Amien Rais Dukung Amandemen UUD 1945, LaNyalla Kecewa pada Pimpinan MPR

Obsessionnews.com – Pada masa Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto dan di awal era reformasi Presiden dan Wakil Presiden (Wapres) dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI dengan suara terbanyak. Di era reformasi ketika Amien Rais menjadi Ketua MPR RI periode 1999-2004 dilakukan amandemen UUD 1945. Dalam Sidang Umum MPR pada 1-9 November dilakukan amandemen ketiga UUD 1945, salah satu di antaranya terkait pemilihan Presiden dan Wapres. Yakni Presiden dan Wapres dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. Pasangan calon Presiden dan Wapres diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum. Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengatakan, MPR periode 2019-2024 dan dilanjutkan periode 2024-2029 berencana untuk melakukan amandemen terhadap UUD 1945. Sekaligus mendukung pengembalian marwah MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Baca juga: Bertemu Ketua MPR RI ke-13 Amien Rais. Bamsoet: Seharusnya ‘Democracy is King’, bukan ‘Cash is King’ Bamsoet mengungkapkan hal itu dalam Silaturahmi Kebangsaan Pimpinan MPR RI bersama Ketua MPR RI ke-13 Amien Rais di Gedung MPR RI, Jakarta, Rabu (5/6/24). Hadir para Wakil Ketua MPR RI antara lain Ahmad Basarah, Hidayat Nur Wahid, Amir Uskara, dan Fadel Muhammad. Bamsoet menegaskan, jika seluruh ketua umum partai politik dan mayoritas anggota DPD RI setuju, MPR siap menggelar amandemen kelima untuk melakukan penyempurnaan UUD 1945 secara menyeluruh dengan menata ulang sistem politik dan sistem demokrasi yang lebih sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia. "Pada saat memimpin MPR, Pak Amien memimpin empat kali perubahan konstitusi untuk menjawab permasalahan yang ada pada saat itu. Beliau tidak keberatan dan bahkan mendukung jika konstitusi hasil empat kali amandemen yang dipimpinnya tersebut akan mengalami perubahan kembali. Mengingat tantangan permasalahan yang dihadapi bangsa saat ini sudah berbeda dengan yang dihadapi pada beberapa puluh tahun lalu," ujar Bamsoet. Ia menjelaskan, Amien Rais juga menyoroti tentang kondisi demokrasi dan politik pada saat ini, yang menurutnya sudah kebablasan dan jauh dari cita-cita reformasi. Di masa awal reformasi, para reformis mencita-citakan democracy is king, namun kini kondisi realitasnya malah menjadi cash is king. Amien Rais mengungkapkan alasan menghilangkan kewenangan MPR dalam memilih Presiden dan Wapres saat periode kepemimpinannya di lembaga itu. "Dulu kita mengatakan kalau dipilih langsung atau satu orang satu suara (one man one vote), mana mungkin ada orang mau menyogok 127 juta pemilih, mana mungkin, perlu ratusan triliun. Ternyata mungkin, itu luar biasa," katanya dikutip dari Antara. Amien pun memohon maaf atas perhitungan yang agak naif itu sehingga melucuti kekuasaan MPR sebagai sebagai lembaga tertinggi yang memilih residen dan wakil presiden. "Jadi, sekarang kalau mau dikembalikan dipilih MPR, mengapa tidak? MPR kan orangnya berpikir, punya pertimbangan," katanya menegaskan. Amien mendoakan agar MPR saat ini dapat menyelesaikan segala tugas dan dapat kembali menjadi lembaga tertinggi negara. "Karena kalau tidak, nanti MPR kurang berbobot," ujarnya. Amien juga mempersilakan MPR jika kembali melakukan amandemen UUD 1945, asalkan sesuai dengan kebutuhan zaman. Dukungan Amien Rais terhadap rencana MPR melakukan amandemen UUD 1945 senada seperti yang disuarakan Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti. Sejak dipercaya menjadi Ketua DPD pada tahun 2019 LaNyalla begitu bersemangat memperjuangkan kembali ke UUD 1945 yang asli. Dengan kembali ke UUD 1945 yang asli, menurutnya, MPR juga wajib dikembalikan sebagai lembaga tertinggi negara. [caption id="attachment_431805" align="alignnone" width="593"]
AA LaNyalla Mahmud Mattalitti. (Foto: lanyallacenter.id)[/caption] Ketika berpidato dalam acara maklumat Dewan Presidium Konstitusi untuk mengamandemen UUD 19456 di Gedung Nusantara IV Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (10/11/2023), LaNyalla mengungkapkan kekecewaannya karena acara itu tak dihadiri satu pun pimpinan MPR. “Saudara-saudara sebangsa dan tanah air, hari ini kita juga mencatat bahwa penyampaian maklumat Dewan Presidium Konstitusi hanya diterima oleh anggota-anggota MPR RI tanpa kehadiran satu pun pimpinan MPR RI, meskipun dengan dalih akan menerima di lain kesempatan. Tetapi, kita semua yang hadir di sini harus mencatat bahwa pimpinan MPR yang ada saat ini terbukti tidak berpihak kepada utusan-utusan rakyat yang hari ini hadir di ruangan ini,” kata LaNyalla dikutip dari media sosial TikTok. Menurutnya, ini adalah sebuah sikap yang tidak layak sebagai teladan kenegaraan. “Apalagi perlu saya sampaikan di sini bahwa Ketua MPR Saudara Bambang Soesatyo mengikuti proses persiapan acara ini, bahkan Saudara Bambang Soesatyo ikut hadir di dalam rapat koordinasi pada tanggal 26 Oktober 2023. Tetapi hari ini kita saksikan sendiri Saudara Bambang Soesatyo tidak hadir di sini. Melalui suratnya Saudara Bambang menyatakan tidak bisa hadir atas kesepakatan para pimpinan MPR RI. Ini satu bukti bahwa pimpinan MPR RI kalau mereka bersepakat untuk berbuat jahat dia akan berbuat jahat,” tegas Bamsoet. “Ini kita mengumpulkan rakyat. Rakyat ingin menyampaikan aspirasinya bahwa sudah waktunya UUD 1945 dikembalikan sesuai dengan naskah aslinya,” katanya lagi. LaNyalla mengemukakan, masyarakat sudah beberapa kali datang ke Gedung MPR untuk menyampaikan aspirasinya tentang amandemen UUD 1945. Mulai zaman Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, Zulkifli Hasan, dan terakhir Bambang Soesatyo. “Tapi ternyata setiap pergantian lima tahun tidak pernah ada perubahan UUD 1945. Itu artinya bahwa mereka partai politik tidak mau kembalikan kedaulatan rakyat kepada rakyat. Itulah waktunya kita rebut kembali, jangan kita diamkan. Kita rebut, mereka kan tidak ada kalau tidak ada suara dari rakyat. Rakyat harus sadar, rakyat jangan memberi suara kepada partai-partai itu,” tandasnya. (arh)
