Bung Karno: Makin Lama Saya Makin Mencintai Muhammadiyah

Oleh: Lukman Hakiem, Peminat Sejarah DALAM pidato di Muktamar ke-35 Muhammadiyah di Gelora Bung Karno, 25 November 1962, Presiden Sukarno atau yang akrab disapa Bung Karno memulai dengan kalimat:"Memang benar Saudara-saudara, sampai sekarang saya masih jadi anggota Muhammadiyah. Cuma anehnya, sejak saya menjadi Presiden Republik Indonesia, saya belum pernah ditagih kontribusi! Jadi, saya minta agar supaya sejak sekarang ditagihlah kontribusi saya itu, malahan dalam bahasa asing: met terugwerkande keracht.” Selanjutnya Bung Karno berserita bahwa dirinya telah resmi menjadi anggota Muhammadiyah sejak tahun 1938. Ngintil dan Tertangkap oleh Ajaran Kiai Dahlan Sukarno mengaku ketika berusia 15 tahun untuk pertama kalinya dia berjumpa dengan pendiri Muhammadiyah, K.H. A. Dahlan. Pertemuan itu terjadi saat Kiai Dahlan berkunjung ke rumah H. O. S. Tjokroaminoto, tempat Sukarno muda indekos saat bersekolah di HBS, Surabaya. Sejak perjumpaan pertama itu, Sukarno telah tertangkap oleh ajaran Kiai Dahlan. Sejak itulah Sukarno ngintil (mengikuti) Kiai Dahlan. Di mana pun Kiai Dahlan bertablig, Sukarno selalu hadir. Bung Karno berpendapat tablig Kiai Dahlan yang dia ikuti berisi regeneration dan rejuvenation kepada Islam. Sukarno yang tiap hari menyaksikan para pemimpin pergerakan membanjiri rumah Tjokroaminoto melihat dengan jelas bahwa umat Islam Indonesia saat itu sama sekali junud, tertutup oleh bid'ah, dan khurafat yang sehebat-hebatnya. Bagi Bung Karno kejumudan itulah yang menyebabkan bangsa Indonesia terus diinjak-injak oleh bangsa lain. “Tatkala 15 tahun saya bersimpati kepada Kiai Dahlan. Dan pada 1938 saya resmi menjadi anggota Muhammadiyah. Tahun 1946 saya minta jangan dicoret nama saya dari Muhammadiyah. Ingin dikubur dengan membawa nama Muhammadiyah di kain kafan,” Presiden Sukarno mengakhiri pidatonya pada Muktamar Setengah Abad Muhammadiyah dengan menyampaikan keyakinannya bahwa ada hubungan yang erat antara pembangunan agama dengan pembangunan tananah air, bangsa, negara, dan masyarakat. "Maka, karena itu," kata Presiden Sukarno,"Makin lama saya makin mencintai Muhammadiyah. (***)