Rabu, 22 Mei 24

Banyak “Tukang Lapor” ke Polisi Pasca Debat Capres ke-2

Banyak “Tukang Lapor” ke Polisi Pasca Debat Capres ke-2
* Pemerhati Telematika & Multimedia Independen KRMT Roy Suryo Notodiprojo. (Foto X @KRMTRoySuryo2

Obsessionnews.com – Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Keamanan menilai bahwa iklim politik masa kampanye Pemilu 2024 semakin bernuansa mencekam. Momentum untuk meraih simpati suara serta edukasi politik bagi publik lewat adu gagasan dan preferensi kebijakan justru berujung dengan maraknya pelaporan polisi.

Demikian diungkapkan Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Julius Ibrani seperti dilansir situs KompasTV, Rabu (10/1/2024). “Pelaporan yang memasuki ranah kriminalisasi ini tampak ditujukan terutama terhadap pihak oposisi (01 dan 03), bahkan penyelenggara Pemilu,” ungkapnya.

Apa yang disampaikan oleh Julius Ibrani (Ketua PBHI), Gufron Mabruri (Imparsial), Usman Hamid (Amnesty Internasional Indonesia), Citra R (Direktur LBH Jakarta), M. Isnur (YLBHI), Dimas Bagus Arya (KontraS), Al Araf (Centra Initiative) dan lainnya dari “Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan” ini memang benar, tidak hanya 100% tetapi bisa sampai 111% (kalau menggunakan Analogi salah satu Capres dalam Debat ketiga Capres-Cawapres.

Julius menuturkan, per awal Januari 2024, tercatat ada enam laporan polisi yang dilakukan oleh pendukung Paslon 02, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Beberapa kasus di antaranya adalah kasus kriminalisasi terhadap Jubir Paslon 03 Aiman Wicaksono yang mengkritik ketidaknetralan aqnggota Polri yang sudah naik ke penyidikan.

Kemudian, kasus pelaporan terhadap Ketua dan Anggota Bawaslu yang memutus bersalah pembagian susu di CFD oleh Cawapres 02. Lalu kasus pelaporan terhadap Bawaslu Batam dan Kepri terkait pencopotan baliho milik Paslon 02. Selain itu, kasus pelaporan terhadap Roy Suryo dengan tuduhan ujaran kebencian terhadap Cawapres 02.

Selanjutnya, kasus komika Aulia Rakhman yang sudah jadi tersangka atas materi lawakan di acara Desak Anies di Lampung. Hingga terakhir, pelaporan polisi terhadap calon Presiden 01 Anies Rasyid Baswedan terkait luas lahan perkebunan milik Capres 02 Prabowo Subianto.

“Koalisi menyesalkan dipakainya pasal-pasal “karet” yang sangat anti-demokrasi, seperti pencemaran nama baik, penyebaran berita bohong, penodaan agama dan lainnya, yang selama ini dikenal untuk membungkam suara warga, jurnalis, aktivis maupun oposisi yang kritis terhadap pemerintah,” tegas Julius.

Pemerhati Telematika & Multimedia Independen KRMT Roy Suryo Notodiprojo menilai, apa yang disampaikan oleh Julius Ibrani (Ketua PBHI), Gufron Mabruri (Imparsial), Usman Hamid (Amnesty Internasional Indonesia), Citra R (Direktur LBH Jakarta), M. Isnur (YLBHI), Dimas Bagus Arya (KontraS), Al Araf (Centra Initiative) dan lainnya dari “Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan” ini memang benar. Tidak hanya 100% tetapi bisa sampai 111% (kalau menggunakan Analogi salah satu Capres dalam debat ketiga Capres-Cawapres.

“Bagaimana tidak, dengan menggunakan relasi kuasa para “Tukang Lapor” dari Paslon tertentu tersebut secara membabi buta melaporkan siapa saja, bahkan Capres lawan, ke pihak=pihak terkait seperti Kepolisian, Bawaslu dan DKPP dan serta-merta pihak-pihak yang dilapori tersebut tampak langsung “gercep” memprosesnya, di mana hal yang sangat berbeda dirasakan bila kondisi sebaliknya,” kata Roy Suryo, Kamis (11/1/2024).

Padahal, ungkap Roy, dulu (katanya) Pemilu ini adalah pesta demokrasi yang riang gembira, santuy, kalau ada yang kritik di-joget-in saja, senyumin saja. Namun kenyataannya sangat berbalik 180°, ironis. Kritik teknis yang terbukti benar (dan sudah dikoreksi pelaksanaannya sendiri oleh KPUpun, misalnya jumlah microphone saat debat), malah dengan mudah distempel dengan “hoax”

Padahal, lanjutnya, hoax-hoax lain yang disampaikan dari pihak pelapor sebenarnya jauh lebih nyata dan masif, namun justru dianggap “fakta”. Misalnya soal data-data kunjungan pariwisata yang salah, adanya “Ordal” dalam perusahaan didalam Institusi yang saat debat tidak berani diakui (padahal fakta-nya ada, namun dianggap itu adalah “hal yang harus dirahasiakan”?), dan sebagainya.

Sebagaimana disampaikan dalam rilis sebelumnya per awal Januari 2024, jelas Roy, tercatat terdapat enam laporan polisi yang dilakukan oleh pendukung paslon tertentu tersebut yang sangat tampak didukung oleh pemerintah. Beberapa kasus di antaranya adalah kasus kriminalisasi terhadap Aiman Wicaksono.

Kemudian kasus pelaporan terhadap Ketua dan Anggota Bawaslu yang memutus bersalah pembagian susu di CFD, kasus pelaporan terhadap Bawaslu Batam dan Kepri terkait pencopotan baliho, kasus pelaporan terhadap Roy Suryo dengan tuduhan ujaran kebencian padahal hal tersebut adalah fakta dan sudah dikoreksi oleh KPU, dan sebagainya.

“Lucunya sebenarnya jelas-jelas para pelapor tidak memiliki legal standing (kedudukan hukum) yang tepat sebagai korban atau mengalami kerugian, namun tetap diproses oleh aparat hingga naik status penyidikan seperti kasus Aiman. Kemudian baik dari indikator pelapor, terlapor maupun materi yang dilaporkan jelas menimbulkan masalah obyektivitas dan independensi Aparat yang menerima dan memeriksa laporan,” ungkap Roy.

“Para pelapor rata-rata merupakan pendukung paslon (pasangan calon) tertentu yang terafiliasi dengan kekuasaan. Kuat sekali nuansa politiknya dan berpotensi dipolitisasi proses hukumnya. Inilah yg disebut dgn Relasi Kuasa, dimana pihak pelapor merasa “di atas angin” karena merasa terjamin Laporan2nya akan bisa diproses, meski syarat formil apalagi materiilnya sebenarnya tidak memadai,” tambahnya.

Oleh karena itu, Roy Suryo selaku pribadi maupun Pengamat Telematika dan Multimedia sebagai bagian dari masyarakat independen yang tidak berafiliasi dengan Paslon manapun, menyatakan terima kasih dan salut kepada Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan yang terdiri atas Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), IMPARSIAL, KontraS, YLBHI, WALHI, ELSAM, Amnesty Internasional, LBH Jakarta, LBH Masyarakat, LBH Pers, ICJR, LBH Pos Malang, Centra Initiative, Setara Institute, ICW, HRWG, Public Virtue dkk yang masih berani dan tegar bersuara untuk memperbaiki Republik ini. (Red)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.