Jumat, 26 April 24

Perempuan Paling Rentan Dirasuki Paham Radikal

Perempuan Paling Rentan Dirasuki Paham Radikal
* Perempuan yang menjadi pelaku teror di Mako Brimob.

Jakarta, Obsessionnews.com – Fenomena baru melibatkan perempuan sebagai pelaku aksi terorisme dan perlibatan keluarga memang menjadi modus baru aksi terorisme. Salah satu penyebabnya, perempuan dinilai lebih rentan diracuni paham keagamaan yang radikal, yakni mengkafirkan orang lain dan menganggap dirinya dan kelompoknya paling benar.

Hal itu disampaikan Ketua LPPA Pimpinan Pusat Aisyah, Alimatul Qibtiyah. Ia menjelaskan alasan para pelaku teror melakukan aksi aksi terorisme karena rasa frustasi atas lingkungan sekitar. Banyak dari mereka memang merasa tidak terima atas keadaan di sekitarnya. Terlebih perempuan.

“Perempuan yang selama ini kerap dianggap pasif dalam melakukan teror, malah menjadi pelaku aktif atas aksi teror. Belakangan ini para perempuan tidak hanya sebagai pendukung tetapi juga sebagai pelaku aktif,” ungkap Alim, Rabu (16/5/2018).

Anggota Pusat Studi Wanita, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, ini mencatat secara internasional setidaknya ada sekitar 257 (30-40 persen) pelaku bom bunuh diri perempuan. Di Indonesia, deportant dari Suriah tahun 2017, anak dan perempuan mencapai sekitar 70 persen.

Paling tidak kata dia, ada 45 TKW yang terindikasi terlibat dalam jaringan ISIS, sedangkan perempuan yang sudah ditangkap dan tersangka teroris di Indonesia setidaknya ada 11 orang.

Alim menjelaskan alasan perempuan menjadi target untuk direkrut oleh agen intoleransi ini, yaitu mulai menurunnya jumlah para kombatan laki-laki. Serta asumsi kebanyakan masyarakat bahwa perempuan itu pasif dan tidak mungkin melakukan teror.

“Hal ini ditambah dengan strategi komunikasi rekrutmen para agen teror yang lebih menggunakan emosi daripada pikiran. Feeling is faster than thinking,” ujar Alim.

Ia menilai, perhatian pada keluarga dan perempuan dalam membahas dan menyelesaikan isu terrorisme menjadi sangat penting. Agenda UNSCR 1325 yang mengusung Women, Peace and Security (WPS) menekankan pentingnya pelibatan perempuan dalam meningkatkan agensi perdamaian.

Untuk menghindari terseretnya keluarga dalam aksi radikal, ketahanan keluarga menjadi faktor yang sangat penting. Alimatul Qibtiyah menjelaskan rentannya sebuah keluarga atas konflik disebabkan adanya ketidakadilan gender.

Ia juga menjelaskan semakin keluarga tidak mengimplementasikan nilai-nilai kesetaraan dan keadilan gender maka akan semakin retan dengan konflik. “Penelitian ini menunjukkan ada indikasi kuat bahwa keluarga memiliki peran utama dalam mempengaruhi individu untuk menjadi ekstrimis atau tidak,” ujar Alim.

Wakil Dekan II Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Univesitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta ini mengatakan riset lain juga membuktikan bahwa keluarga yang mempunyai peran gender yang fleksible maka keluarga ini semakin tahan dengan keretakan.

Selain itu pola asuh yang cenderung otoriter juga menjadikan anak semakin intoleran terhadap hal yang berbeda dengan dirinya. Sebab, keluarga ‘rusak’ atau tidak harmonis dapat membuat kaum muda menjadi lebih rentan menjadi ekstrimis dan radikal. Keluarga yang tidak menanamkan nilai nilai kritis akan membuat keluarga rentan dimasuki paham paham radikalisme.

Ia menilai, pentingnya mempromosikan nilai-nilai keadilan dan kesetaraan gender, mengedepankan cara berpikir kritis dan sikap humanis dalam keluarga bisa menguatkan keluarga. Keluarga dan keyakinan yang tidak mengedepankan sikap kritis dan humanis akan menjadikan anggota keluarga rentan terhadap perilaku intolernasi.

“Pelibatan keluarga dalam pencegahan prilaku intoleransi dapat dimulai dengan memberikan pemahaman tentang Islam Indonesia yang ramah, inklusif baik melalui pertemuan-pertemuan yang ada di masyarakat (pengajian, pertemuan RT) dan juga melalui media sosial,” ujar Alim.

Selain itu juga diperlukan pelibatan para remaja untuk menjadi duta Islam Rahmat sehingga dia dapat mempengaruhi teman sebayanya. Penanaman nilai-nilai Islam Rahmat juga dapat dilakukan oleh para orang tua dalam ceria sebelum tidur. Selain menguatkan kasih sayang dan relasi emoisional antara anak dan orang tua juga dapat digunakan untuk pembentukan karakter yang efektif. (Albar)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.