Rabu, 15 Mei 24

Banyak Petinggi Partai Politik Tak Tahu Malu dan Sok Suci

Banyak Petinggi Partai Politik Tak Tahu Malu dan Sok Suci
* Chris Komari. (ist)

Obsessionnews.com – Banyak politisi, akademisi, aktivis, ulama, pejabat negara dan anggota DPR yang benci liberalisme (anti liberalisme), tetapi tidak sadar mereka adalah para liberalis sejati, pecinta nilai-nilai liberalisme.

 

Banyak pejabat negara, ulama, politisi, akademisi, aktivis dan anggota DPR yang sok membenci kapitalisme, tetapi pada saat yang sama mereka menuntut kebebasan untuk memiliki usaha sendiri, memiliki rumah sendiri, memiliki tanah sendiri dan memiliki mobil sendiri.

 

“Mereka tidak sadar bahwa semua itu adalah  nilai-nilai kapitalisme,” ungkap Chris Komari, Activist Democracy Partai Demokrasi Moderen (PDM) dan Rumah Demokrasi Moderen (RDM), Senin (29/4/2024).

 

“Dalam sistem pemerintahan sosialisme, anda tidak diperbolehkan memiliki usaha sendiri, tanah sendiri, properti sendiri dan mobil sendiri. Semuanya dimiliki pemerintah, kalau toh boleh memiliki private property seperti mobil, izin dan biaya ownershipnya sangat mahal,” jelas Chris Komari.

 

Jadi, tegas dia, nilai-nilai liberalisme dan kapitalisme mana yang kalian benci? “Dulu demokrasi versi negara Barat ditolak habis-habisan di Indonesia. Katanya tidak cocok dengan budaya gotong-royong dan musyawarah untuk mufakat bangsa Indonesia,” tambahnya.

 

Tapi, lanjutnya, sekarang yang muncul malah demokrasi yang dimanipulasi oleh partai politik, menjadi partai-krasi. Hypocrisy petinggi partai politik di tanah air is at the height of immorality and trickery, the highest practice of deception (udara berada pada puncak amoralitas dan tipu daya, praktik penipuan tertinggi).

 

“Banyak petinggi partai dan kader-kader partai politik yang tidak tahu malu, sok suci, sok membela kepentingan rakyat dan tiap hari ngoceh demokrasi ngalor ngidul, tetapi partainya sendiri tidak demokratis. Itu memalukan,” bebernya.

 

Yang lebih parah lagi, ungkap dia, ada orang-orang yang mengaku sebagai aktivis yang ingin memberikan edukasi publik tentang kedaulatan rakyat, tentang hal-hal konstitusional dan nilai-nilai demokrasi. Tetapi dirinya sendiri tidak bisa menghormati perbedaan pendapat, tidak bisa menghargai kebebasan berbicara, berekspresi, beropini dan kebebasan menulis.

 

“Kalau ada orang yang berbeda pendapat dianggap provokator, kalau ada orang yang memiliki pendapat yang berbeda dan membuat ketidaknyamanan orang banyak, kemudian di-removed dan di-kicked out dari group? WFT? Nilai-nilai demokrasi yang mana yang mau diajarkan ke publik? Itulah definisi munafik sejati,” paparnya. (Red)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.