Sabtu, 27 April 24

Buku Terbaru Bamsoet ke-21 “Negara Butuh Haluan” Segera Terbit

Buku Terbaru Bamsoet ke-21 “Negara Butuh Haluan” Segera Terbit
* Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet). (Foto: mpr.go.id)

Jakarta, obsessionnews.com –  Buku terbaru ke-21 karya Ketua MPR RI Bambang Soesatyo, yang akrab disapa Bamsoet, yang berjudul “Negara Butuh Haluan” segera terbit pada Jum’at, 10 September 2021.

Baca jugaBamsoet: MPR Terbuka Bagi Aspirasi Masyarakat Terkait PPHN

Bamsoet mengemukakan, keberadaan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) akan menggambarkan capaian besar yang ingin diraih Indonesia dalam 50 sampai 100 tahun ke depan.

Presiden, gubernur, bupati/wali kota terpilih bertugas menjabarkan teknis cara pencapaian arah besar Indonesia yang terangkum dalam PPHN. Dengan demikian, visi misi calon presiden, gubernur, dan bupati/wali kota akan merujuk kepada PPHN sebagai visi misi negara.

Tidak ada lagi proyek mangkrak, atau proyek pembangunan yang dikerjakan serampangan. Seperti yang beberapa hari ini dikeluhkan Presiden Joko Widodo, banyak program pemerintah daerah yang tidak sinkron dengan program pemerintah pusat. Misalnya, ada pembangunan waduk, tetapi tidak ada irigasinya. Ada pelabuhan, tetapi tidak ada akses jalan.

Ingin Indonesia Menjadi Bangsa Besar dengan Visi Besar

Prof Dr Arif Satria, Ketua Dewan Pertimbangan Forum Rektor Indonesia 2021-2022 dan Rektor IPB University, mengatakan, sekali lagi kita ingin Indonesia menjadi bangsa besar dengan visi besar. Apa visi kita tahun 2045? Berbagai skenario telat dibuat dan menjadikan Indonesia sebagai negara adidaya tahun 2045, persis 100 tahun Indonesia merdeka. Banyak yang pesimis terhadap visi ini.

Namun untuk menjadi bangsa besar yang pertama kali harus dibangun adalah optimisme dan kepercayaan diri. Korea selatan bisa hadir sebagai negara maju saat ini karena yang dibangun adalah kepercayaan diri masyarakat desa. Saat itu Park Chung Hee yang berkuasa di era 1960 an, saat Indonesia dan Korea Selatan setara secara ekonomi.

“Oleh karena itu visi besar tersebut harus menjadi visi bangsa Indonesia secara keseluruhan, bukan hanya visi pemerintah yang sedang berkuasa. Dinamika politik pasti terjadi, namun jangan sampai mengganggu konstruksi visi besar bangsa Indonesia,” tutur Arif.

Oleh karena itu, lanjutnya, ketika visi besar telah ada, maka tugas berikutnya adalah memastikan langkah-langkah perencanaan dan pelaksanaan pembangunan efektif untuk mewujudkan visi tersebut. Di sinilah kita perlukan suatu sistem yang bisa menjamin itu semua: matang, terukur, dan berkesinambungan.

“Di sinilah tantangannya, yaitu bagaimana proses rekonstruksi prinsip kesinambungan perencanaan pembangunan harus dilakukan baik secara teknokratik maupun politik. Karena itu kini waktu yang amat tepat bagi Bambang Soesatyo ketua MPR RI untuk kembali hadir dengan buku barunya yang berjudul Negara Butuh Haluan, sebagai lanjutan atas buku sebelumnya yang berjudul Cegah Negara Tanpa Arah,” ujarnya

Menurutnya, dua buku tersebut sekaligus sebagai pemantik baru diskursus urgensi haluan negara.

“Tentu upaya Mas Bambang ini harus kita apresiasi. Namun saya lebih mengapresiasi langkah Mas Bambang bila munculnya buku ini tidak sekedar untuk memantik atau meramaikan diskursus lagi. Akan tetapi lebih dari itu, yaitu sebagai modal untuk memulai langkah politik menyelamatkan masa depan bangsa dengan Pokok-Pokok Haluan Negara, yang mampu menjadi menjamin produk perencanaan pembangunan nasional yang matang, terukur, dan berkesinambungan,” tandasnya.

Sementara itu Prof Dr Didin Damanhuri, Guru Besar Ekonomi Politik IPB, mengungkapkan,sudah saatnya Indonesia memilih mazhab pemikiran ekonomi berbasis konstitusi. Sebab, kelemahan kita sekarang ini adalah berjalan tanpa arah yang jelas dan hanya mengandalkan RPJMN yang dikembangkan dari Visi dan Misi Presiden Terpilih sehingga tingkat comprehensiveness, partisipasi stakeholder dan legitimasi mandat rakyat terhadap platform pembangunan menjadi rendah. Dengan begitu apabila terjadi penyimpangan dari Presiden terhadap RPJMN tidak jelas pertanggungjawabannya.

Oleh karena itu, kata Didin, model GBHN seperti masa lalu akan jauh lebih mendalam contentnya, jauh lebih luas partisipasi para elite strategisnya serta jauh lebih legitimate mandat rakyatnya terhadap platform pembangunan. Oleh karena itu, dengan model GBHN tersebut, pertanggungjawaban Presiden baik terhadap ketaatan terhadap Konstitusi-UUD 45 maupun terhadap aspirasi rakyat, akan jauh lebih.

Rencana akan adanya PPHN (Pokok Pokok Haluan Negara) seperti yang dilontarkan Ketua MPR Bambang Soesatyo adalah kemajuan dibandingkan dengan berdasakan RPJMN yang hanya berbasis kepada Visi Presiden terpilih.

Seperti diketahui, buku Ketua MPR Bambang Soesatyo yang berjudul “Negara Butuh Haluan” ni merupakan lanjutan buku sebelumnya pada bulan Mei 2021 lalu yang berjudul “Cegah Negara Tanpa Arah, merupakan advokasi substansial tentang butuhnya Haluan Jangka Panjang Pembangunan sebagai konsekuensi dari pasal 33 UUD’45 ayat 1 yang berbunyi : Perekonomian “disusun”. Jadi, bukan diserahkan semata kepada Pasar Bebas! (red/arh)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.