
Bandung, Obsessionnews – Negera diminta adil terkait pembakaran masjid di Tolikara, Papua saat Idul Fitri Jumat (17/7/2015). Demikian disampaikan Humas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Jawa Barat (Jabar) Luthfi Afandi di Bandung, Kamis, (23/7).

HTI bersama para ulama Ahli Sunnah Wal Jamaah jabar juga meminta agar ada kejujuran pemerintah dalam menyampaikan kejadian yang sebenarnya di wilayah tersebut.
“Jadi yang benar katakan benar dan yang salah sampaikan salah,” tandas Luthfi.
Menurutnya, kewajiban para ulama untuk melakukan aktivitas amar makruf nahi munkar dan muhasabah lil hukkaam (mengoreksi penguasa), membongkar persekongkolan para penguasa dengan orang-orang kafir dan antek-anteknya dan kewajiban para ulama untuk selalu memperhatikan urusan-urusan kaum Muslim (ihtimam bi amri al-Muslimiin);
Seperti diketahui, Jumat (17/7) sekitar pukul 07.00 WIT telah terjadi penyerangan terhadap umat Islam di Distrik Karubaga, Kabupaten Tolikara, Papua, yang tengah melaksanakan shalat Idul Fitri 1436 H oleh sekelompok massa. Penyerangan ini diawali dengan pelemparan batu ke arah jamaah yang tengah mengumandangkan takbir ketujuh. Massa terus merangsek hendak membubarkan shalat Ied. Meski sudah dihalau oleh aparat keamanan, massa tetap saja menyerang bahkan kemudian mereka membakar masjid, juga rumah dan kios milik warga muslim. Akibatnya, masjid dan puluhan rumah serta kios ludes terbakar.
Terkait kasus Tolikara, HTI DPD I Jabar menyatakan sebagai berikut:
1. Mengutuk tindakan brutal dan keji tersebut, apalagi dilakukan saat umat Islam melakukan ibadah sholat Idul Fitri.
2. Aksi brutal dan keji ini merupakan bukti ‘sikap abai’, serta kurang seriusnya pemerintah negeri kita, negeri mayoritas muslim ini, untuk melindungi kepentingan umat Islam, dan seharusnya tragedi memilukan ini bisa dihindari. Karena, jauh sebelum tragedi tersebut terjadi telah beredar surat terbuka dari Badan Pekerja Wilayah Toli (BPWT) Gereja Injil Di Indonesia (GIDI) tertanggal 11 Juli 2015 yang ditujukan kepada umat Islam se-Kabupaten Tolikara, ditandatangani oleh Pdt. Nayus Wenda sebagai Ketua dan Pdt. Marhen Jingga sebagai Sekretaris, dan ditembuskan kepada Bupati, Ketua DPRD, Kapolres dan Dandim Kabupaten Tolikara, yang berisi larangan umat Islam di sana merayakan lebaran. Bahkan dalam surat itu juga tertulis larangan bagi muslimah memakai jilbab.
3. Pernyataan Wapres yang menyebut bahwa penyerangan itu dipicu oleh masalah speaker adalah pernyataan yang tidak berdasar, bahkan semakin menegaskan ‘sikap abai’ serta kurang seriusnya pemerintah dalam melindungi kepentingan umat Islam terutama di daerah minoritas. Pernyataan tersebut juga semakin menyakitkan korban yang sudah sakit karena diperlakukan secara dzalim.
4. Menyampaikan taushiyyah (rekomendasi) sebagai berikut:
a. Kepada pemerintah, bahwa menangani urusan umat dengan serius adalah amanah dan hedaknya dilakukan dengan sunguh-sungguh. Rasulullah SAW berdoa, “Ya Allah, barang siapa yang mengurus sesuatu yang merupakan bagian dari urusan-urusan umatku lalu dia menyulitkannya maka sulitkanlah, dan barangsiapa yang mengurus sesuatu yang merupakan bagian dari urusan-urusan umatku lalu dia memudahkannya maka mudahkanlah…”;
b. Peristiwa yang memilukan ini semakin menegaskan, hanya di dalam sistem Islam saja, Khilafah Islam, umat Islam terjaga agama, kehormatan, harta serta jiwanya. Bukan hanya umat Islam, dalam sistem Islam kaum non muslim pun sebagai warga negara diperlakukan sama sebagaimana umat Islam;
c. Mengajak seluruh komponen umat khususnya ulama, untuk berada di garda terdepan dalam perjuangan menegakkan syariah dan khilafah serta memberikan ta’yid (dukungan) nyata pada para pengemban dakwah yang berjuang untuk menegakkan syariah dan khilafah; dan mencampakkan Sekularisme-Kapitalisme. sungguh hanya di bawah naungan khilafah, negeri ini dapat hidup sejahtera. (Dudy Supriyadi)