Kamis, 1 Juni 23

Ahok Gagal Lindungi Aset Pemprov DKI

Ahok Gagal Lindungi Aset Pemprov DKI

Oleh:  Muchtar Effendi Harahap,  Pengamat Politik Network for South East Asian Studies (NSEAS), dan Alumnus  Jurusan Ilmu Hubungan Internasional, FISIP UGM,Yogyakarta (1982)

 

Beberapa hari lalu, calon Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, menyatakan ada mal atau pusat perbelanjaan yang menggunakan tanah negara. Lalu, penguasa Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI membantah, agar Anis membuktikan.

Sesungguhnya pernyataan Anies ini sangat mungkin benar, karena manajemen dan perlindungan aset Pemprov DKI sangat lemah. Hal ini juga diakui Pemprov dan juga pimpinan DPRD DKI.

Pemprov DKI di bawah Gubernur Ahok ternyata gagal mengurus pengelolaan dan perlindungan aset Pemprov DKI. Kualitasnya sangat  rendah. Banyak aset beralih tangan ke pihak swasta. Pemprov DKI acap kali mengalami kekalahan pada persidangan untuk masalah perolehan aset. Permasalahan aset di ibu kota seakan tidak ada habisnya.

Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) DKI memastikan saat ini Pemprov DKI memiliki aset berupa tanah, gedung dan benda bergerak senilai Rp 4.000 triliun. Dari jumlah tersebut, tercatat nilai aset status bermasalah sebesar Rp 30 triliun.

Aset bermasalah dimaksud mayoritas berupa lahan berstatus digugat, dimanfaatkan atau secara sengaja diambil oleh oknum-oknum tertentu.

BPKAD mengakui  aset bermasalah milik Pemprov DKI keberadaan  mayoritas berupa lahan saat ini berstatus digugat, dimanfaatkan, atau secara sengaja diambil oleh oknum-oknum tertentu. Pengelolaan aset Pemprov DKI  dianggap buruk. Saat ini tercatat terdapat 700 aset DKI  yang bermasalah.

Pada Juli 2016 seorang pejabat tinggi DKI mengakui  terlalu  banyak kasus sengketa dan banyak lahan hilang.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2014 menunjukkan banyak aset milik DKI telah berpindah ke tangan pihak swasta. Nilanya mencapai Rp 259,05 miliar. Perpindahan aset  terjadi setelah DKI kalah gugatan di pengadilan.

Di lain pihak, sumber Bisnis menunjukkan pada 2014 terdapat 35 bidang tanah seluas 1.538.972 meter persegi milik DKI dengan nilai Rp.7,976 triliun digugat oleh pihak swasta. Dari jumlah tersebut, 11 bidang tanah sudah dimenangkan pihak swasta. Total aset berpindah kepada pihak swasta ini mencapai Rp 259 miliar.

Selanjutnya BPK pada 2015 melaporkan Pemprov DKI dinyatakan tidak dapat memelihara dan melindungi  asetnya.. Manajemen aset DKI masih menunjukkan adanya kelemahan dalam pengelolaan. Kelemahan tersebut di antaranya: tanah dan bangunan milik DKI seluas 2,72 juta m2 . Aset ini masih dalam sengketa/dikuasai/dijual pihak lain. Hal ini mengakibatkan adanya potensi kehilangan aset tanah atau bangunan senilai Rp 8,11 triliun.

Bahkan pengelolaan rumah susun (Rusun) sebagai solusi penggusuran juga tidak sesuai harapan. BPK menilai langkah tersebut belum sepenuhnya efektif dalam menunjang penataan kota serta pengelolaan aset, termasuk di daerah pinggiran Jakarta. (Merdeka.com, Oktober 2015).

Hasil audit BPK mencakup 70 temuan terkait permasalahan aset senilai kurang lebih Rp 495 miliar.

Wagub DKI  Djarot Saiful Hidayat juga mengakui  pernah mendapatkan informasi dari pengadilan tinggi, bahwa dalam sengketa aset DKI sering kalah dikarenakan bukti-bukti kepemilikan  tidak jelas.

“Selain bukti-bukti  lemah itu, ada juga oknum kuasa hukum dari Biro Hukum DKI  bermain dua kaki dalam kasus ini. Tidak sepenuhnya membela aset milik pemerintah daerah. Satu lagi, kami juga sering kalah karena adanya mafia tanah,” kilahnya.

Di bawah kepemimpinan Ahok terdapat  kasus penjualan aset indikator lemahnya perlindungan asset. Satu contoh kasus di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan (Jaksel).

Kejaksaan Negeri  Jaksel telah memperkarakan kasus penjualan aset  DKI di Kebayoran Lama. Diduga  ada kerugian Rp 150 miliar.

Kasus ini bermula pada penyerahan lahan fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) oleh PT Permata Hijau kepada pemprov DKI pada tahun 1996. Lahan seluas 2.975 m2 itu terletak di Jalan Biduri Bulan dan Jalan Alexandria, Kelurahan Grogol Utara, Kebayoran Lama, Jaksel.

Namun pada 2014 kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jaksel menerbitkan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama Rohani dan kemudian oleh ahli waris Rohani dijual kepada seseorang berinisial AH. AH selanjutnya menjual lahan ini kepada pihak lain.

Bukti lemahnya manajemen dan melindungi aset Pemprov DKI yakni kasus pembelian lahan seluas 4,5 hektare di Cengkareng, Jakarta Barat, oleh Dinas Perumahan Gedung Pemerintahan seharga  Rp 648 miliar.  BPK menyebutkan  lahan tersebut bukan milik perseorangan, melainkan milik Pemprov DKI sendiri, yakni milik Dinas Kelautan, Pertanian dan Ketahanan Pangan (DKPKP).

Ahok membeli tanah milik Pemprov DKI sendiri!!!

Pembelian lahan  bisa terjadi lantaran ada memo persetujuan (disposisi) Ahok menjadi awal terjadinya pembelian lahan. Tanpa disposisi Ahok,  tak akan mungkin terjadi pembelian lahan, yang rencananya akan dibangun rumah susun.

Gagal Capai Target Penananan Sengketa

Mengacu Perda No. 2 Thn 2012 ttg Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi DKI Jakarta 2013-2017, ada program pengelolaan dan penataan aset daerah. Indikator akan dicapai al:

(1) Meningkatnya jumlah gedung/bangunan dan asset bergerak lain diasuransikan;

(2) Meningkatnya jumlah perolehan dan hasil pengelolaan aset daerah.

Indikator kinerja penanganan pertanahan dan aset antara lain jumlah penanganan pertanahan dan aset Pemerintah sercara internal (terselenggaranya mediasi sengketa pertanahan dan asset di luar pengadilan).

Kondisi kinerja gubernur sebelumnya Fauzi Bowo pada 2012 sudah  tercapai penangan 250 sengketa.

Di bawah kepemimpinan gubernur pengganti Fauzi Bowo  target capaian penangan sengketa aset masing-masing 250 sengketa setiap tahun (2013 – 2017) total 1.250 sengketa.

Berhasilkah Ahok mencapai target? Tidak!

Ahok gagal dan jauh dari  pencapaian target. Untuk menjaga dan melindungi asset yang ada  saja tak mampu dan gagal melindungi. Sangat tragis jika dibandingkan berbicara di publik, seakan mampu dan bersih. Padal no action, talk only alias NATO.

Untuk itu dibutuhkan gubernur baru untuk melindungi aset Pemprov DKI. Gubernur lama tak mampu memberantas jaringan  mafia di Pemprov DKI yang sengaja mengalahkan Pemprov DKI dalam sengketa tanah di pengadilan.

Gubernur baru juga harus tidak melakukan  pembelian tanah milik Pemprov DKI. (*)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.