
Jakarta, Obsessionnews – Akibat ikut ‘menyerang’ Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), seluruh anggota Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) DKI terancam di-recall alias ‘dipecat’ dari keanggotaan di DPRD. Pasalnya, Sesepuh Dewan Pertimbangan Pusat (Deperpu) PDIP, AP Batubara, meminta Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri (Mega) untuk merecall seluruh anggota Fraksi PDIP di DKI yang menandatangani hak angket untuk ‘melengserkan’ Gubernur Ahok.
“Saya merasa sangat malu, anggota PDIP seperti itu. Saya minta seluruh anggota PDIP yang mendukung hak angket terhadap Ahok untuk mengundurkan diri karena tidak sejalan dengan keinginan rakyat. Jika tidak mau mundur, ya harus direcall secepatnya. Saya minta Bu Mega untuk merecall mereka. Jika tidak, mereka akan diserbu massa, Saya suruh rakyat mengundurkan mereka,” tegas AP, sapaan akrab AP Batubara, dalam pernyataannya kepada wartawan di Jakarta, Senin (2/3/2015).
Sebagai catatan, 106 anggota DPRD DKI yang tandatangan hak angket, terdiri dari 28 anggota PDIP, 15 Partai Gerindra, 11 PKS, 10 Partai Demokrat, 10 PPP, 10 Hanura, 9 Golkar, 6 PKB, 5 Nasdem, dan 2 PAN.
AP menilai, langkah Ahok sudah benar melaporkan ke KPK terkait dugaan korupsi ‘dana siluman’ APBD DKI sebesar Rp12,1 triliun yang dilakukan oleh pihak DPRD DKI, setelah menerapkan treknologi e-budgeting untuk mengontrol anggaran APBD. Sehingga, wajar jika rakyat Jakarta terus membela pemimpinnya lewat berbagai macam cara. Dukungan terhadap Ahok semakin menguat, baik lewat aksi turun ke jalan atau melalui media sosial.
“Untuk mengetahui siapa yang salah, saya meminta KPK memeriksa seluruh kekayaan anggota DPRD DKI Jakarta. Harus jelas sumber kekayaan yang dimiliki anggota DPRD,” tegas AP sembari meminta seluruh anggota DPRD DKI harus membatalkan Hak Angket yang telah dilayangkan ke Ahok. Fraksi Partai NasDem sudah mengawali menarik diri dari pengajuan Hak Angket tersebut pada Senin hari ini. Bahkan NasDem melalui Sekjen-nya, Patrice Rio Capella telah meminta maaf kepada rakyat Indonesia karena telah menyerang Ahok.
Menurut AP, selama ini anggaran yang dimainkan DPRD tidak bisa terkontrol secara transparan oleh rakyat karena tidak memakai e-budgeting. “Selama ini DPRD minta ‘jatah’ terus-terusan. Jangan main-main dnegan uang rakyat!” tegas Penasihat Politik Megawati Soekarnoputri ini.
“Selama ini DPRD hanya main dengan kepala dinas, bikin renovasi sekolah dan lain-lain. Tapi sekolah malah tidak tahu. Banyak sekolah rusak di DKI tapi tidak juga diperbaiki. Mula-mula saya tidak percaya, tapi ternyata saya tahu sendiri. Korupsi dana pendidikan itu karena dananya paling besar. Mereka itu bebruat jahat karena tidak bermoral,” ungkap AP pula.
AP menduga, pihak DPRD periode sebelumnya tidak ketahuan selama ini sudah ‘bermain’ dana APBD. Anggota DPRD sekarang ini sial karena Gubernur Ahok menerapkan e-budgeting untuk APBD sehingga sangat ketahuan jika dikorupsi. “e-bugeting ini teknologi maju mesti harus dipakai. Kalau ada pihak DPRD yang tidak mau mekmakai e-budgeting, itu mungkin ingin ‘memainkan’ duit korupsi,” duga tokoh senior PDIP ini.
Ia pun menyarankan kepada seluruh kepala daerah di Indonesia meniru langkah Ahok yang menggunakan e-budgeting untuk penerapan anggaran APBD agar transparan dan tidak bisa dikorupsi oleh oknum DPRD bersama aparat daerah. “Sebaiknya para anggota DPRD DKI tahu diri apa yang ditilep dari mana? Ya bukan dari gaji, tapi dari sabetan. Oknum DPRD kongkalikong dengan satuan-satuan kerja di pemerintah daerah,” bebernya.
AP meminta Ahok harus bertahan, karena DPRD tidak berhak meminta Ahok mundur. Ahok tidak boleh mundur karena dipilih rakyat secara langsung. “Yang berhak minta Ahok mundur itu rakyat Jakarta, bukan DPRD. Tidak usah dengar DPRD itu. Ahok maju terus, jalankan apa kata suara hati rakyat. Cari kepala daerah yang jujur seperti Ahok ini sulit!“ seru Politisi senior PDIP.
Menurut AP, kalangan anggota DPRD DKI tidak senang terhadap Ahok yang menerapkan e-budgeting. “Ini bukan hanya soal ngutil atau nilep duit, tapi penerapan e-budgeting untuk anggaran ini teknologi maju serta bagus dan bahkan lebih murah, tapi kok tidak dimanfaatkan. Kok tetap pakai cara di zaman bauleha. Anggota DPRD jangan jadi tarzan di zaman bauleha,” tuturnya.
AP mengingatkan kepada DPRD bahwa rakyat sekarang ini tidak bisa lagi dibohongi. “Lha salahnya Ahok itu apa, kok dibikin hak angket? Mana ada hak angket DPRD. DPRD itu keputusannnya baru bias jalan kalau disetujui Mendagri. DPRD ini gak tahu diri. Penyelenggaraan negara ini harus sesuai konstitusi!” seru ketua umum Yayasan Proklamasi 17 Agustus 1945 ini.
Secara terpisah, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Lulung Lunggana menuding Gubernur Ahok membuat sensasi dengan pernyataannya soal DPRD DKI. Salah satunya, adalah pernyataan Ahok soal e-katalog dan e-budgeting. Namun menurutnya, e-budgeting bukanlah produk hukum. “Ahok dan kawan-kawan jangan mengabaikan proses hukum. Anggaran belanja di UU Nomor 17 Tahun 2014 pasal 317 ayat 1 butir b disebutkan Gubernur bersama-sama DPRD membahas anggaran, kemudian DPRD mengesahkan anggaran itu,” kilah Lulung.
Menurut Lulung, draf APBD DKI yang diserahkan Ahok kepada Mendagri bukan hasil pembahasannya besama dengan DPRD DKI. “Harusnya (yang dilaporkan ke Mendagri) hasil pembahasan dong, tapi ini hasil e-budgeting dia. Kapan e-budgeting itu diinput, kita gak tahu,” paparnya sembari menambahkan, “Hasil pembahasan bersama gubernur dan DPRD diparipurnakan, ditandatangani, disetujui, selesai di Rp73 triliun. Hasil pembahasan itu sesuai UU harus diserahkan ke Mendagri.”
Sebelumnya, Gubernur Ahok melaporkan dugaan adanya dana siluman dalam RAPBD ke KPK terkait dugaan penyelewengan RAPBD DKI dilakukan setelah DPRD DKI akan menggulirkan hak angket. Alasan DPRD menggulirkan hak angket karena menganggap Ahok telah melakukan pelanggaran UU karena menyerahkan APBD tak sesuai dengan Sidang Paripurna yang telah disetujui sebelumnya. Ahok dianggap telah melanggar UU No. 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) dan Tata Tertib DPRD sehingga DPRD menggunakan hak angket. (Ars)