompetitif, katanya. Selain itu program hilirisasi harus dipercepat.

5. Sektor Informal

Dr. Darwin Z. Saleh mengatakan bahwa terjadi penambahan 15 juta orang bekerja di sektor informal di era Jokowi. Di era SBY hanya 3 juta jiwa. Artinya, pembangunan ekonomi saat ini tidak mampu menyerap pertumbuhan tenaga kerja.

Dengan kemampuan sektor formal yang hanya 1 jutaan setiap tahun, maka diperkirakan 1,6 juta atau lebih terserap di sektor informal ini. Ini merupakan fenomena keduafaan. Ini sebuah potret kemiskinan kita.

6. Balai Latihan Kerja

Jumlah pekerja sektor informal selalu di kisaran 60%. Padahal syarat menjadi negara maju sektor itu harus di bawah 30%. Untuk itu struktur pendidikan tenaga kerja kita harus dirombak besar-besaran, jangan lagi mayoritas di bawah SMP. Penting yang kedua adalah dilakukan pelatihan-pelatihan dan pengembangan BLK (Balai Latihan Kerja) besar-besaran. Selama berlangsung otonomi daerah, BLK kurang dimajukan.

7. Soft Culture dan Kembali ke UUD 45

Kesenjangan sosial dapat di atasi jika kekuatan buruh cukup kuat, sebab mengharapkan peranan partai politik akan sia-sia. Itupun jika presiden terpilih memihak. Budaya bangsa yang kurang kritis dan penakut (soft culture) membuat “bargaining” rakyat lemah. Jika buruh kuat dan presiden mendukung, maka upaya redistribusi dapat dilakukan. Dalam sektor energi, misalnya, pada setiap perpanjangan kontrak ladang minyak, maka sebagian saham untuk buruh dapat diberikan oleh Menteri ESDM, atas nama Presiden. Menurut Darwin, cara ini lebih baik daripada upaya redistribusi via “state budget”.

Salah satu pendekatan sosialistik, secara teoritis, dalam menghilangkan kesenjangan adalah melalui perombakan kepemilikan aset nasional. Begitu juga kita harus kembali pada UUD 1945, pijakan ideologis, di mana disebutkan bahwa “Perekonomian Nasional disusun sebagai usaha bersama berdasarkan azas kekeluargaan”. Koperasi harus dimajukan sebagai upaya redistribusi.

8. Demokrasi dan partisipasi rakyat

Anton Permana menekankan pentingnya demokrasi dan partisipasi rakyat untuk menuntut keadilan sosial. Tanpa kontrol sosial dan rakyat bersuara, maka negara pasti lupa pada rakyatnya.

Anton menambahkan bahwa redistribusi bisa dilakukan sekaligus secara vertikal maupun horizontal. Vertikal maksudnya menggunakan tangan negara, seperti “tax justice”, subsidi dan pelayanan sosial yang massif. Sedangkan horizontal maksudnya mendorong kesadaran orang-orang kaya terlibat dalam kegiatan filantropis.

9. Koperasi Sokoguru Perekonomian

Ferry Juliantono menekankan bahwa sektor informal utamanya disebabkan kegagalan sektor pedesaan. Tenaga kerja pedesaan tidak terserap. Menurutnya, Prabowo akan mengatasi hal ini, karena Prabowo konsern dengan pembangunan pertanian dan pedesaan. Begitu juga ke depan koperasi akan kembali menjadi Sokoguru Perekonomian ditangan Prabowo, karena Prabowo adalah pecinta koperasi, sekarang dia sebagai ketua dewan pembina Induk Koperasi KUD dan kakeknya dahulu pendiri Induk Koperasi Pegawai Negeri.

10. Cabut UU Omnibus law Ciptaker

Anthony Budiawan mengatakan porsi “return of investation” di Indonesia sangat buruk, yakni return to capital mencapai 60% lebih, sisanya “return to labor” hanya di bawah 40%. Angka kebalikan di negara kapitalis. Pemerintah Prabowo menurutnya harus mempunyai langkah terukur yang pasti untuk membantu buruh mendapatkan porsi “return to labor”, itu baru kita bicara redistribusi. Langkah pertama pemihakan Prabowo pada nasib rakyat hanya bisa dilihat apakah dia mencabut UU Omnibus Law Ciptaker yang pro kapitalis itu?

Di sisi lainnya, Anthony ragu program kerakyatan Prabowo dapat lebih baik dari yang ada saat ini. Sebab, tidak mungkin ada pembiayaannya. Jika hanya mengambil uang untuk makan siang gratis yang bersifat subtitusi atas anggaran program existing, maka secara total tidak ada yang lebih baik.

Kesimpulan:

1. Redistribusi merupakan strategi penting dalam menghapuskan kesenjangan sosial. Spektrum persoalan bersifat jangka panjang dan jangka pendek. Melakukan politik kesejahteraan dengan makan siang gratis patut diapresiasi, namun tantangan besar ke depan bagaimana mengatur ulang keberlakuan pasal 33 UUD 45, di mana perekonomian nasional disusun berdasarkan asas kekeluargaan dan untuk kemakmuran bersama. Pengaturan ulang ini harus memastikan semua alam, air, udara serta tanah dan isinya, bahkan keadilan ruang usaha, dikelola secara bersama-sama, bukan milik segelintir orang.

2. Redistribusi sebagai sebuah ideologi merupakan konsep yang diinginkan pendiri bangsa. Itu hanya bisa diimplementasikan jika kekuatan buruh menjadi kekuatan progresif merebut, bukan menunggu belas kasih, atas hak-hak ekonominya. Pula presiden terpilih harus memihak rakyat. UU Omnibus Law Ciptaker penindas buruh harus dihapus.

3. Koperasi harus didorong terus dan kekuatan sosial dilindungi untuk membatasi ekspansi “market economy” untuk menghegemoni semua kehidupan menjadi “market society”.

Peserta Roundtable adalah berikut :

1. Mirah Sumirat (ASPEK)
2. Unang Sunarno (KASBI)
3. Daeng (PPMI)
4. Jumhur Hidayat (KSPSI)
5. Arif Minardi (KSPSI)
6. Syahganda Nainggolan (SMC)
7. Burhanuddin Abdullah (penasehat Prabowo)
8. Ferry Juliantono (INKUD/Gerindra)
9. Hanifah Husen (KAHMI)
10. Irman Gusman (KAHMI)
11. Khalid Zabidi (Ketua Muda Golkar)
12. Abdullah Rasyid (Partai Demokrat)
13. Anthony Budiawan (ekonom)
14. Ahmad Yani (Masyumi)
15. Napoleon Bonaparte (purnawirawan)
16. Anton Permana (alumni Lemhannas RI)
17. Darwin Z. Saleh (mantan menteri ESDM)
18. Sunarti (SBSI’ 92)
19. Eggi Sudjana (aktifis senior)
20. Muhamm Akhir (UMKM)
21. Agusdin Pulungan (eks HKTI)
22. Hendry Harmen (alumni ITB)
23. Dharma Setiawan Basri (DPW Gerindra Yogyakarta)
24. Radar Tri Baskoro (KAMI)
25. Hatta Taliwang (Institut Soekarno Hatta)
26. Rocky Gerung (filosof)
27. Dll.

(Red)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.