Jumat, 29 Maret 24

Breaking News
  • No items

Asmawi Syam (Direktur Utama BRI): “Melayani yang Belum Terlayani” (Bagian 2)

Asmawi Syam (Direktur Utama BRI): “Melayani yang Belum Terlayani” (Bagian 2)
* Direktur Utama Bank BRI Asmawi Syam, (Foto-foto: Sutanto/Men's Obsession & dok. Humas BRI).

Familiar, begitulah figur Asmawi Syam sebagai Direktur Utama BRI dalam keseharian. Pun terhadap kalangan wartawan, ia adalah satu dari sekian banyak bankir yang cerdas dalam menjawab pertanyaan. Ditemui di ruang kerjanya, dan di sela-sela kepadatan tugas, master karate ini mau menerima Men’s Obsession. Apalagi kalau bukan soal BRIsat yang menjadi fokus wawancara ekslusif ini. Berikut petikannya.

Wakil Presiden Jusuf Kalla bersama Dirut BRI Asmawi Syam dan jajaran pimpinan serta komisaris BRI.
Wakil Presiden Jusuf Kalla bersama Dirut BRI Asmawi Syam dan jajaran pimpinan  BRI.

BRI sekarang sudah punya satelit, pertanyaannya kemudian adalah, mau dimanfaatkan untuk apa? Lalu apa keuntungannya buat BRI?

Ya, betul, kita sudah punya satelit mau buat apa? Pertama adalah niat kita kan ingin melayani masyarakat yang ada di seluruh Indonesia. Istilah  kami, melayani yang belum terlayani. Masih banyak masyarakat kita di daerah-daerah terluar, daerah remote area yang belum tersentuh layanan perbankan. Diharapkan dengan adanya layanan ini kita bisa menjangkau mereka dan bisa melayani mereka itu sama baiknya, sama cepatnya, sama akuratnya dengan yang ada di kota. Itu bisa kita lakukan kalau kita punya satelit. Kalau kita tidak punya satelit nanti yang disana tidak ada sinyal, ATM-nya dibawa kesana tapi tidak bisa mengakses, EDC-nya dibawa kesana juga tidak bisa, mau transfer ke kota tidak punya komunikasi. Nah, diharapkan dengan adanya satelit, kita ingin melayani seluruh masyarakat Indonesia, dari desa sampai ke kota atau dari desa sampai ke kota.  Kedua, saat ini dunia industri perbankan itu sudah memasuki era digitalisasi, seiring dengan perkembangan era digitalisasi itu sendiri, semua sektor kehidupan ini kan sudah serba digital. Mulai dari transportasi seperti ojek dan taxi hingga mendaftar le perguruan tinggi semua serba online. Dari sisi internal, kita ada yang namanya bisnis proses. Bisnis proses dengan adanya digitalisasi ini kita arahkan dengan yang kita sebut paperless, artinya tidak menggunakan lagi kertas. Dengan tidak menggunakan kertas artinya mengurangi beban biaya, lebih efisiensi, serta mendukung pelestarian lingkungan.

Dari sisi internal perbankan lainnya?

Terkait layanan perbankan kita kedepan dengan digitalisasi ini adalah nasabah bisa melayani dirinya sendiri. Kalau dulu konsep marketing itu customer satisfaction (kepuasan nasabah) dimana nasabah dilayani oleh customer service. Dia merasa puas karena dilayani oleh orang lain. Tapi di zaman digitalisasi ini, nasabah lebih puas karena bisa melayani dirinya sendiri, tidak perlu dilayani orang lain. Contohnya, kita kalau ke restoran dilayani oleh orang lain. sekarang  beli makanan kita melayani diri kita sendiri lewat aplikasi. Begitupun BRI, kedepan pelayanan kita ini diarahkan supaya nasabah puas melayani sendiri dan tidak lagi ketemu orang.

Jadi yang diperlukan untuk itu?

Ya, yang kita perlukan adalah customer experience. Nasabah itu punya experience, contohnya saya punya smartphone, begitu banyak fitur, aplikasi di dalam. Tapi kalau kita tidak mengerti digital tidak ada gunanya. Buat apa kalau smartphone hanya untuk komunikasi, BBM, SMS, WA, selfie selfie? Tapi saya yakin, kedepan kita akan bisa. Lihat saja anak-anak yang SMP sekarang ini, dia jauh lebih puas dengan smartphone daripada kita. Tingkat kepuasan saya sebagai orang yang sudah lahir jauh sebelum digitalisasi dengan anak-anak millenium yang lahir sekarang yang hidupnya sudah di zaman digitalisasi itu dia lebih puas.

Jadi kita sedang mengarah kepada digitalisasi perbankan ?

Betul, karena nasabah yang memuaskan dirinya sendiri dengan cara melakukan customer experience. Dengan kondisi yang kelak akan seperti itu dan dengan kita sudah punya satelit yang bisa menjangkau secara luas, maka tugas kita selanjutnya adalah memang mengarah pada digitalisasi perbankan, dan tugas selanjutnya adalah bagaimana melakukan customer education.  Supaya semua menjadi lebih paham digital.

Nah untuk bisa melakukan itu apa yang harus dipersiapkan?

Kita harus mempersiapkan yang namanya digital mentality, itu penting! Contohnya, kita punya smartphone tapi tidak mengerti lalu tanya anak kita, nah ini nggak boleh lagi. Harus belajar sendiri, jangan sampai orangtua ada apa-apa panggil anaknya, nanya bagaimana caranya.Jangan. Jadi digital mentality itu harus dibentuk. Bukan mentality dilayani, melainkan customer experience itu yang harus diciptakan. Nah, ini tugas kita kedepan membangun digital mentality, dengan cara menciptakan customer experience dengan melakukan edukasi.

Dengan adanya BRIsat ini, selain target yang sudah Bapak sebutkan tadi, apakah ini juga menjadi salah satu cara BRI untuk menjadi bank papan atas dunia?

 

Sekarang, untuk dunia, BRI sudah dikenal sebagai “the world’s largest microbanking system”, tidak ada yang mengalahkan BRI di dunia.

Itu penilaian siapa?

Dr. Margaret Robinson dari Harvard yang juga menyebut BRI sebagai pelopor The New Paradigm Shift Microfinance Revolution. Bahkan Social Impact Study, yang mengukur imbas microfinance BRI kepada masyakart, pertama kali dilaksanakan oleh tim Harvard Intitute for International Development (HIID) yang dipimpin oleh Anne S. Dunham dan merupakan Ibunda dari Barack Obama, presiden Amerika Serikat saat ini.

Pakar microfinance dari Jerman Dr. Dirk Steinwand, juga mengakui bahwa Indonesia sebagai ”The Largest Microfinance Laboratory in The World”. Hal itu terkait dengan begitu banyaknya inisiatif program microfinance di pelosok negeri.

Sebenarnya kita ingin mengajarkan, menularkan microfinance dengan digitalisasi. Praktiknya sudah kami jalankan dengan merancang konsep Teras Pasar Digital.

Maksudnya?

Pasar-pasar tradisional yang memiliki kios-kios Teras BRI, akan kita digitalisasikan semua. Contohnya ini baru ada di Pasar Beringharjo dan Kranggan di Yogyakarta, serta ada juga di Pasar Legi dan Gede di Solo. Berikutnya akan dikembangkan di setiap pasar semua provinsi. Orang kalau mikir digitalisasi kan rumit, padahal gampang sekali. Saya pasang disitu aplikasi ‘Teras Pasar Digital’, setelah aplikasi terpasang, saya undang semua pedagang di situ.

Saya tanya ke mereka, kamu mau nggak masuk TV?

“Mau Pak!” jawab mereka.

“Kalau mau, pasang foto diri kamu yang tercantik, tergaya, lalu foto jualan kamu, kamu ketik sendiri, saya enggak mau mengetiki kamu.”

“Wah saya enggak biasa, Pak!”

“Ya coba! Pasti bisa”

Akhirnya mereka bisa. Sekarang semua pedagang pasar itu berlomba-lomba dan setiap hari meng update apa yang dijualnya, berapa harganya. Mereka boleh beriklan disitu tentang produk yang mereka jual. Silahkan memiliki tagline masing-masing dan dia bisa menonton dirinya sendiri. Sehingga kalau nasabah BRI atau ibu mau ke pasar tidak usah bingung, cukup datang ke BRI. Misalnya dia mau beli daging, tekan daging, keluar list daging yang dijual semua plus harganya. Mau berapa kilo, stoknya ada berapa. Jadi ada iklan dia sendiri, ini daging paling bagus, paling enak, terserahlah. Ini mengajari pedagang juga. Ini sudah berjalan aplikasinya. Silakan nasabah mention. Aplikasi download gratis. Kita juga pasang di pasar itu gratis layanan internet Wi-Fi. Jadi, apa yang saya sampaikan tentang edukasi digital itu sudah dipraktikan. Jadi bukan hanya digitalisai perbankan, tetapi digitalisasi pasar tradisional. Market place.

Terkait langkah konsep Digitalisai Perbankan, kira-kira bagaimana BRI untuk mengarahkan masyarakat kita ini. Tantangannya berat tidak ?

Tidak ada yang berat. Kalau kita optimis semua jadi ringan. Buat satelit saja orang tidak memikirkan, kita sudah memikirkan. Buat kantor cabang terapung kita sudah buat. Kalau sekarang buat digitalisasi perbankan, itu sudah kita mulai. Misalnya Anda mau nabung di BRI, tidak usah datang ke kantor cabang. Cukup ke Pacific Place (Jakarta Selatan-red) saja, kita sudah lakukan digitalisasi perbankan. Sebagai contoh, tak perlu repot, Bapak punya e-KTP, masukan ada mesin hybrid disitu, maka keluar form, silakan isi berapa, tanda tangan, masukan. Lalu keluar buku tabungan, kartu ATM, dan struk. Itu tidak lebih dari 4 menit. Sistem itu sudah ada juga di 8 lokasi di Indonesia, 6 lokasi di Jakarta, satu di Solo dan satu di Medan. Itu namanya e-banking lounge.  Jadi digital bank itu berdasarkan dari buku Bank 3.0 itu mengatakan intinya dulu bank is bank. Bank adalah bank, kalau sekarang anybody is bank. Setiap orang bisa menjadi bank. Setiap orang bisa menikmati layanan perbankan di mana saja kapan saja. (Sahrudi, Gyattri Fachbrilian, Suci Yulianita/Majalah Men’s Obsession Edisi Juli 2016/bersambung)

 

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.