Rabu, 17 April 24

Henry Yosodiningrat Bersama GRANAT “Wakafkan Diri” Berantas Kejahatan Narkotik

Henry Yosodiningrat Bersama GRANAT “Wakafkan Diri” Berantas Kejahatan Narkotik
* Henry Yosodiningrat, Ketua Umum DPP Gerakan Nasional Anti Narkotika (GRANAT).

Ada rasa sedih dan marah di diri seorang Henry Yosodiningrat saat melihat fakta bahwa jumlah pengguna narkotik di Indonesia semakin meningkat. Sedih karena korban terus berjatuhan. Marah, karena langkah nyata pemberantasan Narkoba seperti jalan di tempat. Karena itulah, bersama Gerakan Nasional Anti Narkotika (GRANAT), organisasi yang didirikannya bersama sejumlah tokoh sejak 17 tahun lalu, Henry bersama Granat mewakafkan diri untuk pemberantasan Narkoba.

cover-story-henry-revisi-1_002

Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam acara Hari Anti-Narkotik Internasional di Jakarta, Ahad, 26 Juni 2016 yang menginginkan tindakan tegas dari seluruh aparat keamanan terhadap pelaku kejahatan narkotik, membuat Henry takjub. Betapa tidak, Jokowi tak sungkan menggunakan istilah keras untuk mempertegas instruksinya tersebut. “Saya tegaskan kepada semua polda, polres, kejar, tangkap, hajar, hantam, dan kalau undang-undang memperbolehkan, dor mereka (pelaku kejahatan narkotik),” tegas Jokowi. Tentu saja itu menjadi pelecut Henry Yosodiningrat Bersama GRANAT “Wakafkan Diri” Berantas Kejahatan Narkotik Ada rasa sedih dan marah di diri seorang Henry Yosodiningrat saat melihat fakta bahwa jumlah pengguna narkotik di Indonesia semakin meningkat. Sedih karena korban terus berjatuhan. Marah, karena langkah nyata pemberantasan Narkoba seperti jalan di tempat. Karena itulah, bersama Gerakan Nasional Anti Narkotika (GRANAT), organisasi yang didirikannya bersama sejumlah tokoh sejak 17 tahun lalu, Henry bersama Granat mewakafkan diri untuk pemberantasan Narkoba. bagi Henry bersama Granat untuk lebih giat membantu pemerintah memberantas peredaran barang-barang haram tersebut. Meski dalam perjalanannya selama 17 tahun memimpin GRANAT, ia paham betul betapa sulitnya mewujudkan tekad Jokowi tersebut. Memang, seperti selalu dikatakan Henry, pemberantasan narkoba tidak bisa dilakukan sendirian bahkan oleh negara sekalipun. Perlu ada partner dan dukungan dari masyarakat untuk bersama-sama melawannya. Untuk itulah, GRANAT hadir. Didirikan oleh Henry dan sejumlah tokoh masyarakat dari berbagai latar belakang seperti polisi, militer, cendekiawan, akademisi, tokoh masyarakat dan lainnya, GRANAT sudah memantapkan tekad bertarung dengan sosok kejahatan yang dilakukan oleh sebuah sindikat. Sindikat yang sangat terorganisir dan berskala internasional. Sebuah well organized crime dengan dana tak terbatas yang tujuannya tidak sekadar bisnis tapi untuk menghancurkan bangsa. Sudah banyak contoh negara yang dirusak oleh narkoba. Afghanistan, misalnya.

cover-story-henry-revisi-1_003

Ngancurin negara, cetus Henry, tidak harus dibom. Cukup dipasok narkoba, maka rakyatnya akan dirusak dan bangsanya akan lumpuh. Modus untuk menghancurkan Indonesia dengan cara itu sudah sangat terang benderang terlihat di depan mata rakyat dan aparat negara. “Seperti terakhir kita lihat ada 5 ton sabu dimasukan ke tiang pancang jembatan yang dikirim dari Cina. Saya melihat ini sebuah agenda besar. Tapi memang saya melihat aparat penegak hukum, saya melihatnya nggak peka, dan setengah hati. Maaf saya katakan dan ini perlu penekanan,” tegasnya.

Di usia GRANAT yang ke-17, inilah Henry bertekad akan meningkatkan kiprah dan peran organisasi tersebut menjadi yang pertama dalam pemberantasan penyalahgunaan narkoba. GRANAT yang saat ini sudah bercokol di berbagai pelosok daerah di Indonesia tidak akan pernah mati, tidak akan pernah berubah, tidak akan pernah berhenti selama kejahatan narkoba di indonesia masih ada. “Kalau kelak sudah tidak ada lagi yang menjadi pecandu narkoba, baru kita berhenti. Kita berubah jadi organisasi yang fokus pada pengembangan nilai nilai kemanusiaan saja seperti di bidang keagamaan sesuai masingmasing agamanya,” ujarnya.

Karena itulah, saat menyambangi pria yang sebelumnya dikenal sebagai pengacara papan atas dan kini menjadi wakil rakyat, pembicaraan yang berlangsung melulu soal ambisinya membumihanguskan peredaran illegal narkoba dan menyelamatkan generasi muda Indonesia. Walhasil, wawancara satu jam lebih di ruang kerjanya yang ditemani secangkir teh manis dan kudapan ringan, Henry pun mencurahkan banyak cerita tentang GRANAT yang berkelindan dengan dunia kriminal obat terlarang. Bertepatan dengan Hari Ulang Tahun ke-17 GRANAT bulan inilah kami mewawancarai pria yang berpenampilan lugas dan tegas ini.

# BERAWAL DARI KEPEDULIAN DAN BIAYA SENDIRI

Berangkat dari kekecewaan, kemarahan dan kesedihan lantaran sang putra tercinta menjadi korban penyalahgunaan narkoba 18 tahun lalu, Henry pun menyimpan dendam terhadap para Bandar narkoba di negeri ini. Dimanapun dan dengan cara apapun, ia mengaku sudah siap melawan para perusak generasi muda tersebut. “Urat takut saya sudah putus,” imbuhnya. Lantaran itulah banyak cerita beredar tentang sepak terjang Henry dalam melawan mafia narkoba yang disebut-sebut melakukan street justice. Mulai dari mendobrak rumah bandar narkoba sampai tembak-tembakan dengan anggota geng sindikat. Ia sendiri tak membantah itu semua. “Akhirnya saya tahu bahwa ini ada satu sindikat yang bahwa ada pengedar pengedar yang memang mempunyai tujuan untuk menghancurkan bangsa,” ucapnya. Jadi, ia tak pernah menyesal melakukan langkah-langkah keras melawan para perusak tersebut.

cover-story-henry-revisi-1_004-1

Sampai kemudian muncul kesadaran untuk berkolaborasi dengan sejumlah tokoh yang memiliki integritas tinggi dan peduli terhadap nasib generasi muda untuk mendirikan sebuah wadah yang bergerak mendukung pemerintah memberantas penyalahgunaan narkoba. Sebutlah namanama seperti advokat senior Adnan Buyung Nasution, mantan Jaksa Agung RI, Abdurrahman Saleh, dr Sudirman yang pernah menjabat Kepala RSKO, wartawan kawakan Karni Ilyas dan sejumlah tokoh lainnya. “Kita bikin satu gerakan moral. Tujuan kita sebuah gerakan moral, mulai bikin nama, apa namanya kita harus sebut gerakan nasional, anti narkotika termasuk zat zat berbahaya lainnya, tapi kita singkat narkotika. Singkatannya apa, kita cari, ya sudah GRANAT saja deh, pas itu. Ada logonya dan logonya gambar granat saja saya bilang. Kemudian kita sepakat deklarasikan ini. saya ambil 28 Oktober yang juga hari Sumpah Pemuda,” ia mengilas balik.

Tak disangka, setelah deklarasi ternyata dapat sambutan yang luar biasa. Banyak tokoh tokoh masyarakat meminta GRANAT hadir di daerah juga. Sampai kemudian digelar Rapat Kerja Nasional untuk merumuskan anggaran dasar dan rumah tangga GRANAT. Dengan sudah adanya AD/ART maka GRANAT pun berdiri di berbagai daerah. “Saya keliling, safari meresmikan daerah daerah itu dengan biaya sendiri,” akunya. Karena memang tidak ada bantuan dari pemerintah saat pendiriannya.

cover-story-henry-revisi-1_004-2

Dalam perjalanannya, banyak ide-ide yang boleh dibilang rada nekat dari Henry. Misalnya, ia pernah berencana memimpin sebuah kelompok pemusnah bandar narkoba yang terdiri dari orang-orang terlatih yang tugasnya membunuh mereka. “Kita pakai topeng, pakai baju ninja, kumpulin teman teman karateka, bawa senjata tajam, dan karton bertuliskan “Ini Bandar Narkoba”, fungsinya, kalau kita ketemu itu bandarnya, kita habisi saja. Bunuh. Setelah itu letakkan karton bertulisan tadi di atas mayatnya,” katanya. Melanggar HAM atau Hak Asasi Manusia? “Nggak ada cerita HAM kalau bangsa sudah hancur. Presiden sudah mengatakan kita darurat narkoba. 5juta anak bangsa yang menjadi pecandu, 50 orang setiap hari, dana masyarakat setidaknya 2 triliun satu hari yang dibelanjakan untuk narkoba. Kok masih santai santai,” ujarnya dengan nada tinggi. “Kalau ada aparat terlibat, potong kaki dan tangannya,” tambahnya.

Itulah, yang diakui Henry sebagai cara yang tepat melawan para Bandar narkoba. “Mereka terorganisir, kita juga harus terorganisir. Harus kerjasama dengan semua lembaga negara. Jangan sampai ada aparat yang justru menjadi backing para pengedar tersebut dan bahkan penggunanya.

Tapi ia sungguh-sungguh tak melihat kesungguhan lembaga terkait dalam membangun sinergi pemberantasan narkoba. Ambil contoh, katanya, soal masuknya narkoba seberat 5 ton yang dimasukan dalam tiang pancang yang dikirim dari Cina. “Apa apaan ini, kalau saya, saya stop mengimpor barang dari Cina, kalau saya punya kewenangan. Ini ada apa 5 ton masuk tiang pancang. Itu sebuah agenda bukan sekadar bisnis!” ia kembali marah.

Itulah salah satu alasan kenapa GRANAT sampai saat ini tak ingin mengandalkan bantuan dari pemerintah yang diistilahkannya “nggak bersih-bersih amat” dalam upaya ini. Misalnya soal kebijakan rehab bagi para pengguna narkoba. “Harusnya yang direhab itu pecandu. Jadi kalau belum ketergantungan jangan direhab. Apalagi ada semacam hasil assessment, itu bisa diperjual belikan itu. Salah salah nanti bandar, karena dia make, direhab juga, jadi gimana dong?” ia balik bertanya.

Keteguhannya untuk mandiri membuat GRANAT menjadi organisasi pemberantas penyalahguna narkoba yang sangat diperhitungkan. Terbukti Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mengakui GRANAT sebagai NGO atau lembaga swadaya masyarakat dan mendukung agar GRANAT terdaftar di PBB. “Kami selalu mendapat undangan seminar, pertemuan tahunan atau apalah. Ya kalau kita nggak ikut ketinggalan, seperti katak dalam tempurung,” pungkasnya.

# EKSIS DI SELURUH INDONESIA

Sejak terbentuk 17 tahun lalu, keberadaan GRANAT sudah mengakar di berbagai pelosok daerah di Indonesia. Bahkan di kabupaten dan kota tertentu, GRANAT sudah ada di seluruh kecamatan. Untuk Lampung saja sudah masuk ke desa desa. “Jadi kalau saja mau dibuat partai, pasti lolos itu. Tapi kalau ada yang mau menjadikan partai, saya adalah orang yang pertama keluar. Saya tidak mau menjadikan ini suatu alat. Saya tidak mau. Di sini adalah pengabdian kita,” ia mengandaikan.

cover-story-henry-revisi-1_004-3

Dalam usia segitu, GRANAT sudah membuktikan banyak kiprahnya. Misalnya memberikan penyuluhan sampai ke desa desa. Untuk itu, Henry tak mau membebankan daerah yang diberikan penyuluhan. Bahkan diberikan tiket pesawat sekalipun, ia tak mau terima. Karena dengan undangan itu saja, bagi GRANAT adalah satu kesempatan yang baik untuk memberikan penyuluhan kepada masyarakat. “Kita pernah penyuluhan di mall, saya memberikan penyuluhan di lapangan badminton, di gereja gereja, masjid dan lainnya,” aku Henry.

Terobosan lainnya yang dilakuan GRANAT adalah bekerjasama dengan Polda Lampung membentuk satgas anti narkoba dan relawan GRANAT anti narkoba di seluruh desa. “Di lampung itu total 78.970 anggota yang setiap desa itu ada 30 orang kader GRANAT,” paparnya.

Langkah lainnya, GRANAT terus “menekan” pemerintah supaya memiliki kesungguhan dalam pemberantasan penyalahgunaan narkoba misalnya seperti eksekusi pidana mati, kemudian juga memasuki sekolah sekolah. Karena sekarang GRANAT concern upaya mencegah daripada mengobati.

Dalam kapasitasnya sebagai wakil rakyat, Henry mengakui tentu ada korelasinya dengan kapasitas dia sebagai Ketua GRANAT. “Meskipun saya tidak di komisi yang membidangi masalah hukum, tapi saya di komisi yang menyangkut politik dalam negeri. Dan kebetulan juga saya di badan legislasi (BALEG). Jadi setiap anggota DPR itu dia boleh di dua alat kelengkapan, maksimal. Nah BALEG itu juga merupakan muara dari semua rancangan undang undang, dan juga mempunyai tugas dan fungsi mengawasi pelaksanaan undang undang, dan menyusun Prolegnas, program legislasi nasional. Saya mendorong, kaitannya dengan menentukan prolegnas supaya undang undang narkotik ini direvisi. Jadi selagi undang undang narkotik masih seperti ini, kita tetap akan keteteran dengan seperti ini. Kenapa, undang undang tentang narkotik itu kalau saya nggak salah, sekitar 155 pasal, tidak lebih dari 37 atau beberapa pasal yang mengatur tentang kewenangan BNN. Selebihnya, di situ disebutkan menteri,” jelasnya.

Menteri yang dimaksud dalam undang undang itu adalah Menteri Kesehatan dan badan POM. “Mengatur tentang ketersediaan, mengatur tentang ekspor import transito narkotik itu kok badan POM, bukan kewenangan BNN. Jadi nyaris, makanya saya dulu orang pertama yang tidak setuju ketika muncul wacana untuk menaikan status kepala BNN menjadi setingkat menteri. Saya tidak setuju. Kenapa. Karena targetnya adalah untuk meningkatkan kewenangannya. Ya nggak bisa meningkat, selagi lembaganya masih begitu, selagi undang undangnya tidak diubah nggak bisa meningkat. Kenapa, karena kewenangan BNN itu sudah diatur di dalam undang undang tentang narkotik. Dan sifatnya nggak bisa ditambah tambah. Kalau mau meningkatkan kewenangan BNN, ubahlah undang undang itu dulu. Dengan mengubah undang undang, apakah bisa saja dijadikan kementerian, artinya lembaganya yang ditingkatkan. Otomatis pimpinannya juga akan meningkat,” cetusnya.

# JADIKAN KEJAHATAN NARKOTIK MUSUH BERSAMA

Upaya menggelorakan kampanye anti kejahatan narkoba terus dilakukan GRANAT. Menjelang peringatan HUT GRANAT, Henry menyampaikan sejumlah pesan kepada masyarakat. “Pertama, dalam kapasitas saya sebagai Ketua Umum DPP GRANAT, saya mengajak kepada segenap lapisan masyarakat untuk merapatkan barisan menjadikan kejahatan narkotik menjadi musuh bersama, bersatu. Yang kedua, kita lindungi anak bangsa ini, kita lindungi bangsa ini dari kehancuran akibat dari peredaran gelap dari penyalahgunaan narkotik. Caranya minimal jaga keluarga kita, tetangga kita. Sebarkan itu kepada masyarakat yang lebih luas,” imbaunya.

Kepada pemerintah, Henry berharap agar bekerja memerangi kejahatan narkotik ini dengan penuh kesungguhan. “Dengan keinginan dari Presiden selaku kepala negara misalnya, coba tolong semua pejabat pemerintah ini membaca kembali instruksi presiden, dalam salah satu PERINTAH PRESIDEN terkait dengan Indonesia DARURAT NARKOBA. Apa yang sudah dilaksanakan? Saya berani mengatakan tidak ada yang dilaksanakan,” lugasnya.

# “URAT TAKUT SAYA SUDAH PUTUS !”

Lebih dari satu jam Men’s Obsession mewawancarai Henry Yosodiningrat terkait soal peran melawan kejahatan narkotika. Dalam sejam lebih itulah putra Lampung ini bersemangat memaparkan pemikiran, ide, dan strateginya bersama GRANAT dalam perang melawan para bandar narkotik serta upaya menyelamatkan generasi muda bangsa ini. Berikut kutipan wawancaranya :

Bisa sedikit ceritakan alasan mendirikan GRANAT ?

Begini, 18 tahun lalu saya mengalami satu musibah yang sangat luar biasa yaitu putra saya yang nomor dua laki laki, dia sudah menjadi pecandu. Kemudian karena kemarahan saya sebagai seorang ayah, kekecewaan saya, akhirnya saya mencoba untuk mengetahui apa sih, kok bisa seperti ini. Karena ternyata parah membuat saya nyaris putus asa. Saya melihat anak saya itu sudah tidak punya masa depan. Akhirnya saya tahu bahwa ini ada satu sindikat pengedar yang memang mempunyai tujuan untuk menghancurkan bangsa. Nah awalnya, saya paksa anak saya menunjukan dari mana mendapatkan itu. Dia bilang, nggak mungkin pa, mereka kuat. Kalimat itu membuat saya marah, saya bilang kuat mana mereka dengan bapakmu. Dia tetap nggak mau. Waktu itu saya bilang ayok ikut papa. Saya bawa senjata api, dia juga bawa, saya bangkitkan keberanian dia. Sampai rumah si bandar saya geledah ternyata kosong nggak ada barang bukti apa-apa. Berapa hari kemudian saya paksa, saya dobrak pintunya, saya bawa saya tangkap saya bawa mobil. Saya serahkan Polres Jakarta Selatan keadaannya udah babak belur, sempat ribut juga dengan petugas karena mereka tidak terima bawa orang, tersangka setelah dianiaya.

Lalu ?

Tahu tahu besoknya banyak di koran koran kuning saya dikatakan melanggar hukum melakukan street justice, macam macam lah. Nah dari situ banyak teman teman yang peduli. Dari situ kita kumpul, teman teman lain juga saya undang, ada lah kita 14 orang. Saya, Adnan Buyung Nasution, Abdurrahman Saleh, dr Sudirman kepala RSKO, saya paparkan betapa berbahayanya narkotika. Dari sanalah kita bikin satu gerakan moral dan terbentuklah GRANAT. Kemudian tanggal 28 Oktober Hari Sumpah Pemuda kita deklarasikan. Setelah deklarasi ternyata dapat sambutan yang luar biasa di daerah. banyak tokoh tokoh masyarakat, tokoh pemuda yang ingin membentuk perwakilan GRANAT di daerah.

Tentu itu memerlukan dana, dari mana dananya?

Ingat, 99,09% dana untuk perjuangan ini uang pribadi saya. Jadi tidak ada dari luar dari pemerintah indonesia, sama sekali tidak ada. Kita mengikuti berbagai kegiatan internasional itu biaya pribadi. GRANAT adalah satu-satunya NGO atau LSM yang terdaftar di Perserikatan Bangsa Bangsa atau PBB, di berbagai organisasi PBB yang membidangi masalah drugs. Dan kita selalu mendapat undangan seminar, pertemuan tahunan atau apalah. Ya kalau kita nggak ikut ketinggalan, seperti katak dalam tempurung.

Lalu dukungan pemerintah terhadap perjuangan Anda bersama GRANAT ?

Ya kita selalu bermitra, saya juga menghindari ada keterikatan. Karena saya takut nanti, saya tidak bebas lagi untuk mengontrol. Jadi terbebani. Jadi sebagai mitra juga melakukan pengawasan terhadap kinerja.

Apa saja yang sudah dilakukan GRANAT selama 17 tahun ini ?

Kalau saya katakan, tidak berarti saya mengklaim apa yang sudah kami kerjakan. Tapi secara garis besar, kami memberikan penyuluhan sampai ke desa desa, dan kadang kadang tiket pun kami nggak mau terima. Karena ini kami merupakan satu kesempatan yang baik untuk memberikan penyuluhan kepada mereka. Kita pernah penyuluhan di mall, saya memberikan penyuluhan di lapangan badminton, di gereja gereja, masjid. Tapi baru baru ini saya bersama dengan kapolda lampung, pertama di indonesia saya bentuk satgas anti narkoba dan relawan GRANAT anti narkoba di seluruh desa. Dan setelah diresmikan setidaknya di kecamatan kita kumpulkan beberapa desa kelurahan di satu kecamatan kita berikan pembekalan. Kemudian yang lainnya, kita “menekan” pemerintah supaya kesungguhan seperti eksekusi pidana mati, kemudian juga memasuki sekolah sekolah. Karena sekarang kita lebih concern upaya mencegah daripada mengobati.

Menurut Anda peran pemerintah dalam memberantas narkoba apa sudah maksimal?

Begini, pertama, kejahatan ini adalah kejahatan yang dilakukan oleh sebuah sindikat. Sindikat yang sangat terorganisir dan skala internasional. Ia merupakan well organized crime. Kejahatan yang sangat terorganisir dengan baik dan skala internasional. Sindikat internasional yang melakukan cara cara itu, melakukan upaya untuk menyebarkan ini dengan cara konsepsional dan sistematis dengan modus operasi yang berubah ubah, dengan tingkat militansi yang sangat tinggi, dengan dana yang sangat tak terbatas. Tujuan mereka adalah untuk menghancurkan bangsa. Sekarang kita lihat seperti ada video di Afganistan disitu disorot ratusan orang tergeletak, ada seorang ibu mangku anaknya sambil nyuntik, ada anak kecil ngisap. Itu sebuah agenda besar untuk menghancurkan masyarakat di Afganistan, nggak perlu diserbu, nggak perlu dibom, nggak perlu serangan militer.

Apakah Indonesia juga ditargetkan begitu?

Nah di indonesia juga tujuannya itu, seperti terakhir kita lihat berita kemarin ada 5 ton narkoba dari Cina dimasukan ke tiang pancang jembatan. Saya melihat ini sebuah agenda besar. Tapi memang saya melihat aparat penegak hukum, saya melihatnya nggak peka, dan setengah hati. Maaf saya katakan dan ini perlu penekanan. Kita bayangkan, dalam salah satu perintah presiden terkait dengan Indonesia darurat narkoba, presiden pernah mengeluarkan instruksi tegas kepada penjahat narkoba. Apa yang dilaksanakan sekarang? Nothing. Bahkan presiden mengatakan, “kalau saja undang undang membolehkan untuk menembak di tempat para bandar itu, maka sudah saya perintahkan pada Kapolri dan kepala BNN, dor mereka, dor mereka,” dua kali disebut, diulangi lagi. Lalu apa yang dilakukan? Kalau saya Kapolri, kalau saya kepala BNN, saya kejar itu. Kalau ada anggota polisi yang memakai narkoba, potong kakinya dulu, perlu ditekankan. Potong kakinya potong tangannya, baru proses hukum. Idealnya kalau menurut saya, kita harus seperti Philipina.

Anda punya gagasan yang lebih keras terkait pemberantasan itu?

Saya malah menginginkan, ada sekelompok masayarakat, kalau perlu saya mau memimpin itu, kita pake topeng, pake baju ninja, kumpulin teman teman karateka, bawa senjata tajam. Bunuh penjahat narkoba itu lalu letakan karton bertuliskan “Saya bandar narkoba” di setiap pojok.

Itu kan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM)?

Nggak ada cerita HAM kalau bangsa sudah hancur. Presiden sudah mengatakan kita darurat narkoba. Lima juta anak bangsa yang menjadi pecandu, 50 orang setiap hari, dana masyarakat setidaknya 2 triliun satu hari yang dibelanjakan untuk narkoba. Kok masih santai santai. Berarti ada anggota yang terlibat, ada yang jual barang bukti. Jadi kalau ada aparat yang terlibat potong kakinya dulu, mestinya ada gerakan masyarakat seperti itu. Gemes saya, nanti saya lakukan itu.

Bisa-bisa polisi turun tangan mencari Anda?

Nggak apa apa. Polisi tinggal pilih. Mereka mencari siapa? Pelaku atau kami ini yang mencari bandar itu ? Bangsa kita akan menjadi tertawaan dunia. Bukannya mengurusi cari mereka tapi kok malah cari pelaku yang membunuh mereka, kan begitu. Itu sudah aneh.

Bukankah keberadaan mereka sangat rapi dan terorganisir?

Ya itu tadi penyebabnya. Pertama kalau mereka mau melakukan ini dengan cara yang sangat terorganisir, sementara kita kurang terorganisir dengan baik. Padahal dalam salah satu perintah presiden terkait dengan Indonesia Darurat Narkoba itu, bersinergi, nggak ada perubahan bentuk sinerginya seperti apa. Dengan cara keras, nggak ada perubahan, biasa biasa saja. Jadi saya tidak melihat kesungguhannya. Jadi saya sebetulnya minta kalau perlu dibuat aturan, potong kaki, potong tangan petugas yang terlibat. Bagaimana sih, ada oknum yang terima setoran, jual barang bukti. Nah, yang kaya itu potong kakinya. Mereka lebih biadab lagi. Apa kurang biadab, mengakibatkan 50 orang mati setiap hari? Makanya kita harus melakukan cara cara yang sama dengan cara yang mereka lakukan. Misalnya ketika terungkap ada 5 kilogram narkoba masuk ke Indonesia melalui tiang pancang yang dikirim dari Cina. Saya yakin Itu sebuah agenda bukan sekadar bisnis. Wah, kalau saya, saya stop mengimpor barang dari China, kalau saya punya kewenangan. Ini ada apa?

Anda nggak pertimbangkan risikonya?

Satu hal yang saya syukuri, saya nggak putus asa. Saya nggak lelah, itu yang saya syukuri. Dan saya bersyukur urat takut saya sudah putus. Itu yang saya syukuri. Kalau belum putus mungkin nggak begini juga. Ya itu saya syukuri. Apapun resikonya.

Anda tahu siapa sindikat narkoba di Indonesia sebenarnya?

Sindikat itu seperti hantu. Sangat sulit untuk tahu. Saya bisa satu pesawat sama orang, bisa orang di sebelah saya ini ternyata bagian dari sindikat. Dan nyaris di tiap institusi itu ada. Ngeri. Mereka itu punya pola pola misalnya, di bea cukai misalnya, di Polri misalnya. Mereka ini dibiayai dari awal. Begitu juga yang di imigrasi, itu ada. Silahkan mereka mau membantah. Bagaimana bisa lolos lewat bandara. Itu yang terungkap yang selama ini diberitakan, yang tidak terungkap kan lebih banyak. Jadi itulah, sindikat itu kaya hantu. Dan bisa jadi kaya misalnya kita ini, misal kita berempat ini adalah sindikat tapi kita nggak saling kenal. Saya bisa mengatur orang misalnya, kamu ke sana, nanti ada yang menghubungi kamu. Dan nomor bukan pake nomor yang biasa, saya kasih nomor lain, nanti ada yang hubungi kamu nanti ada yang mau beli. Nanti ketemu nggak mereka. Atau sudah ketemu, diantar. Jadi itu yang disebut dengan sistem sell terputus.

Bagaimana peran BNN dalam konteks ini?

Ya maaf yah di BNN saya lihat BNN itu tidak selamanya yah, tapi terkadang menjadi tempat transit orang untuk mendapatkan jabatan kombes. Masuk ke sana, dapat kombes, pindah ke mana. Dapat bintang pindah lagi. Jadi tidak profesional. Idealnya BNN itu betul betul orang yang profesional di bidang masalah narkotik. Idealnya penyidiknya. Karena apa, tingkat kesulitan mengungkap tindak pidana narkoba jauh lebih dari tingkat kesulitan mengungkap tindak pidana yang lain. Malahan saya kalau memang memungkinkan, bikin khusus polisi narkotik Indonesia yang dipimpin oleh jenderal bintang 3 atau 4, terdiri dari polisi polisi pilihan dengan seragam khusus bukan sosok polisi pengayom, tapi polisi yang keras, polisi yang melakukan dengan senjata mutakhir. Jadi orang melihat mobilnya saja sudah takut, lihat seragamnya sudah takut. Karena mereka melakukan tindakan tindakan itu dengan cara yang keras.

Jadi harus dilakukan oleh polisi yang sosoknya bukan polisi pengayom, tapi yang menakutkan. Dari mana orang-orangnya, ya polisi polisi pilihan. Bila perlu diumumkan dulu tentang pemilihannya, track recordnya, diberikan kesempatan kepada publik, kalau ada keberatan terhadap orang itu. Kemudian mereka dibekali dengan credit card yang unlimited, bukan ditanggung oleh Polri, dijamin oleh negara tapi sen demi sen dia harus mempertanggungjawabkan. Apa gunanya ? Ya untuk memudahkan pengungkapan kasus kejahatan itu. Misalnya untuk mengikuti pelaku yang mau kabur ke Bandara, kan kita harus pegang duit untuk beli tiket secara cepat. Kemudian harus ada satu regulasi yang memberikan prioritas tempat duduk di pesawat untuk petugas tersebut. Kalau perlu persis di belakang orang itu. Intinya, banyaklah yang harus kita benahi. Tapi ya itu, harus dengan keras. Saya mengusulkan kalau ada anggota, apakah TNI, Polri, terlibat make potong jari, terlibat bagian sindikat, potong tangan atau potong kaki sebelum proses hukum.

Soal hukuman mati untuk penjahat narkotika apa pendapat Anda?

Tentang hukuman mati, memang harus diakui kita tidak pernah mendapat mandat dari Tuhan untuk mencabut nyawa mereka. Tapi kalau mereka mati karena hukuman mati tersebut itu juga karena Tuhan. Biar ditembak, kalau Tuhan tidak mencabut nyawa ya nggak mati. Tuhan juga kan yang mencabut nyawa. Undang undang tentang HAM salah satu pasalnya boleh menghilangkan nyawa bayi yang sudah bernyawa dalam kandungan atas pertimbangan untuk keselamatan ibu. Artinya undang undang HAM membolehkan. Lah kok yang anti hukuman mati ini jerit jerit nggak ada dasar. Mengaku sebagai agama Islam. Lha, Islam membolehkan kok. Sampai sekarang masih berlaku hukuman pancung. Aneh lagi, muncul pengacara yang ngomong tentang HAM, kemudian masalah narkoba. Padahal dia pernah mewakili sindikat narkoba. Kalau saya bilang si pengacara itu bagian dari sindikat narkoba. Dia pernah mendapat kuasa dari para sindikat untuk mengajukan gugatan ke MK minta supaya dihapuskan ancaman pidana mati dalam undang undang tentang narkotik. Demi HAM, kalau HAM ya nggak cuma undang undang narkotik. Di KUHP juga ada, undang undang darurat tentang senjata api juga ada hukuman pidana mati, kok itu nggak dituntut, nggak minta dibatalkan, kok cuma undang undang narkotik saja? (Men’s Obsession/Suci Yulianita)

Artikel ini dalam versi cetak telah diterbitkan di Majalah Men’s Obsession edisi Oktober 2016.

Related posts

1 Comment

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.