Kasus Penguntitan Jampidsus Menguap, Bukti Negara Toleran Pelangggar Hukum

Obsessionnews.com - Kasus penguntitan Jampidsus Febrie Adriansyah oleh anggota Densus 88 menguap begitu saja, tanpa jaminan dari institusi Polri kasus tersebut tak terulang, dan Kejagung bebas intimidasi dalam menangani perkara korupsi. Indikasi negara toleran terhadap pelanggaran hukum. Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto mengaku heran mengapa kasus yang memalukan itu dibiarkan menguap. Sebab ada bukti terjadinya subordinasi, namun dianggap selesai oleh Paminal Polri, dan tak ada pelanggaran. Baca juga: Jampidsus Panggil Sandra Dewi sebagai Saksi Kasus Korupsi Timah "Saya juga bingung kenapa bisa begitu. Kalau melakukan subordinasi, tentunya enggak rombongan dan harus ditindak. Faktanya Kadivpropam mengatakan tak ada pelanggaran," kata Bambang, di Jakarta, Rabu (12/6). Adanya pembiaran dari Polri, kata Bambang, tentu mengundang persepsi negatif publik. Ada sesuatu yang serius, menandakan adanya perlindungan terhadap anggota nekat membuntuti pimpinan institusi hukum lain. Baca juga: Menkopolhukam: Isu antara Polri dan Kejagung sedang Didalami "Dan ini tentu dipersepsi sebagai perintah institusi," ujarnya. Pembuntutan Jampidsus Febrie diketahui dari penangkapan dua orang yang salah satunya diketahui Iqbal Mustofa (IM) berpangkat Bripda dari kesatuan Densus 88. Dia ditangkap polisi militer karena memata-matai Febrie yang sedang berada di sebuah restoran Prancis, di kawasan Cipete, Jaksel, pada Minggu (19/5) yang lalu. Kasus tersebut mengagetkan, karena terjadi tak lama dari adanya peristiwa konvoi polisi di depan Kantor Kejagung. Spekulasi yang muncul, insiden terjadi berkaitan dengan penanganan kasus korupsi timah pada wilayah izin usaha pertambangan PT Timah di Kepulauan Bangka Belitung periode 2015-2022, yang kerugian negara mencapai Rp300 triliun. Pihak Polri menyatakan hasil pemeriksaan terhadap Bripda IM telah selesai dan tak ada pelanggaran. Polri tidak menjelaskan motivasi IM membuntuti Jampidsus. Situasi ini serba mengherankan. Menurut Bambang, insiden tersebut menandakan betapa institusi hukum lemah dan toleran terhadap pelanggaran anggota. Setelah muncul insiden, dengan mempertemukan Jaksa Agung-Kapolri dengan Presiden Jokowi, maka habis perkara. "Bisa dibayangkan apa dampaknya kalau penegak hukumnya toleran pada pelanggaran? Tentu tak ada kepastian hukum," keluhnya. Dia menilai kasus tersebut menjadi peringatan bagi warga negara, bahwa penegak hukum bisa bertindak semaunya, dan dilindungi institusi. Kalau dibiarkan, sudah pasti mengganggu rasa aman masyarakat. "Karena penyelenggara negara toleran pada pelanggaran yang dilakukan personelnya atau mengambil alih tanggung jawab pelanggaran personelnya, tentu saja ini bisa menjadi ancaman rasa aman dan nyaman masyarakat. Kasus ini warning bagi publik, bahwa penegak hukum bisa melakukan apa saja atas nama kewenangan yang diberikan negara," ujarnya. (Erwin)